Senin, 23 Desember 2013

Fatwa Komisi Tetap Arab Saudi: Kapan disebut Darul Islam dan Darul Kufr



السؤال الأول من الفتوى رقم (2635)
س1: ما الشروط الواجب توفرها في بلد حتى تكون دار حرب أو دار كفر؟

ج1:
كل بلاد أو ديار يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله، ويحكمون رعيتها بشريعة الإسلام، وتستطيع فيها الرعية أن تقوم بما أوجبته الشريعة الإسلامية عليها؛ فهي دار إسلام، فعلى المسلمين فيها أن يطيعوا حكامها في المعروف، وأن ينصحوا لهم، وأن يكونوا عونا لهم على إقامة شؤون الدولة، ودعمها بما أوتوا من قوة علمية وعملية، ولهم أن يعيشوا فيها، وألا يتحولوا عنها إلا إلى ولاية إسلامية، تكون حالتهم فيها أحسن وأفضل، وذلك كالمدينة بعد هجرة النبي صلى الله عليه وسلم إليها، وإقامة الدولة الإسلامية فيها، وكمكة بعد الفتح؛ فإنها صارت بالفتح وتولي المسلمين أمرها دار إسلام بعد أن كانت دار حرب تجب الهجرة منها على من فيها من المسلمين القادرين عليها.
وكل بلاد أو ديار، لا يقيم حكامها وذوو السلطان فيها حدود الله، ولا يحكمون في الرعية بحكم الإسلام، ولا يقوى المسلم فيها على القيام بما وجب عليه من شعائر الإسلام؛ فهي دار كفر، وذلك مثل مكة المكرمة قبل الفتح، فإنها كانت دار كفر، وكذا البلاد التي ينتسب أهلها إلى الإسلام، ويحكم ذوو السلطان فيها بغير ما أنزل الله، ولا يقوى المسلمون فيها على إقامة شعائر دينهم، فيجب عليهم أن يهاجروا منها، فرارا بدينهم من الفتن، إلى ديار يحكم فيها بالإسلام، ويستطيعون أن يقوموا فيها بما وجب عليهم شرعاز
ومن عجز عن الهجرة منها من الرجال والنساء والولدان فهو معذور، وعلى المسلمين في الديار الأخرى أن ينقذوه من ديار الكفر إلى بلاد الإسلام، قال الله تعالى: {إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا} (¬1) {إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا} (¬2) {فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا} (¬3) وقال تعالى: {وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا} (¬4) أما من قوي من أهلها على إقامة شعائر دينه فيها، وتمكن من إقامة الحجة على الحكام وذوي السلطان، وأن يصلح من أمرهم، ويعدل من سيرتهم، فيشرع له البقاء بين أظهرهم؛ لما يرجى من إقامته بينهم من البلاغ والإصلاح، مع سلامته من الفتن.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو ... عضو ... نائب رئيس اللجنة ... الرئيس
عبد الله بن قعود ... عبد الله بن غديان ... عبد الرزاق عفيفي ... عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Pertanyaan Pertama dari Fatwa Nomor:2635
Pertanyaan 1:
( Nomor bagian 12; Halaman 52)
Apa syarat -syarat wajib yang harus ada pada suatu negara hingga dapat dikatakan sebagai kawasan perang atau wilayah kafir ?
Jawaban 1:
Semua negara yang para pemimpinnya menjadikan hukum Allah sebagai aturan dan menerapkan syariat Islam pada rakyatnya, di mana rakyatnya mampu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat Islam, maka itu adalah negara Islam. Kaum Muslimin yang tinggal di negara tersebut harus menaati para pemimpinnya dalam kebaikan, memberikan masukan pada pemerintah, membantu dalam pelaksanaan kebijakan negara , dan menyokongnya dengan intelektualitas dan aksi nyata. Hendaknya mereka tetap tinggal di negara tersebut dan tidak pindah, kecuali ke negara Islam lainnya yang dapat menjamin kondisi mereka lebih baik jika berada di sana. Itu seperti Madinah setelah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hijrah dan mendirikan negara Islam di sana, juga seperti Makkah setelah ditaklukkan. Sebab, setelah ditaklukkan dan dipimpin oleh kaum Muslimin, Makkah menjadi wilayah Islam, di mana sebelumnya merupakan kawasan perang yang harus ditinggalkan oleh penduduk Muslim di sana yang mampu melakukannya.

Semua negara atau wilayah yang para pemimpinnya tidak menegakkan hukum Allah dan tidak menerapkan syariat Islam pada rakyatnya, serta kaum Muslimin yang tinggal di dalamnya kesulitan untuk melaksanakan kewajiban syariat Islam, maka itu merupakan wilayah kafir . Contohnya adalah Makkah al-Mukarramah sebelum ditaklukkan, sesungguhnya saat itu merupakan wilayah kafir . Demikian juga negara -negara yang para penduduknya menisbatkan diri kepada Islam namun para pemimpinnya menerapkan aturan selain hukum Allah, serta kaum Muslimin di sana tidak mampu menjalankan kewajiban syariat Islam. Mereka wajib berhijrah dari negara tersebut demi menjaga agama mereka dari fitnah menuju negara yang menerapkan hukum Islam, sehingga dapat menjalankan kewajiban syariat dengan baik. Orang yang tidak mampu berhijrah dari negara tersebut tetap dimaafkan, baik dari kalangan laki-laki, wanita, maupun anak-anak. Kaum Muslimin yang lain harus menyelamatkannya dari wilayah kafir tersebut menuju wilayah Islam.
Allah Ta'ala berfirman, 
*        (Qs. An-Nisa` : 97-98).
Allah juga berfirman, 
*         
*        (Qs. An-Nisa` : 99).
Adapun seorang Muslim yang tinggal di negara kafir tersebut dan tetap mampu menjalankan kewajiban syariatnya, dapat menegakkan kebenaran di hadapan pemerintah, ikut membenahi kebijakan dan meluruskan perilaku mereka, maka dia dianjurkan untuk tetap tinggal bersama mereka. Dengan begitu, dia diharapkan dapat menyampaikan kebenaran dan memperbaiki keadaan, sambil tetap terjamin dari fitnah (hal-hal buruk).


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa

Anggota
Anggota
Wakil Ketua Komite
Ketua



Sumber: Fatawa Lajnah Ad-Da`imah kumpulan pertama tahqiq Ahmad Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, terbitan Darul 'Ashimah tahun 1998, jilid 12 hal. 52-54.

8 komentar:

  1. Tanya pak:
    1. Apakah Arab Saudi (AS) disebut negara Islam?
    2. Kalau YA, bukankah semua kaum Muslimin WAJIB membaiatnya?
    3. Kalau TIDAK WAJIB, apakah alasannya?

    Jazakallah

    BalasHapus
    Balasan
    1. 1. Arab Saudi bisa disebut negara Islam karena telah menerapkan syariat Islam, bahwa kemudian ada pelanggaran maka itu sama dgn masa Umawiyyah dan Abbasiyyah yg juga banyak para pemimpinnya yg zalim.
      2. Wajib membaiat dalam artian umum bagi yg warga negara sana. Sebab bai'at itu harus ada timbal balik, kalau kita yg di Indonesia membaiat mereka maka mereka harus menanggung kehidupan kita dan memberi jaminan kewarganegaraan bagi mereka.
      3. Alasan tidak wajib bagi kita yg di luar Arab Saudi karena berada di luar kekuasaan negaranya, tidak ada gunanya membaiat pemerintah yg tidak menguasai kita.

      Hapus
    2. Yang jawaban no. 3, bukankah kaidahnya jika seseorang sudah diaiat sebagai Amirul Mukminin, seluruh Muslim, TANPA KECUALI juga harus membaiatnya, Ustadz?

      Penjelasan tentang timbal balik antara rakyat Muslim dan Amirul Mukminin tersebut adakah dalil tertentu, apau perbuatan Salaf?

      Hapus
    3. Persoalannya membaiatnya bagaimana sedangkan kita berada di luar negara itu. Kecuali misalnya begini, negara itu menaklukkan negara kita dan memaksa negara kita menerapkan syariat Islam, barulah kita bisa membaiatnya dgn membantunya menaklukkan negara kita.
      Makanya pula kewajiban seorang muslim yang ada di negeri kafir adalah hijrah ke negeri Islam bila memungkinkan, bukan cukup membaiat dan tetap tingal di negeri kafir itu. Wallahu a'lam.

      Hapus
  2. assalamualaikum ustadz
    bukankah penetapan suatu negara disebut sbg negara islam, kafir itu tdklah qoth'iy tolok ukurnya...? artinya tdk ada dalil yg mengatakan bhw tolok ukur dsebut sbg islam dan kafir itu dilihat dr hukum yg diberlakukan? bukankah banyakjg ulama lain yg memberikan tolokukur dg agaa mayoritas? adanya syiar2 islam spt adzan dll? apakah ini bukan malah menunjukkan bhw penentuan syarat tsb adalah ijtihadiyah?
    barakallahu fikum

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa alaikum salam, ya ini ijtihadiyyah tinggal dilihat mana yg rajih secara dalil pendukung.

      Hapus
  3. Afwan Ustadz, apakah presiden RI adalah ulil amri? bolehkah menyebarkan aib presiden RI di depan umum?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Presiden yang tidak menerapkan syariat dan tidak ada usaha untuk itu dan terlihat dari ideologinya yg jelas kelihatan sekuler maka dia bukan waliyyul amri syar'i, tapi tetap tidak boleh menyebarkan aibnya.
      Kecuali bila aib itu dia tampakkan di depan publik atau dia jadikan sebuah kebijakan yg mengikat barulah boleh ditentang

      Hapus