Rabu, 13 November 2013

Fatwa Syaikhul Azhar dan Mufti Mesir tentang Larangan Mengubur Di Dalam Masjid

Menguburkan di dalam masjid tidak diperbolehkan

Mufti: Abdul Majid Salim[1]
Jumadil Ula 1359 H / 22 Juni 1940 M

Dasar:
  1. Tidak boleh menguburkan mayat di masjid
  2. Apabila mayat telah dikuburkan di masjid maka kuburannya harus dibongkar menurut Imam Ahmad.

Pertanyaan:
          Kementerian wakaf menulis sebagai berikut:
Di tengah masjid Izzuddin Abek ada dua buah kuburan yang tersebut dalam kitab Al-Khuthath At-Taufiqiyyah (Atlas negeri Mesir) dan di depan dan belakangnya orang-orang melaksanakan syiar-syiar (shalat, ngaji, zikir dan lain-lain).
          Pimpinan masjid ini meminta kepada pemerintah daerah Mesir agar dia bisa dikuburkan di salah satu kuburan tersebut karena kakeknya yang membangun masjid ini dikuburkan di salah satunya.
          Kami mohon keterangan hukum syar’i tentang hal ini.

Jawab:

          Kami telah membaca surat dari kementerian nomor 2723 bertanggal 21-3-1940 yang meminta keterangan hukum syar’i akan permintaan ketua pengurus masjid Izzuddin Abek yang minta dikebumikan di salah satu diantara dua kuburan yang ada di dalam masjid itu.
          Kami ingatkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memfatwakan tidakbolehnya menguburkan mayat di dalam masjid baik anak kecil maupun orang dewasa, baik orang mulia atau yang lain. Karena masjid tidak boleh diserupakan dengan kuburan.
          Dalam fatwanya yang lain beliau mengatakan larangan penguburan mayat di dalam masjid. Kalau masjid dibangun sebelum penguburan maka harus diubah, baik dengan meratakan kuburan atau membongkarnya bila masih baru….(sampai akhir fatwa Ibnu Taimiyah).
          Hal itu dikarenakan penguburan di dalam masjid akan mengeluarkan sebagian tanah masjid dari peruntukannya untuk shalat wajib dan turunannya berupa shalat sunnah, zikir, pengajian, dan itu (mengeluarkan bagian masjid dari fungsi tersebut) tidak dibolehkan dalam syariat.
          Lagi pula, menjadikan kuburan di dalam masjid dengan bentuk seperti yang ada dalam pertanyaan akan mengakibatkan orang shalat menghadap ke kuburan itu atau di sisinya padahal banyak hadits yang melarang hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha` Ash-Shirat Al-Mustaqim halaman 158, “Sesungguhnya nas-nas dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mutawatir melarang shalat di sisi kuburan secara umum serta menjadikannya sebagai masjid atau membangun masjid di atasnya.”
          Diantara hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Martsad yang berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah shalat menghadapnya.”
          Ibnu Al-Qayyim berkata, “Imam Ahmad dan lainnya menegaskan bahwa jika mayat dikuburkan di dalam masjid maka kuburannya harus dibongkar.
          Ibnu Al-Qayyim juga berkata, ”Dalam Islam tidak boleh bersatu antara masjid dengan kuburan, mana yang lebih dulu maka itu dipertahankan dan yang baru datang harus dicegah dan yang berhak menempati tempat itu adalah yang pertama kali dibangun.” Demikian kata Ibnu Al-Qayyim dalam kitabnya Zaad Al-Ma’ad.
          Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Muhadzdzab (5 / 316) mengatakan, “Nash-nash Asy-Syafi’i dan para pengikutnya telah sepakat akan dibencinya membangun masjid di atas kuburan baik mayatnya terkenal dengan kebaikan ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits.
          Asy-Syafi’i dan para ulama pengikut madzhabnya mengatakan, dimakruhkan shalat menghadap ke kuburan baik mayat itu orang shalih atau bukan.”
          Al-Hafizh Abu Musa Az-Za’farani rahimahullah, “Tidak boleh shalat menghadap ke kuburan dan tidak pula di sisinya baik karena ingin bertabarruk maupun mengagungkan kuburan itu berdasarkan hadits-hadits.” (selesai nukilan dari An-Nawawi –penerj).
          Para ulama Hanafiyyah menegaskan kemakruhan shalat jenazah di dalam masjid berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,
“Siapa yang shalat jenazah di dalam masjid maka tidak ada pahala baginya.”[2]
          Penulis kitab Al-Hidayah memberi alasan pemakruhan ini dengan dua alasan: Pertama, bahwa masjid dibangun untuk melaksanakan shalat wajib dan turunannya berupa shalat sunnah, zikir dan majlis taklim.”
          Kalau saja shalat jenazah di masjid dimakruhkan karena itu dengan hukum makruh tahrim (haram) sebagaimana dalam salah satu dari dua riwayat dan inilah yang dipilih oleh Al-Allamah Qasim dan lainnya, berarti menguburkan di masjid lebih pantas untuk diharamkan, karena menguburkan di masjid berarti mengeluarkan salah satu bagian masjid yang menjadi tempat penguburan dari fungsi masjid itu sendiri yaitu shalat wajib dan turunannya. Ini jelas terlarang secara syara’.”
          Dengan apa yang kami sebutkan ini maka jelaslah jawaban bagi pertanyaan di atas.


Sumber: Fatawa Dar Al-Ifta Al-Mihsriyyah maktabah shamela 7/154, dan Risalah “Fatawa Kibar Ulama Al-Azhar fii Al-Adhrihah” hal. 27-32.
Diterjemahkan oleh Anshari Taslim.





[1] Menjabat sebagai mufti Mesir tahun 1928 – 1952. Lihat biografinya di:
sini
[2] Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dengan sanad yang dhaif karena dalam sanadnya ada Shalih Mawla Tau`amah, sehingga tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Lihat takhrij Syuaib Al-Arnauth dalam Musnad Ahmad 15/454.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar