Menguburkan di dalam masjid tidak diperbolehkan
Mufti: Abdul Majid Salim[1]
Jumadil Ula 1359 H / 22 Juni 1940 M
Dasar:
- Tidak boleh menguburkan mayat
di masjid
- Apabila mayat telah dikuburkan
di masjid maka kuburannya harus dibongkar menurut Imam Ahmad.
Pertanyaan:
Kementerian wakaf
menulis sebagai berikut:
Di tengah masjid Izzuddin Abek ada dua buah kuburan yang tersebut
dalam kitab Al-Khuthath At-Taufiqiyyah (Atlas negeri Mesir) dan di depan dan belakangnya
orang-orang melaksanakan syiar-syiar (shalat, ngaji, zikir dan lain-lain).
Pimpinan masjid ini
meminta kepada pemerintah daerah Mesir agar dia bisa dikuburkan di salah satu
kuburan tersebut karena kakeknya yang membangun masjid ini dikuburkan di salah
satunya.
Kami mohon
keterangan hukum syar’i tentang hal ini.
Jawab:
Kami telah membaca
surat dari kementerian nomor 2723 bertanggal 21-3-1940 yang meminta keterangan
hukum syar’i akan permintaan ketua pengurus masjid Izzuddin Abek yang minta
dikebumikan di salah satu diantara dua kuburan yang ada di dalam masjid itu.
Kami ingatkan bahwa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah memfatwakan tidakbolehnya menguburkan mayat
di dalam masjid baik anak kecil maupun orang dewasa, baik orang mulia atau yang
lain. Karena masjid tidak boleh diserupakan dengan kuburan.
Dalam fatwanya yang
lain beliau mengatakan larangan penguburan mayat di dalam masjid. Kalau masjid
dibangun sebelum penguburan maka harus diubah, baik dengan meratakan kuburan
atau membongkarnya bila masih baru….(sampai akhir fatwa Ibnu Taimiyah).
Hal itu dikarenakan
penguburan di dalam masjid akan mengeluarkan sebagian tanah masjid dari peruntukannya
untuk shalat wajib dan turunannya berupa shalat sunnah, zikir, pengajian, dan
itu (mengeluarkan bagian masjid dari fungsi tersebut) tidak dibolehkan dalam
syariat.
Lagi pula,
menjadikan kuburan di dalam masjid dengan bentuk seperti yang ada dalam
pertanyaan akan mengakibatkan orang shalat menghadap ke kuburan itu atau di
sisinya padahal banyak hadits yang melarang hal tersebut sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha` Ash-Shirat
Al-Mustaqim halaman 158, “Sesungguhnya nas-nas dari Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam telah mutawatir melarang shalat di sisi kuburan secara umum serta
menjadikannya sebagai masjid atau membangun masjid di atasnya.”
Diantara
hadits-hadits tersebut adalah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Martsad
yang berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah shalat menghadapnya.”
Ibnu Al-Qayyim
berkata, “Imam Ahmad dan lainnya menegaskan bahwa jika mayat dikuburkan di
dalam masjid maka kuburannya harus dibongkar.
Ibnu Al-Qayyim juga
berkata, ”Dalam Islam tidak boleh bersatu antara masjid dengan kuburan, mana
yang lebih dulu maka itu dipertahankan dan yang baru datang harus dicegah dan
yang berhak menempati tempat itu adalah yang pertama kali dibangun.” Demikian
kata Ibnu Al-Qayyim dalam kitabnya Zaad Al-Ma’ad.
Al-Imam An-Nawawi dalam
Syarh Al-Muhadzdzab (5 / 316) mengatakan, “Nash-nash Asy-Syafi’i dan para
pengikutnya telah sepakat akan dibencinya membangun masjid di atas kuburan baik
mayatnya terkenal dengan kebaikan ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits.
Asy-Syafi’i dan
para ulama pengikut madzhabnya mengatakan, dimakruhkan shalat menghadap ke
kuburan baik mayat itu orang shalih atau bukan.”
Al-Hafizh Abu Musa Az-Za’farani
rahimahullah, “Tidak boleh shalat menghadap ke kuburan dan tidak pula di
sisinya baik karena ingin bertabarruk maupun mengagungkan kuburan itu
berdasarkan hadits-hadits.” (selesai nukilan dari An-Nawawi –penerj).
Para ulama
Hanafiyyah menegaskan kemakruhan shalat jenazah di dalam masjid berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam,
“Siapa yang shalat jenazah di dalam masjid maka tidak ada pahala
baginya.”[2]
Penulis kitab
Al-Hidayah memberi alasan pemakruhan ini dengan dua alasan: Pertama, bahwa
masjid dibangun untuk melaksanakan shalat wajib dan turunannya berupa shalat
sunnah, zikir dan majlis taklim.”
Kalau saja shalat
jenazah di masjid dimakruhkan karena itu dengan hukum makruh tahrim (haram)
sebagaimana dalam salah satu dari dua riwayat dan inilah yang dipilih oleh
Al-Allamah Qasim dan lainnya, berarti menguburkan di masjid lebih pantas untuk
diharamkan, karena menguburkan di masjid berarti mengeluarkan salah satu bagian
masjid yang menjadi tempat penguburan dari fungsi masjid itu sendiri yaitu
shalat wajib dan turunannya. Ini jelas terlarang secara syara’.”
Dengan apa yang
kami sebutkan ini maka jelaslah jawaban bagi pertanyaan di atas.
Sumber: Fatawa Dar Al-Ifta Al-Mihsriyyah maktabah shamela 7/154,
dan Risalah “Fatawa Kibar Ulama Al-Azhar fii Al-Adhrihah” hal. 27-32.
Diterjemahkan oleh Anshari Taslim.
[2] Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Ibnu
Majah dengan sanad yang dhaif karena dalam sanadnya ada Shalih Mawla Tau`amah,
sehingga tidak bisa dipakai sebagai hujjah. Lihat takhrij Syuaib Al-Arnauth
dalam Musnad Ahmad 15/454.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar