Ayat-Ayat Al-Qur`an tentang Fitnah Kubur
Sebagian kalangan yang tidak mengimani
adanya azab kubur, atau yang mengatakan bahwa akidah tentang itu tidak bisa
diyakini seratus persen berdalil bahwa tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang
mengisyaratkan adanya fitnah kubur.
Entah apa yang melatar belakangi mereka beranggapan
demikian. Apakah mereka tidak pernah membaca kitab-kitab tafsir yang ditulis
oleh para ulama sejak dahulu kala, ataukah mereka tidak percaya penafsiran para
ulama tersebut?!
Padahal
ada beberapa ayat Al-Qur`an yang memberi isyarat akan adanya fitnah alam kubur
bagi manusia pasca kematiannya. Sehingga, apapun alasan untuk tidak mempercayai
azab kubur, baik karena berkeyakinan bahwa hadits ahad itu tidak bisa dijadikan
dalil qath’i dalam akidah ataupun karena ta’ashshub lantaran tidak bisa
menerima kebenaran di luar kelompoknya, meski telah jelas bahwa hadits-hadits
tentang azab kubur itu mutawatir, maka dia sesat dan keluar dari barisan Ahlus
Sunnah wal Jamaah.
Beberapa ayat Al-Qur`an yang menjelaskan adanya azab
kubur secara implisit:
1.Surah Ibrahim (14) ayat 27
Allah
Ta’ala berfirman,
ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﭷﭸ ﭹ ﭺ ﭻﭼ ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ
”Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim
dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
Penafsiran
ucapan yang teguh dalam ayat ini adalah ketika dia menjawab pertanyaan malaikat
di alam kubur, sehingga ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur. Yang
menafsirkan demikian adalah Rasulullah SAW sendiri, sebagaimana tertera dalam
hadits dari Al-Bara` bin ’Azib RA, dia berkata, dari Nabi SAW yang bersabda,
”Ayat: (ﭭ ﭮ ﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ) (Allah menetapkan orang-orang
yang beriman dengan jawaban yang teguh), ini turun berkenaan dengan azab
kubur.” (HR. Muslim, no. 2871, Al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab:
Al-Jana`iz, bab: Maa Jaa`a fii ’Adzaabil Qabri, nomor hadits: 1369).
Riwayat
tentang penafsiran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di ayat ini bukan
hanya datang dari Al-Bara` bin ‘Azib, melainkan juga dari Aisyah ra sebagaimana
yang akan dibahas di pasal Hadits-Hadits tentang Fitnah dan Azab Kubur.
2.Surah Thaaha (20) ayat 124
Allah
Ta’ala berfirman,
ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ ﯿ
”dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari
kiamat dalam Keadaan buta.”
Rasulullah
SAW mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur, sebagaimana dalam
riwayat dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW yang bersabda,
Hadits
marfu’ dari Rasulullah SAW yang menafsirkan ayat ini tentang azab kubur bukan
hanya diriwayatkan dari Abu Hurairah, melainkan juga diriwayatkan dari Abu
Sa’id Al-Khudri RA, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,
“Abu Zakariya Al-‘Anbari mengabarkan kepada kami, Muhammad
bin Abdus Salam menceritakan kepada kami, Ishaq menceritakan kepada kami, Nadhr
bin Syamil memberitakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada
kami, dari Abu Hazim Al-Madani, dari An-Nu’man bin Abi ‘Ayyasy, dari Abu Sa’id
Al-Khudri RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, (ﯹ ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”
(Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, 2/413, no. 3439.
Al-Hakim mengatakan hadits ini berdasarkan syarat Muslim dan Adz-Dzahabi
membenarkannya sesuai dengan syarat Muslim.)
v
Abu Zakariya Al-Anbari, Yahya bin
Muhammad, Adz-Dzahabi menyebut biografinya dalam Siyar A’lam An-Nubala`[2],
“Al-Imam Ats-Tsiqah, Al-Mufassir Al-Mu``addib Al-Allamah”, cukuplah ini sebagai
tautsiq.
v
Muhammad bin Abdus Salam bin
Basysyar An-Naisaburi, biografinya disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar
A’lam An-Nubala` juz 13 hal. 460 dan menyebutnya “Al-Imam Al-Muhaddits”.
v
Ishaq, adalah Ishaq bin Ibrahim
Al-Hanzhali yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Rahuyah, perawi Al-Jamaah
kecuali Ibnu Majah satu tingkatan dengan imam Ahmad baik dari segi usia maupun
hafalan dan ilmu.[3]
v
Hammad bin Salamah, dia dipakai
dalam Shahih Muslim dan sunan yang empat. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dia
tsiqah meski di akhir umur hafalannya berubah.[5]
v
Abu Hazim Al-Madani, dia adalah
Salamah bin Dinar karena memang dia yang menjadi murid An-Nu’man bin Abu
‘Ayyasy dan salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Hammad bin Salamah. Dia
adalah perawi Al-Jamaah (Al-Bukhari, Muslim dan para penyusun kitab sunan).[6]
v
An-Nu’man bin Abu ‘Ayyasy dianggap
tsiqah oleh Ibnu Ma’in. Dia adalah perawi yang terpakai dalam shahihain dan dia
tsiqah.[7]
Selain riwayat marfu’ ada pula beberapa riwayat mauquf
dari para sahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang menafsirkan
“kehidupan yang sempit” dalam ayat ini adalah azab kubur, antara lain:
1.Abu Sa’id Al-Khudri.
Dalam Tafsir Ath-Thabari, Yazid bin
Makhlad Al-Wasithi menceritakan kepadaku, dia berkata, Khalid bin Abdullah
menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Abu Hazim, dari
An-Nu’man bin Abi Ayyasy, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa
“kehidupan yang sempit” itu adalah azab kubur.
Khalid bin Abdullah dikuatkan oleh Bisyr bin
Al-Mufadhdhal yang memperkuat riwayat ini juga oleh Ath-Thabari, Muhammad bin
Abdullah bin Buzaigh menceritakan kepadaku, dia berkata, Bisyr bin
Al-Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dia berkata, Abdurrahman bin Ishaq
menceritakan kepada kami, dari Abu Hazim, dari An-Nu’man bin Abi Ayyasy dari
Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa “kehidupan yang sempit” yang
dikatakan Allah itu itu adalah azab kubur.
Sanad Ath-Thabari ini shahih sampai
kepada Abu Sa’id Al-Khudri karena Abdurrahman bin Ishaq yang ada dalam kedua
sanad ini bisa dipastikan adalah Abdurrahman bin Ishaq Al-Madani karena dalam
kitab Tahdzib Al-Kamal dialah yang tercatat sebagai murid Abu Hazim dan guru
Bisyr bin Al-Mufadhdhal serta Khalid bin Abdullah Al-Wasithi. Sedangkan
Abdurrahman bin Ishaq Al-Wasithi adalah munkarul hadits tapi dia tidak tercatat
sebagai murid Abu Hazim dan bahkan bukan guru dari Khalid bin Abdullah
sekalipun sama-sama orang Wasith.
2.Abdullah bin Mas’ud RA.
Juga Ibnu Mas’ud sebagaimana dalam
kitab Itsbat ‘Adzab Al-Qabr oleh Al-Baihaqi dengan sanad: Abu Abdillah
dan Abu Sa’id mengabarkan kepada kami, Abu Al-Abbas menceritakan kepada kami,
Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Nu’aim menceritakan kepada kami, Abu
Al-Abbas menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Al-Mukhariq, dari ayahnya,
dari Abdullah yaitu Ibnu Mas’ud tentang firman Allah, (ﯹ ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”[8]
Riwayat Al-Baihaqi ini diperkuat
oleh riwayat Ath-Thabari, Abdurrahman bin Al-Aswad menceritakan kepadaku, dia
berkata, Muhammad bin Rabi’ah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abu Umais
menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Al-Mukhariq, dari ayahnya, dari
Abdullah tentang firman Allah, (ﯹ ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”[9]
3.Abu Hurairah.
Masih oleh
Ath-Thabari dalam tafsirnya (18/393), dia berkata, Mujahid bin Musa
menceritakan kepada kami, dia berkata, Yazid menceritakan kepada kami, dia
berkata, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, dia berkata, “Orang kafir itu akan dilipatkan kuburannya sehingga
persendiannya remuk. Itulah kehidupan yang sempit yang disebutkan oleh Allah, (ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ).”
Perhatikanlah
wahai orang-orang yang beriman, dalam kedua ayat Al-Qur`an yang mulia di atas
ditafsirkan langsung oleh Rasulullah SAW bahwa maksudnya adalah azab kubur.
Dengan ini, masihkah ada yang berani mengatakan bahwa dalam Al-Qur`an tidak ada
ayat tentang azab kubur?!! Apakah ada yang merasa lebih mengerti tafsir kedua
ayat tersebut daripada Rasulullah SAW?!!
3.Surah
Ath-Thur (52) ayat 47.
Mari
kita perhatikan rangkaian firman Allah berikut ini:
ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧ ﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ
ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼ ﯽ ﯾ
45. Maka
biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka
yang pada hari itu mereka dibinasakan,
46. (yaitu)
hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka
tidak ditolong.
47. dan
Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Dalam
ayat-ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang zalim tersebut
akan merasakan azab pada hari mereka dibinasakan (hari kiamat). Lalu bagi mereka
yang zalim disediakan azab sebelum hari kiamat, yaitu azab di dunia dan azab
kubur.
Ini
sebagaimana yang ditafsirkan oleh penghulu para ahli tafsir Sang Lautan ilmu sepupu
dan sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abdullah bin Abbas bin
Abdul Muththalib RA. Mari kita simak pendapat Ibnu Abbas ketika menafsirkan
ayat ini:
Ath-Thabari
menyebutkan beberapa riwayat dari Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat di atas
dalam tafsirnya:
1. Ali menceritakan kepadaku, katanya,
Abu Shalih menceritakan kepada kami, katanya, Mu’awiyah menceritakan kepadaku,
dari Ali, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah, (ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ) (dan Sesungguhnya untuk
orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu) maksudnya adalah azab
kubur sebelum azab di hari kiamat.”
2. Bisyr menceritakan kepada kami,
katanya, Yazid menceritakan kepada kami, Sa’id menceritakan kepada kami,
katanya, dari Qatadah bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, ”Kalian akan menemukan
(pembahasan) azab kubur dalam kitab Allah, yaitu pada ayat (ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ).”
3. Ibnu Abdil A’la menceritakan kepada
kami, katanya, Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami, katanya, dari Ma’mar, dari
Qatadah, bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, ”Sesungguhnya (pembahasan) tentang
azab kubur ada dalam Al-Qur`an, yaitu pada firman-Nya, (ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ).”
(Lihat Tafsir Ath-Thabari, juz 22
hal. 487, program maktabah Syamilah edisi II).
Riwayat
bahwa Ibnu Abbas menafsirkan ayat itu sebagai azab kubur juga disebutkan oleh
Al-Baihaqi dalam kitab ”Itsbat ’Adzabil Qabri” hal. 63, nomor riwayat 60
dengan sanad sebagai berikut,
Al-Baihaqi: Abu Zakariya bin Abu
Ishaq mengabarkan kepada kami, Abu Al-Hasan Ath-Thara`iqi mengabarkan kepada
kami, Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, Abdullah bin Shalih
menceritakan kepada kami, dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Ali bin Abu Thalhah,
dari Ibnu Abbas tentang firman Allah (ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ), dia berkata,
itu adalah azab kubur.”
Juga
diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam tafsirnya 2/248, dari Ma’mar, dari Qatadah
bahwa Ibnu Abbas berkata, ”Sesungguhnya azab kubur itu ada dalam Al-Qur`an,
kemudian dia membaca: (ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ).”
Ternyata
Ibnu Abbas tidak sendiri dari kalangan sahabat Nabi SAW yang menafsirkan
demikian, ada pula Al-Bara` bin ’Azib RA yang juga menafsirkan bahwa ayat ini
berkenaan dengan azab kubur sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari
pula, ”Ismail bin Musa Al-Fazari menceritakan kepada kami, katanya, Syarik
menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Al-Bara` maksud azab selain
itu dalam ayat ini adalah azab kubur.” (Tafsir Ath-Thabari, ibid).
Selanjutnya,
Ibnu Jarir Ath-Thabari menyimpulkan setelah membanding pendapat-pendapat
tentang penafsiran ayat ini, bahwa azab sebelum azab di akhirat itu bisa jadi
azab di dunia yang dirasakan oleh orang kafir Quraisy berupa kelaparan atau bisa
pula berupa azab kubur karena semuanya terjadi sebelum hari kiamat, sehingga
azab kubur pun termasuk ke dalam maksud ayat ini.
4.Surah Ghafir
atau Al-Mukmin (40) ayat 46
Allah
Ta’ala berfirman,
ﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖﮗ ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧ ﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ
45. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya
mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.
46. kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang,
dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah
Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras".”
Ibnu
Katsir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Ayat ini merupakan dasar yang
besar bagi madzhab Ahlus Sunnah yang menetapkan adanya siksa kubur, yaitu pada
kalimat (ﮞ
ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ) (kepada mereka dinampakkan
neraka pada pagi dan petang).” [10]
Sementara
itu Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa mayoritas ulama menyatakan
penampakan neraka kepada mereka terjadi di alam barzakh, sehingga ayat ini
menjadi dalil akan adanya azab kubur.[11]
Ini
selaras dengan hadits dari Ibnu Umar dimana Rasulullah saw bersabda, “Apabila
salah seorang dari kalian mati, maka akan diperlihatkan kepadanya bangkunya pada
pagi dan sore hari. Kalau dia sebagai ahli surga (nanti di akhirat) maka
(bangku yang akan diperlihatkan) adalah bangkunya di surga, sedangkan kalau dia ahli neraka maka
akan diperlihatkan bangkunya di neraka.” (Muttafaq ‘alaih, Shahih
Al-Bukhari, no. 1379, Shahih Muslim, no. 2866).
5.Surah At-Tubah (9) ayat 101
Allah Ta’ala berfirman,
ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰﭱ ﭲ ﭳ ﭴﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻ
ﭼ ﭽﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ
ﮅ ﮆ
”Diantara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu
itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka
keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka,
(tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.”
Ibnu Abbas
RA menafsirkan bahwa salah satu dari dua siksa yang disebutkan di atas adalah
azab kubur sebagaimana riwayat berikut:
Ath-Thabari, Al-Husain bin ’Amr Al-’Anqazi menceritakan
kepada kami, katanya, ayahku menceritakan kepada kami, katanya, Asbath
menceritakan kepada kami, dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas
tentang firman Allah, (ﭿ ﮀ) (Nanti mereka akan Kami siksa dua kali), ”Rasulullah
SAW berdiri menyampaikan khutbah pada hari Jum’at, kemudian beliau bersabda,
”Keluar Wahai Si Fulan, karena kamu adalah munafik! Keluar wahai Si Fulan,
karena kamu adalah munafik!” Beliau mempermalukan mereka di depan umum.
Maka keluarlah beberapa orang dan Umar bertemu dengan
mereka, lalu Umar bersembunyi dari mereka karena malu kalau-kalau dia tidak
ikut (terlambat) shalat Jum’at dan dia mengira orang-orang sudah bubar Jumatan.
Dan merekapun bersembunyi dari Umar karena mengira Umar sudah tahu perihal
mereka.
Umar pun sampai ke masjid dan ternyata orang-orang belum
shalat. Lalu ada seseorang dari kalangan kaum muslimin berkata padanya, ”Wahai
Umar, orang-orang munafik dipermalukan hari ini, dan ini adalah azab pertama
ketika mereka diusir dari masjid, sedangkan azab kedua adalah azab kubur.”[12]
Riwayat
ini juga disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id dan dia
mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Awsath, di
dalamnya ada ’Al-Husain bin ’Amr Al-’Anqazi dan dia itu dha’if.”[13]
Akan tetapi ada mutabi’ (penguat)
bagi Al-Husain sebagaimana terdapat dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dalam kitab
Tafsirnya, “Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Sa’d Al-Qaththan menceritakan
kepada kami, ‘Amr Al-‘Anqazi menceritakan kepada kami, Asbath menceritakan
kepada kami……”[14]
Di sini Al-Husain tidak sendirian meriwayatkan dari
ayahnya, ‘Amr Al-‘Anqazi tapi ada pula Ahmad Al-Qaththan. Ahmad bin Muhammad
Al-Qaththan ini dinilai oleh Al-Hafizh Al-Asqalani, “Shaduq”[15],
artinya sangat jujur dan riwayatnya bisa dipakai apalagi ada yang mengiringi
dan memang ada yang mengiringi yaitu Al-Husain Al-‘Anqazi, sehingga mereka
saling menguatkan. Wallahu a’lam.
‘Amr bin
Muhammad Al-‘Anqazi sendiri dianggap tsiqah oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam At-Taqrib 1/497, no. 5746.
Asbath
adalah Asbath bin Nashr Al-Hamdani karena memang dialah yang meriwayatkan dari
As-Suddi dan salah satu muridnya adalah ‘Amr Al-‘Anqazi. Ada yang menganggapnya dha’if seperti
Abu Nu’aim dan Ahmad bin Hanbal, tapi Yahya bin Ma’in menganggapnya tsiqah,
demikian pula Ibnu Hibban. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dia “Shaduq banyak
salah suka menyendiri dalam riwayat (yugharrab).” Syekh Ahmad Syakir
sendiri menganggapnya tsiqah sebagaimana ia jelaskan dalam catatan kaki
Tafsir Ath-Thabari 1/156.[16]
As-Suddi adalah
Ismail bin Abdurrahman, Al-Hafizh Ibnu Hajar menganggapnya “shaduq sedikit
peragu (yahimu)” Muslim memakai riwayatnya dalam shahih demikian juga
empat pengarang Sunan.[17]
Setelah
menyebutkan beberapa riwayat pendukung antara lain dari Mujahid, Abu Malik,
Qatadah dan lain-lain yang menyatakan bahwa salah satu dari azab yang
dijanjikan Allah kepada orang munafik itu adalah azab kubur, maka Ibnu Jarir
Ath-Thabari pun memastikan bahwa yang dimaksud dua kali siksa di sini adalah
siksa di dunia dengan segala macam bentuknya dan siksa kubur.
6.Surah
At-Takatsur
Dalam
firman Allah,
ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ
”Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
Ada riwayat dari Ali bin Abi Thalib
RA yang mengindikasikan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur,
sebagaimana dalam riwayat At-Tirmidzi dalam sunannya, dia berkata, ”Abu Kuraib
menceritakan kepada kami, Hakkam bin Salm Ar-Razi menceritakan kepada kami,
dari ’Amr bin Abu Qais, dari Al-Hajjaj, dari Al-Minhal bin ’Amr, dari Zirr bin
Hubaisy, dari Ali RA yang berkata, ”Kami masih saja ragu akan azab kubur sampai
turunnya ayat (ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ)
(Sunan At-Tirmidzi, kitab Tafsir
Al-Qur`an, bab: Min Surati Al-Haakumut Takaatsur, nomor hadits, 3355).
Syekh
Al-Albani mengomentari riwayat At-Tirmidzi ini, ”Sanad ini dha’if, semua
perawinya tsiqah, hanya saja di sini ada Hajjaj bin Artha`ah[19] yang seorang mudallis dan di sini dia melakukan ‘an’anah
(menyebutkan “dari” bukan “menceritakan kepada kami”).”[20]
Tapi
Ibnu Jarir Ath-Thabari juga meriwayatkan tafsiran Ali bin Abu Thalib ini dalam
tafsirnya dengan jalur, Ath-Thabari: ”Ibnu Humaid[21] menceritakan kepada kami, Hakkam bin Salm[22] menceritakan kepada kami, dari ’Anbasah[23], dari Ibnu Abi Laila[24], dari Al-Minhal[25], dari Zirr[26], dari Ali, bahwa ayat (ﮋ ﮌ ﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑ) turun berkenaan dengan azab kubur.[27]
Di
sini Hajjaj diiringi oleh Ibnu Abi Laila yang menguatkannya. Wallahu a’lam.
Yang
bisa disimpulkan dari riwayat ini adalah, Ali bin Abu Thalib RA sebagai salah
seorang sahabat Nabi SAW yang termulia meyakini adanya azab kubur berdalil
dengan ayat tersebut, sehingga ini bisa dikatakan sebagai tafsiran dari seorang
sahabat Nabi SAW yang menjadi panutan umat.
Wallahu a’lam bish shawab.
[1]
HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya, kitab: Al-Jana`iz, bab: Al-Maridh wa
maa yata’allaqu bihi, no. 3119 dinyatakan hasan sanadnya oleh Syu’aib
Al-Arnauth. Juga disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Mawarid Azh-Zham`an
pada kitab Tafsir, no. 1751 dan Al-Albani menganggapnya hasan dalam Shahih
Mawarid Azh-Zham`an 2/180 – 181 dan 1/341- 343 no. 650/781. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Itsbat ‘Azab Al-Qabri hal. 59
[2]
Juz 15, hal. 533.
[3]
Lihat At-Taqrib 1/58, no. 374.
[4] Al-Jarh wa At-Ta’dil 8/477.
[5] At-Taqrib 1/168, no. 1636.
[6] Tahdzib Al-Kamal 11/272 - 278, no. 2450.
[7] Lihat: Al-Jarh wa At-Ta’dil 8/445, Taqrib At-Tahdzib
2/165, no. 8065.
[8] Itsbat ‘Adzab Al-Qubur hal. 60.
[9] Tafsir Ath-Thabari 18/392.
[10] Tafsir Ibnu Katsir, juz 4, hal. 117
[11] Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, juz 15, hal.
319
[12] Tafsir Ath-Thabari, juz 14, hal. 442 nomor riwayat,
17122.
[13] Majma’ Az-Zawa`id, juz 7, hal. 111, no. 11053. Husain bin ‘Amr ini dimasukkan oleh Ibnu
Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqaat, nomor 12900, artinya dia menganggapnya
tsiqah. Sedangkan Ibnu Abi Hatim mengatakan dia layyin (haditnya lemah
sedikit), sebagaimana dia sebutkan dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil, juz
3 hal. 61.
Abu Daud berkata tentangnya, “Aku
menulis haditsnya tapi tidak mau meriwayatkan darinya.” (Lisan Al-Mizan,
juz 3 hal. 200, nomor biografi, 2590).
Perawi
yang seperti ini keadaannya berarti haditsnya lemah dengan kelemahan yang tidak
terlalu parah, sehingga bisa terangkat menjadi hasan bila ada yang menguatkan.
Wallahu a’lam.
[14] Tafsir Ibnu Abi Hatim, dalam tafsir surah At-Taubah ayat
101 hal. 1870, no. 10303, terbitan Maktabah Nizar Mushthafa Al-Baaz.
[15]
Lihat: Taqrib At-Tahdzib, juz 1, hal. 35, no: 120.
[16] Lihat:
Al-Jarh 2/332, At-Taqrib 1/57, no. 362, Ats-Tsiqaat karya Ibnu
Hibban 6/85, no. 6834.
[17] At-Taqrib
1/71, no. 531.
[18] At-Taqrib 2/3,
no. 6020, Al-Jarh 7/55.
[19] Hajjaj bin Artha`ah, Al-Hafizh menyebutnya “Shaduq
banyak kesalahan dan tadlis” (At-Taqrib, 1/135, no. 1239). Dengan demikian
haditsnya lemah bila bersendirian, tapi di sini dia tidak sendirian karena ada
Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila yang menguatkannya.
[20] Lihat: Kitab Zhilalul Jannah karya Al-Albani yang
merupakan takrij dari kitab kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi ’Ashim,
ketika mentakhrij hadits nomor 877 juz 2, hal. 425.
[21] Muhammad bin Humaid, Ibnu Jarir banyak meriwayatkan
darinya, Al-Hafizh dalam At-Taqrib menyatakan dia seorang hafizh yang dha’if,
tetapi Ibnu Ma’in menganggapnya tsiqah sebagaimana dalam Al-Jarh wa
At-Ta’dil juz 7 hal. 232-233. Al-Khalili menyebutnya sebagai hafizh
termasuk pembesar ahli hadits, Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in merestuinya
dan menganjurkan orang untuk mendengar hadits darinya (Al-Irsyad fii
Ma’rifati ‘Ulama Al-Hadits 2/669, no. 428). Perawi seperti ini tidak
mungkin ditolak haditsnya karena ada mutabi’ yaitu riwayat Abu Kuraib dari
at-Tirmidzi di atas.
[22] Hakkam bin Salm, tsiqah merupakan perawi Muslim dan
empat kitab sunan dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad sebagaimana
disebutkan oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib 1/162, no. 1567
[23] Dia adalah ‘Anbasah bin Sa’id bin Adh-Dhurais Al-Asadi
karena dalam Tafsir Ath-Thabari dialah yang sering meriwayatkan dari Muhammad
bin Abdurrahman bin Abu Laila, serta dia pula guru Hakkam bin Salm. Dia
dianggap tsiqah oleh Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’in dan Abu Zur’ah, sedangkan Abu
Hatim menganggapnya “laa ba`sa bih” (tidak ada masalah) sebagaimana
disebutkan dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil 6/399, no. 2230.
[24] Yaitu Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila, dia ini shaduq
(jujur) hanya saja hafalannya buruk sekali, tapi riwayatnya akan kuat bila
diikuti oleh orang yang sama dengannya dan Hajjaj bin Arthaah setingkat kelemahannya
dengannya. Lihat: Taqrib At-Tahdzib 2/70, no. 6844.
[25] Al-Minhal bin ‘Amr merupakan perawi yang dipakai dalam
Shahih Al-Bukhari dan empat kitab sunan, menurut Al-Hafizh dia shaduq
ada kemungkinan salah (At-Taqrib 2/144, no. 7786). Orang seperti ini
berarti haditsnya hasan.
[26] Zirr bin Hubaisy merupakan perawi al-kutub as-sittah,
tsiqah tokoh yang agung sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib
1/212, no. 2191).
[27] Tafsir Ath-Thabari juz 24, hal. 580 program maktabah
syamilah edisi II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar