Minggu, 24 November 2013

Ayat-Ayat Al-Qur`an tentang Fitnah Kubur

Ayat-Ayat Al-Qur`an tentang Fitnah Kubur
Oleh: Anshari Taslim
         
          Sebagian kalangan yang tidak mengimani adanya azab kubur, atau yang mengatakan bahwa akidah tentang itu tidak bisa diyakini seratus persen berdalil bahwa tidak ada satupun ayat Al-Qur`an yang mengisyaratkan adanya fitnah kubur.
          Entah apa yang melatar belakangi mereka beranggapan demikian. Apakah mereka tidak pernah membaca kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh para ulama sejak dahulu kala, ataukah mereka tidak percaya penafsiran para ulama tersebut?!
          Padahal ada beberapa ayat Al-Qur`an yang memberi isyarat akan adanya fitnah alam kubur bagi manusia pasca kematiannya. Sehingga, apapun alasan untuk tidak mempercayai azab kubur, baik karena berkeyakinan bahwa hadits ahad itu tidak bisa dijadikan dalil qath’i dalam akidah ataupun karena ta’ashshub lantaran tidak bisa menerima kebenaran di luar kelompoknya, meski telah jelas bahwa hadits-hadits tentang azab kubur itu mutawatir, maka dia sesat dan keluar dari barisan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
         
Beberapa ayat Al-Qur`an yang menjelaskan adanya azab kubur secara implisit:
1.Surah Ibrahim (14) ayat 27
          Allah Ta’ala berfirman,
ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﭰ  ﭱ  ﭲ  ﭳ  ﭴ   ﭵ  ﭶ  ﭷ  ﭹ  ﭺ  ﭻ  ﭽ   ﭾ  ﭿ  ﮀ  ﮁ   
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”

          Penafsiran ucapan yang teguh dalam ayat ini adalah ketika dia menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur, sehingga ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur. Yang menafsirkan demikian adalah Rasulullah SAW sendiri, sebagaimana tertera dalam hadits dari Al-Bara` bin ’Azib RA, dia berkata, dari Nabi SAW yang bersabda,
”Ayat: (ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﭰ  ﭱ  ﭲ   ) (Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan jawaban yang teguh), ini turun berkenaan dengan azab kubur.” (HR. Muslim, no. 2871, Al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab: Al-Jana`iz, bab: Maa Jaa`a fii ’Adzaabil Qabri, nomor hadits: 1369).
          Riwayat tentang penafsiran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di ayat ini bukan hanya datang dari Al-Bara` bin ‘Azib, melainkan juga dari Aisyah ra sebagaimana yang akan dibahas di pasal Hadits-Hadits tentang Fitnah dan Azab Kubur.

2.Surah Thaaha (20) ayat 124
          Allah Ta’ala berfirman,
ﯳ  ﯴ   ﯵ   ﯶ  ﯷ  ﯸ   ﯹ  ﯺ  ﯻ  ﯼ  ﯽ      ﯾ  ﯿ   
”dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta.”
          Rasulullah SAW mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur, sebagaimana dalam riwayat dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW yang bersabda,
“Ayat: (ﯷ  ﯸ   ﯹ  ﯺ) (maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit) yaitu azab kubur.”[1]

          Hadits marfu’ dari Rasulullah SAW yang menafsirkan ayat ini tentang azab kubur bukan hanya diriwayatkan dari Abu Hurairah, melainkan juga diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak,
“Abu Zakariya Al-‘Anbari mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdus Salam menceritakan kepada kami, Ishaq menceritakan kepada kami, Nadhr bin Syamil memberitakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Hazim Al-Madani, dari An-Nu’man bin Abi ‘Ayyasy, dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, (ﯹ  ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”
(Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, 2/413, no. 3439. Al-Hakim mengatakan hadits ini berdasarkan syarat Muslim dan Adz-Dzahabi membenarkannya sesuai dengan syarat Muslim.)
v   Abu Zakariya Al-Anbari, Yahya bin Muhammad, Adz-Dzahabi menyebut biografinya dalam Siyar A’lam An-Nubala`[2], “Al-Imam Ats-Tsiqah, Al-Mufassir Al-Mu``addib Al-Allamah”, cukuplah ini sebagai tautsiq.
v   Muhammad bin Abdus Salam bin Basysyar An-Naisaburi, biografinya disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala` juz 13 hal. 460 dan menyebutnya “Al-Imam Al-Muhaddits”.
v   Ishaq, adalah Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Rahuyah, perawi Al-Jamaah kecuali Ibnu Majah satu tingkatan dengan imam Ahmad baik dari segi usia maupun hafalan dan ilmu.[3]
v   Nadhr bin Syamil, Ibnu Al-Madini, Yahya bin Ma’in dan Abu Hatim sepakat mengatakannya tsiqah.[4]
v   Hammad bin Salamah, dia dipakai dalam Shahih Muslim dan sunan yang empat. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dia tsiqah meski di akhir umur hafalannya berubah.[5]
v   Abu Hazim Al-Madani, dia adalah Salamah bin Dinar karena memang dia yang menjadi murid An-Nu’man bin Abu ‘Ayyasy dan salah satu yang meriwayatkan darinya adalah Hammad bin Salamah. Dia adalah perawi Al-Jamaah (Al-Bukhari, Muslim dan para penyusun kitab sunan).[6]
v   An-Nu’man bin Abu ‘Ayyasy dianggap tsiqah oleh Ibnu Ma’in. Dia adalah perawi yang terpakai dalam shahihain dan dia tsiqah.[7]

Selain riwayat marfu’ ada pula beberapa riwayat mauquf dari para sahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang menafsirkan “kehidupan yang sempit” dalam ayat ini adalah azab kubur, antara lain:

1.Abu Sa’id Al-Khudri.
Dalam Tafsir Ath-Thabari, Yazid bin Makhlad Al-Wasithi menceritakan kepadaku, dia berkata, Khalid bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Abu Hazim, dari An-Nu’man bin Abi Ayyasy, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa “kehidupan yang sempit” itu adalah azab kubur.
Khalid bin Abdullah dikuatkan oleh Bisyr bin Al-Mufadhdhal yang memperkuat riwayat ini juga oleh Ath-Thabari, Muhammad bin Abdullah bin Buzaigh menceritakan kepadaku, dia berkata, Bisyr bin Al-Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dia berkata, Abdurrahman bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Abu Hazim, dari An-Nu’man bin Abi Ayyasy dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa “kehidupan yang sempit” yang dikatakan Allah itu itu adalah azab kubur.
Sanad Ath-Thabari ini shahih sampai kepada Abu Sa’id Al-Khudri karena Abdurrahman bin Ishaq yang ada dalam kedua sanad ini bisa dipastikan adalah Abdurrahman bin Ishaq Al-Madani karena dalam kitab Tahdzib Al-Kamal dialah yang tercatat sebagai murid Abu Hazim dan guru Bisyr bin Al-Mufadhdhal serta Khalid bin Abdullah Al-Wasithi. Sedangkan Abdurrahman bin Ishaq Al-Wasithi adalah munkarul hadits tapi dia tidak tercatat sebagai murid Abu Hazim dan bahkan bukan guru dari Khalid bin Abdullah sekalipun sama-sama orang Wasith.

2.Abdullah bin Mas’ud RA.
Juga Ibnu Mas’ud sebagaimana dalam kitab Itsbat ‘Adzab Al-Qabr oleh Al-Baihaqi dengan sanad: Abu Abdillah dan Abu Sa’id mengabarkan kepada kami, Abu Al-Abbas menceritakan kepada kami, Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Nu’aim menceritakan kepada kami, Abu Al-Abbas menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Al-Mukhariq, dari ayahnya, dari Abdullah yaitu Ibnu Mas’ud tentang firman Allah, (ﯹ  ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”[8]
Riwayat Al-Baihaqi ini diperkuat oleh riwayat Ath-Thabari, Abdurrahman bin Al-Aswad menceritakan kepadaku, dia berkata, Muhammad bin Rabi’ah menceritakan kepada kami, dia berkata, Abu Umais menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Al-Mukhariq, dari ayahnya, dari Abdullah tentang firman Allah, (ﯹ  ﯺ) (kehidupan yang sempit) adalah azab kubur.”[9]

3.Abu Hurairah.
          Masih oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya (18/393), dia berkata, Mujahid bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata, Yazid menceritakan kepada kami, dia berkata, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Orang kafir itu akan dilipatkan kuburannya sehingga persendiannya remuk. Itulah kehidupan yang sempit yang disebutkan oleh Allah, (ﯷ  ﯸ   ﯹ  ﯺ  ﯻ  ﯼ  ﯽ      ﯾ).”

          Perhatikanlah wahai orang-orang yang beriman, dalam kedua ayat Al-Qur`an yang mulia di atas ditafsirkan langsung oleh Rasulullah SAW bahwa maksudnya adalah azab kubur. Dengan ini, masihkah ada yang berani mengatakan bahwa dalam Al-Qur`an tidak ada ayat tentang azab kubur?!! Apakah ada yang merasa lebih mengerti tafsir kedua ayat tersebut daripada Rasulullah SAW?!!

3.Surah Ath-Thur (52) ayat 47.
          Mari kita perhatikan rangkaian firman Allah berikut ini:
ﯢ  ﯣ  ﯤ   ﯥ  ﯦ  ﯧ  ﯨ  ﯩ  ﯪ  ﯫ  ﯬ  ﯭ  ﯮ          ﯯ   ﯰ   ﯱ  ﯲ  ﯳ  ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ﯺ   ﯻ   ﯼ  ﯽ  ﯾ   
45. Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan,
46. (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong.
47. dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.

          Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang zalim tersebut akan merasakan azab pada hari mereka dibinasakan (hari kiamat). Lalu bagi mereka yang zalim disediakan azab sebelum hari kiamat, yaitu azab di dunia dan azab kubur.
          Ini sebagaimana yang ditafsirkan oleh penghulu para ahli tafsir Sang Lautan ilmu sepupu dan sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib RA. Mari kita simak pendapat Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini:
          Ath-Thabari menyebutkan beberapa riwayat dari Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat di atas dalam tafsirnya:
1.   Ali menceritakan kepadaku, katanya, Abu Shalih menceritakan kepada kami, katanya, Mu’awiyah menceritakan kepadaku, dari Ali, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah, (ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ) (dan Sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu) maksudnya adalah azab kubur sebelum azab di hari kiamat.”
2.   Bisyr menceritakan kepada kami, katanya, Yazid menceritakan kepada kami, Sa’id menceritakan kepada kami, katanya, dari Qatadah bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, ”Kalian akan menemukan (pembahasan) azab kubur dalam kitab Allah, yaitu pada ayat (ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ).”
3.   Ibnu Abdil A’la menceritakan kepada kami, katanya, Ibnu Tsaur menceritakan kepada kami, katanya, dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, ”Sesungguhnya (pembahasan) tentang azab kubur ada dalam Al-Qur`an, yaitu pada firman-Nya, (ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ).”
(Lihat Tafsir Ath-Thabari, juz 22 hal. 487, program maktabah Syamilah edisi II).
          Riwayat bahwa Ibnu Abbas menafsirkan ayat itu sebagai azab kubur juga disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab ”Itsbat ’Adzabil Qabri” hal. 63, nomor riwayat 60 dengan sanad sebagai berikut,
Al-Baihaqi: Abu Zakariya bin Abu Ishaq mengabarkan kepada kami, Abu Al-Hasan Ath-Thara`iqi mengabarkan kepada kami, Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami, dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Ali bin Abu Thalhah, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah (ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ), dia berkata, itu adalah azab kubur.”
          Juga diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam tafsirnya 2/248, dari Ma’mar, dari Qatadah bahwa Ibnu Abbas berkata, ”Sesungguhnya azab kubur itu ada dalam Al-Qur`an, kemudian dia membaca: (ﯴ  ﯵ  ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ).”
          Ternyata Ibnu Abbas tidak sendiri dari kalangan sahabat Nabi SAW yang menafsirkan demikian, ada pula Al-Bara` bin ’Azib RA yang juga menafsirkan bahwa ayat ini berkenaan dengan azab kubur sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari pula, ”Ismail bin Musa Al-Fazari menceritakan kepada kami, katanya, Syarik menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Al-Bara` maksud azab selain itu dalam ayat ini adalah azab kubur.” (Tafsir Ath-Thabari, ibid).
          Selanjutnya, Ibnu Jarir Ath-Thabari menyimpulkan setelah membanding pendapat-pendapat tentang penafsiran ayat ini, bahwa azab sebelum azab di akhirat itu bisa jadi azab di dunia yang dirasakan oleh orang kafir Quraisy berupa kelaparan atau bisa pula berupa azab kubur karena semuanya terjadi sebelum hari kiamat, sehingga azab kubur pun termasuk ke dalam maksud ayat ini.
         
4.Surah Ghafir atau Al-Mukmin (40) ayat 46
          Allah Ta’ala berfirman,
ﮒ  ﮓ  ﮔ   ﮕ  ﮖ  ﮘ  ﮙ    ﮚ  ﮛ  ﮜ  ﮝ  ﮞ   ﮟ  ﮠ  ﮡ  ﮢ  ﮤ  ﮥ  ﮦ  ﮧ    ﮨ  ﮩ  ﮪ  ﮫ  ﮬ   
45. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk.
46. kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras".”

          Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, “Ayat ini merupakan dasar yang besar bagi madzhab Ahlus Sunnah yang menetapkan adanya siksa kubur, yaitu pada kalimat (ﮞ   ﮟ  ﮠ  ﮡ  ﮢ) (kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang).” [10]
          Sementara itu Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa mayoritas ulama menyatakan penampakan neraka kepada mereka terjadi di alam barzakh, sehingga ayat ini menjadi dalil akan adanya azab kubur.[11]
          Ini selaras dengan hadits dari Ibnu Umar dimana Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian mati, maka akan diperlihatkan kepadanya bangkunya pada pagi dan sore hari. Kalau dia sebagai ahli surga (nanti di akhirat) maka (bangku yang akan diperlihatkan) adalah bangkunya di  surga, sedangkan kalau dia ahli neraka maka akan diperlihatkan bangkunya di neraka.” (Muttafaq ‘alaih, Shahih Al-Bukhari, no. 1379, Shahih Muslim, no. 2866).

5.Surah At-Tubah (9) ayat 101
          Allah Ta’ala berfirman,
ﭬ  ﭭ  ﭮ  ﭯ      ﭰ  ﭲ  ﭳ  ﭴ  ﭶ  ﭷ  ﭸ  ﭹ   ﭺ   ﭼ  ﭽ  ﭿ  ﮀ  ﮁ   ﮂ  ﮃ       ﮄ   ﮅ  ﮆ   
”Diantara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.”
          Ibnu Abbas RA menafsirkan bahwa salah satu dari dua siksa yang disebutkan di atas adalah azab kubur sebagaimana riwayat berikut:
Ath-Thabari, Al-Husain bin ’Amr Al-’Anqazi menceritakan kepada kami, katanya, ayahku menceritakan kepada kami, katanya, Asbath menceritakan kepada kami, dari As-Suddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas tentang firman Allah, (ﭿ  ﮀ) (Nanti mereka akan Kami siksa dua kali), ”Rasulullah SAW berdiri menyampaikan khutbah pada hari Jum’at, kemudian beliau bersabda, ”Keluar Wahai Si Fulan, karena kamu adalah munafik! Keluar wahai Si Fulan, karena kamu adalah munafik!” Beliau mempermalukan mereka di depan umum.
Maka keluarlah beberapa orang dan Umar bertemu dengan mereka, lalu Umar bersembunyi dari mereka karena malu kalau-kalau dia tidak ikut (terlambat) shalat Jum’at dan dia mengira orang-orang sudah bubar Jumatan. Dan merekapun bersembunyi dari Umar karena mengira Umar sudah tahu perihal mereka.
Umar pun sampai ke masjid dan ternyata orang-orang belum shalat. Lalu ada seseorang dari kalangan kaum muslimin berkata padanya, ”Wahai Umar, orang-orang munafik dipermalukan hari ini, dan ini adalah azab pertama ketika mereka diusir dari masjid, sedangkan azab kedua adalah azab kubur.”[12]
          Riwayat ini juga disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawa`id dan dia mengatakan, ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Awsath, di dalamnya ada ’Al-Husain bin ’Amr Al-’Anqazi dan dia itu dha’if.”[13]
Akan tetapi ada mutabi’ (penguat) bagi Al-Husain sebagaimana terdapat dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dalam kitab Tafsirnya, “Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Sa’d Al-Qaththan menceritakan kepada kami, ‘Amr Al-‘Anqazi menceritakan kepada kami, Asbath menceritakan kepada kami……”[14]  
Di sini Al-Husain tidak sendirian meriwayatkan dari ayahnya, ‘Amr Al-‘Anqazi tapi ada pula Ahmad Al-Qaththan. Ahmad bin Muhammad Al-Qaththan ini dinilai oleh Al-Hafizh Al-Asqalani, “Shaduq”[15], artinya sangat jujur dan riwayatnya bisa dipakai apalagi ada yang mengiringi dan memang ada yang mengiringi yaitu Al-Husain Al-‘Anqazi, sehingga mereka saling menguatkan. Wallahu a’lam.
          ‘Amr bin Muhammad Al-‘Anqazi sendiri dianggap tsiqah oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib 1/497, no. 5746.
          Asbath adalah Asbath bin Nashr Al-Hamdani karena memang dialah yang meriwayatkan dari As-Suddi dan salah satu muridnya adalah ‘Amr Al-‘Anqazi. Ada yang menganggapnya dha’if seperti Abu Nu’aim dan Ahmad bin Hanbal, tapi Yahya bin Ma’in menganggapnya tsiqah, demikian pula Ibnu Hibban. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dia “Shaduq banyak salah suka menyendiri dalam riwayat (yugharrab).” Syekh Ahmad Syakir sendiri menganggapnya tsiqah sebagaimana ia jelaskan dalam catatan kaki Tafsir Ath-Thabari 1/156.[16]
          As-Suddi adalah Ismail bin Abdurrahman, Al-Hafizh Ibnu Hajar menganggapnya “shaduq sedikit peragu (yahimu)” Muslim memakai riwayatnya dalam shahih demikian juga empat pengarang Sunan.[17]
          Abu Malik adalah Ghazwan Al-Ghifari seorang tabi’in yang tsiqah.[18]
          Setelah menyebutkan beberapa riwayat pendukung antara lain dari Mujahid, Abu Malik, Qatadah dan lain-lain yang menyatakan bahwa salah satu dari azab yang dijanjikan Allah kepada orang munafik itu adalah azab kubur, maka Ibnu Jarir Ath-Thabari pun memastikan bahwa yang dimaksud dua kali siksa di sini adalah siksa di dunia dengan segala macam bentuknya dan siksa kubur.

6.Surah At-Takatsur
          Dalam firman Allah,
ﮋ  ﮌ   ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ  ﮑ   
”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”

Ada riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA yang mengindikasikan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan azab kubur, sebagaimana dalam riwayat At-Tirmidzi dalam sunannya, dia berkata, ”Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Hakkam bin Salm Ar-Razi menceritakan kepada kami, dari ’Amr bin Abu Qais, dari Al-Hajjaj, dari Al-Minhal bin ’Amr, dari Zirr bin Hubaisy, dari Ali RA yang berkata, ”Kami masih saja ragu akan azab kubur sampai turunnya ayat (ﮋ  ﮌ   ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ  ﮑ)
(Sunan At-Tirmidzi, kitab Tafsir Al-Qur`an, bab: Min Surati Al-Haakumut Takaatsur, nomor hadits, 3355).
          Syekh Al-Albani mengomentari riwayat At-Tirmidzi ini, ”Sanad ini dha’if, semua perawinya tsiqah, hanya saja di sini ada Hajjaj bin Artha`ah[19] yang seorang mudallis dan di sini dia melakukan ‘an’anah (menyebutkan “dari” bukan “menceritakan kepada kami”).”[20]
          Tapi Ibnu Jarir Ath-Thabari juga meriwayatkan tafsiran Ali bin Abu Thalib ini dalam tafsirnya dengan jalur, Ath-Thabari: ”Ibnu Humaid[21] menceritakan kepada kami, Hakkam bin Salm[22] menceritakan kepada kami, dari ’Anbasah[23], dari Ibnu Abi Laila[24], dari Al-Minhal[25], dari Zirr[26], dari Ali, bahwa ayat (ﮋ  ﮌ   ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ  ﮑ) turun berkenaan dengan azab kubur.[27]
          Di sini Hajjaj diiringi oleh Ibnu Abi Laila yang menguatkannya. Wallahu a’lam.
          Yang bisa disimpulkan dari riwayat ini adalah, Ali bin Abu Thalib RA sebagai salah seorang sahabat Nabi SAW yang termulia meyakini adanya azab kubur berdalil dengan ayat tersebut, sehingga ini bisa dikatakan sebagai tafsiran dari seorang sahabat Nabi SAW yang menjadi panutan umat.

Wallahu a’lam bish shawab.










[1] HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya, kitab: Al-Jana`iz, bab: Al-Maridh wa maa yata’allaqu bihi, no. 3119 dinyatakan hasan sanadnya oleh Syu’aib Al-Arnauth. Juga disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Mawarid Azh-Zham`an pada kitab Tafsir, no. 1751 dan Al-Albani menganggapnya hasan dalam Shahih Mawarid Azh-Zham`an 2/180 – 181 dan 1/341- 343 no. 650/781. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Itsbat ‘Azab Al-Qabri hal. 59
[2] Juz 15, hal. 533.
[3] Lihat At-Taqrib 1/58, no. 374.
[4] Al-Jarh wa At-Ta’dil 8/477.
[5] At-Taqrib 1/168, no. 1636.
[6] Tahdzib Al-Kamal 11/272 - 278, no. 2450.
[7] Lihat: Al-Jarh wa At-Ta’dil 8/445, Taqrib At-Tahdzib 2/165, no. 8065.
[8] Itsbat ‘Adzab Al-Qubur hal. 60.
[9] Tafsir Ath-Thabari 18/392.
[10] Tafsir Ibnu Katsir, juz 4, hal. 117
[11] Lihat: Tafsir Al-Qurthubi, juz 15, hal. 319
[12] Tafsir Ath-Thabari, juz 14, hal. 442 nomor riwayat, 17122.
[13] Majma’ Az-Zawa`id, juz 7, hal. 111, no. 11053. Husain bin ‘Amr ini dimasukkan oleh Ibnu Hibban dalam kitabnya Ats-Tsiqaat, nomor 12900, artinya dia menganggapnya tsiqah. Sedangkan Ibnu Abi Hatim mengatakan dia layyin (haditnya lemah sedikit), sebagaimana dia sebutkan dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil, juz 3 hal. 61.
Abu Daud berkata tentangnya, “Aku menulis haditsnya tapi tidak mau meriwayatkan darinya.” (Lisan Al-Mizan, juz 3 hal. 200, nomor biografi, 2590).
            Perawi yang seperti ini keadaannya berarti haditsnya lemah dengan kelemahan yang tidak terlalu parah, sehingga bisa terangkat menjadi hasan bila ada yang menguatkan. Wallahu a’lam.
[14] Tafsir Ibnu Abi Hatim, dalam tafsir surah At-Taubah ayat 101 hal. 1870, no. 10303, terbitan Maktabah Nizar Mushthafa Al-Baaz.
[15] Lihat: Taqrib At-Tahdzib, juz 1, hal. 35, no: 120.
[16] Lihat: Al-Jarh 2/332, At-Taqrib 1/57, no. 362, Ats-Tsiqaat karya Ibnu Hibban 6/85, no. 6834.
[17] At-Taqrib 1/71, no. 531.
[18] At-Taqrib 2/3, no. 6020, Al-Jarh 7/55.
[19] Hajjaj bin Artha`ah, Al-Hafizh menyebutnya “Shaduq banyak kesalahan dan tadlis” (At-Taqrib, 1/135, no. 1239). Dengan demikian haditsnya lemah bila bersendirian, tapi di sini dia tidak sendirian karena ada Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila yang menguatkannya.
[20] Lihat: Kitab Zhilalul Jannah karya Al-Albani yang merupakan takrij dari kitab kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi ’Ashim, ketika mentakhrij hadits nomor 877 juz 2, hal. 425.
[21] Muhammad bin Humaid, Ibnu Jarir banyak meriwayatkan darinya, Al-Hafizh dalam At-Taqrib menyatakan dia seorang hafizh yang dha’if, tetapi Ibnu Ma’in menganggapnya tsiqah sebagaimana dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil juz 7 hal. 232-233. Al-Khalili menyebutnya sebagai hafizh termasuk pembesar ahli hadits, Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in merestuinya dan menganjurkan orang untuk mendengar hadits darinya (Al-Irsyad fii Ma’rifati ‘Ulama Al-Hadits 2/669, no. 428). Perawi seperti ini tidak mungkin ditolak haditsnya karena ada mutabi’ yaitu riwayat Abu Kuraib dari at-Tirmidzi di atas.
[22] Hakkam bin Salm, tsiqah merupakan perawi Muslim dan empat kitab sunan dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib 1/162, no. 1567
[23] Dia adalah ‘Anbasah bin Sa’id bin Adh-Dhurais Al-Asadi karena dalam Tafsir Ath-Thabari dialah yang sering meriwayatkan dari Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila, serta dia pula guru Hakkam bin Salm. Dia dianggap tsiqah oleh Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’in dan Abu Zur’ah, sedangkan Abu Hatim menganggapnya “laa ba`sa bih” (tidak ada masalah) sebagaimana disebutkan dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil 6/399, no. 2230.
[24] Yaitu Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laila, dia ini shaduq (jujur) hanya saja hafalannya buruk sekali, tapi riwayatnya akan kuat bila diikuti oleh orang yang sama dengannya dan Hajjaj bin Arthaah setingkat kelemahannya dengannya. Lihat: Taqrib At-Tahdzib 2/70, no. 6844.
[25] Al-Minhal bin ‘Amr merupakan perawi yang dipakai dalam Shahih Al-Bukhari dan empat kitab sunan, menurut Al-Hafizh dia shaduq ada kemungkinan salah (At-Taqrib 2/144, no. 7786). Orang seperti ini berarti haditsnya hasan.
[26] Zirr bin Hubaisy merupakan perawi al-kutub as-sittah, tsiqah tokoh yang agung sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib 1/212, no. 2191).
[27] Tafsir Ath-Thabari juz 24, hal. 580 program maktabah syamilah edisi II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar