Minggu, 10 November 2013

Kemiskinan di Sekitar Kita

          Jum’at, 20 Pebruari 2009 saya kebetulan memindahkan chanel tv ke metro tv dan kebetulan ada acara Kick Andy. Ternyata salah satu bintang tamu yang terakhir tampil di acara itu adalah kawan lama saya bernama Siswandi. Kebetulan tema yang dibahas waktu itu adalah rumah singgah dan anak jalanan, dan Sis (begitu panggilan teman ini) memang sejak lama kerjaannya adalah mengurus rumah singgah dan anak jalanan.
          Mas Sis (begitu kami biasa memanggilnya) menceritakan bahwa salah satu anak jalanan yang dia bina tewas tergencet truck saat sedang melakukan aktifitasnya memulung. Dede, demikian nama anak ini tewas dengan tubuh mengenaskan dan dimakamkan oleh Sis dan teman-temannya keesokan harinya. Pada malam berikutnya ada salah seorang teman Dede menemui Sis, dan memberikan uang lima belas ribu rupiah. Dia menerangkan bahwa uang itu adalah hasil tabungan Dede selama ini yang bekerja mengais sampah untuk dijual (memulung). Dede punya cita-cita untuk membelikan suatu barang buat ibundanya tercinta yang sampai tulisan ini dibuat tak ketahuan di mana keberadaannya. Barang itu adalah televisi.
          Tentulah uang segitu tak cukup untuk membeli televisi paling murah sekalipun. Tapi Dede telah punya niat mulia mengangkat derajat kehidupan keluarganya dan ingin membahagiakan hati sang bunda. Anak usia 12 thaun ini rela bekerja meninggalkan bangku sekolah mengais sampah demi bakti pada sang bunda. Meski akhirnya dia harus menebusnya dengan kecelakaan tragis yang mungkin bisa jadi resiko pekerjaan yang dia lakukan.
          Saya berharap Allah yang maha belas kasihan akan menerima arwah Dede di sisi-Nya dan memasukkannya ke surga lantaran baktinya pada orangtua dan kesungguhannya mencari uang dengan cara yang halal.
          Kasus Dede mungkin hanya satu dari sekian banyak potret kemiskinan membuat anak-anak usia sekolah menjadi kurang beruntung. Mereka terpaksa harus bekerja baik dengan rela ataupun dipaksa orangtua untuk mencari nafkah. Setiap pagi di saat anak-anak orang berada rapi berseragam berangkat ke sekolah, mereka malah memakai pakaian kumuh nan bau untuk mengais setiap bak sampah di depan rumah-rumah orang kaya.
          Kemiskinan memang masih marak di negeri ini. Meski setiap tahun BPS selalu melaporkan penurunan angka kemiskinan. Entah apa ukuran miskin versi BPS, tapi kenyataan bahwa orang-orang susah itu masih banyak tak bisa dibantah. Urbanisasi dianggap sebagai salah satu faktor pemicu kemiskinan di perkotaan. Mereka yang datang ke kota tanpa dibekali kemampuan memadai dan hanya terpesona dengan kehidupan metropolitan yang serba wah, apalagi seperti yang digambarkan di berbagai sinetron. Padahal, jangankan menerima pendatang baru, menurut laporan terkini di Jakarta akan terjadi PHK terhadap sekitar 200 ribu orang. Jelas kota ini semakin tak ramah kepada pendatang.
          Sudah saatnya dipikirkan pengentasan kemiskinan terpadu dengan konsep paling jitu yaitu konsep ilahiyah. Islam menawarkan konsep zakat yang bila dilaksanakan secara professional dan benar akan dapat mengatasi banyak problem ekonomi yang melanda masyarakat. Sayang, konsep ini masih sebatas wacana kalangan terbatas, bahkan para politisi dan calon wakil rakyat dari berbagai partai Islam pun belum serius memasukkan zakat sebagai agenda utama mereka bila terpilih. Mungkin karena konsep ini tidak menarik bagi para pemilih bahkan dikhawatirkan membuat orang-orang takut, karena ada bau Islamnya.
          Memang masyarakat muslim masih harus disadarkan betapa indah ajaran agamanya sendiri daripada konsep kapitalis dan sosialis ciptaan barat dan timur. Saatnya para dai lebih banyak memberi pencerahan dan penyadaran supaya umat tidak merasa syariat Islam itu sebagai momok menakutkan yang mengancam kehidupan.

Bekasi, Sabtu 21 Pebruari 2009
Anshari Taslim