Al-Bukhari
dan Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أَوْ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ
“Orang yang mengurus janda dan miskin sama seperti
mujahid di jalan Allah atau seperti orang yang shalat malam dan puasa di siang
hari.”
(Hr. Al-Bukhari, no. 5353, Muslim, no. 2982, ini
adalah redaksi Al-Bukhari).
Dalam
redaksi Muslim dan juga Al-Bukhari di tempat lain (nomor 6007) berbunyi,
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ
اللهِ - وَأَحْسِبُهُ قَالَ - وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ، وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ
“Orang yang mengurus janda dan miskin seperti
mujahid di jalan Allah –dan aku rasa beliau juga mengatakan- dan seperti orang yang
shalat malam tak jemu-jemu dan puasa yang tak pernah henti.”
Kata
(السَّاعِي عَلَى) dapat diartikan sebagai orang yang mengurusi keperluan atau
bekerja demi hal lain. Maka, (السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ
وَالْمِسْكِينِ) dapat diartikan orang yang bekerja atau melakukan aktivitas
demi memenuhi kebutuhan janda dan miskin, meski bukan dari dana pribadinya
sendiri, tapi dialah yang mengkoordinir dan menyalurkannya secara tepat.
Setidaknya
pengertian inilah yang bisa didapatkan dari para ulama yang menjelaskan hadits
ini. Misalnya Al-Qadhi Iyadh dalam kitab Masyariq Al-Anwar ketika menjelaskan
kata (سعى), dia mengatakan,
وَمِنْه السَّاعِي على عِيَاله
وعَلى الأرملة واليتيم أَي الْعَامِل ليقوتهم
“Termasuk diantaranya kata as-sa’iy ‘ala ‘iyaalihi
(yang bekerja untuk keluarganya) dan untuk janda serta yatim berarti yang bekerja
untuk makan sehari-hari mereka.” (Masyariq Al-Anwar ‘ala Shihah Al-Atsar
2/225).
Sedang
dalam Ikmal Al-Mu’lim syarh Shahih Muslim Iyadh berkata,
وقوله: " الساعى على الأرملة ": أى الكاسب لها والعامل لقوتهم.
والسعى: العمل
“Perkataan, as-sa’i ‘ala al-armalah” artinya yang bekerja
untuknya dan mengusahakan makan mereka sehari-hari. Kata as-sa’y sendiri
artinya adalah al-‘amal (bekerja).” (Ikmal Al-Mu’lim 8/531).
An-Nawawi
ketika menjelaskan hadits ini mengatakan,
الْمُرَادُ بِالسَّاعِي الْكَاسِبُ لهما العامل لمؤنتهما
“Maksud dari kata (الساعي)
adalah orang yang bekerja untuk mereka (janda dan yatim) mengurusi keperluan
mereka.” (Syarh Shahih Muslim 18/112).
Ibnu
Jarir Ath-Thabari juga menjelaskan,
و"السعي" في كلام العرب العمل، يقال منه:"فلان يسعى على
أهله"، يعني به: يعمل فيما يعود عليهم نفعه
“kata as-sa’yu dalam bahasa arab artinya al-‘amal
(bekerja), misalnya dalam kalimat, (فلان يسعى على أهله)
artinya dia berkerja menghasilkan sesuatu yang terpulang manfaatnya untuk diri
mereka.” (Tafsir Ath-Thabari 4/238 tahqiq Ahmad Syakir).
Sementara
Ibnu Manzhur dalam Lisan Al-‘Arab menerangkan,
وسَعَى عَلَيْهَا: كعَمِل عَلَيْهَا. وَالسَّاعِي: الَّذِي يقومُ بأَمرِ
أَصحابهِ عِنْدَ السُّلْطانِ، والجمعُ السُّعاةُ. قَالَ: وَيُقَالُ إِنَّهُ ليَقوم
أَهلَه أَي يقومُ بأَمرِهِم. وَيُقَالُ: فُلَانٌ يَسْعَى عَلَى عِياله أَي يَتَصَرَّف
لَهُمْ،
“kata (سَعَى عليها) artinya melakukan pekerjaan atasnya. As-Sa`iy
artinya orang yang mengurusi urusan teman-temannya di sisi penguasa. Jamaknya adalah
su’aah. Dikatakan pula artinya orang yang mengurusi keperluan keluarganya,
misalnya dalam kalimat, (فُلَانٌ يَسْعَى عَلَى عِياله)
(Fulan mengurusi keluarganya) artinya dia yang bekerja dan mengatur segalanya
untuk mereka.” (Lisan Al-‘Arab 14/386).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hadits di atas ditujukan
kepada siapa saja yang dengan sukarela mengurusi segala keperluan janda dan
miskin selama hidup mereka dan selama sifat keadaan mereka masih perlu bantuan.
Mengapa pahalanya sedemikian besar? Di sini Abu Abbas Al-Qurthubi menjelaskan
dalam kitab Al-Mufhim,
انما شبه الساعي على الأرملة بالمجاهد؛ لأنَّ القيام على المرأة بما يصلحها
وما يحفظها ويصونها لا يتصور الدوام عليه إلا مع الصبر العظيم ومجاهدة النفس والشيطان.
فإنَّهما يكسلان عن ذلك ويثقلانه وبفسدان النيات في ذلك. وربما يدعوان بسبب ذلك إلى
السوء ويسولانه، ولذلك قل من يدوم على ذلك العمل، وأقل من ذلك من يسلم منه. فاذا حصل
ذلك العمل حصلت منه فوائد كشف كرب الضعفاء ، وإبقاء رمقهم ، وسد خلتهم، وصون حرمتهم.
“Dipersamakannya orang yang mengurus janda dengan
mujahid hanyalah karena mengurus keperluan wanita dan menjaganya tak mungkin
bisa dilakukan kecuali dengan kesabaran tingkat tinggi serta melawan hawa nafsu
dan setan. Keduanya (hawa nafsu dan setan) akan membuat malas orang melakukan
kegiatan itu, membuatnya terasa berat serta bisa merusak niat. Bahkan keduanya
bisa mengarahkan dan menggoda pada keburukan. Makanya, amat sedikit yang bisa
kontinyu melakukan kegiatan tersebut, dan yang lebih sedikit lagi adalah yang bisa
selamat kala telah melakukannya. Kalau berhasil, berarti dia telah menghasilkan
banyak manfaat berupa menghilangkan kesusahan orang-orang lemah, menyelamatkan
keberlangsungan hidup mereka, menutupi kebutuhan dan menjaga kehormatan mereka.”
(Al-Mufhim lima Asykala ‘an Talkhish Kitab Muslim 6/613).
Dari keterangan ini maka dapat kita simpulkan bahwa hadits
di atas ditujukan kepada mereka yang dengan suka rela, ikhlas lillaahi Ta’ala mengurusi
keperluan para janda, orang miskin, termasuk anak yatim yang lemah dan juga
orang jompo atau orang terlantar, meski dananya bukan dari mereka dan mereka
hanya mengkoordinir penyaluran donasi serta mengatur segala hal yang berkenaan
dengannya. Inilah yang dilakukan
panti-panti asuhan atau lembaga sejenis.
Kita
saksikan banyak orang yang mau meluangkan waktunya untuk mengurusi hal semacam
ini dalam hidup mereka. Membesarkan anak-anak terlantar, memungut gembel dari
jalanan, mendidik para janda untuk beruwirausaha, menghidupi orang-orang jompo yang
miskin dan lain-lain. Mereka inilah yang seakan telah berjihad di jalan Allah
atau shalat sepanjang malam dan puasa sepanjang siang. Makanya, Ibnu Baththal
ketika menjelaskan hadits ini dalam Shahih Bukhari mengatakan,
من عجز عن الجهاد فى سبيل الله وعن قيام الليل وصيام النهار، فليعمل بهذا
الحديث وليسع على الرامل والمساكين ليحشر يوم القيامة فى جملة المجاهدين فى سبيل الله
دون أن يخطو فى ذلك خطوة، أو ينفق درهمًا، أو يلقى عدوًا يرتاع بلقائه، أو ليحشر فى
زمرة الصائمين والقائمين وينال درجتهم وهو طاعم نهاره نائم ليلة أيام حياته، فينبغى
لكل مؤمن أن يحرص على هذه التجارة التى لاتبور، ويسعى على أرملة أو مسكين لوجه الله
تعالى فيربح فى تجارته درجات المجاهدين والصائمين والقائمين من غير تعب ولانصب، ذلك
فضل الله يوتيه من يشاء.
“Siapa yang tak sanggup berperang di jalan Allah,
atau tak kuat shalat malam dan puasa siang (sunnah) maka hendaknya dia
mengamalkan hadits ini dengan mengurusi janda-janda dan orang miskin agar nanti
di hari kiamat bisa dikumpulkan bersama dengan para mujahidin di jalan Allah
meski dia sendiri tak pernah melangkahkan kaki (ke medan perang), atau tak pula
menyumbangkan satu dirhampun atau bertemu musuh yang ketakutan kala bertemu. Atau
dia akan dikumpulkan bersama golongan orang yang selalu puasa dan shalat malam,
memperoleh derajat yang sama dengan mereka meski saban siang dia selalu makan
dan tidur sepanjang malam.
Hendaklah setiap mukmin yang berambisi mendapatkan
perdagangan yang tak pernah rugi ini untuk mengurusi para janda dan orang
miskin tulus hanya karena Allah Ta’ala. Itu akan membuatnya untung besar sama
dengan perolehan derajat mujahid di jalan Allah, orang yang puasa sunnah, dan
shalat malam tanpa harus berlelah dan bersusah payah. Itulah karunia Allah yang
Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (Syarh Shahih Al-Bukhari
oleh Ibnu Baththal 9/218).
Anshari Taslim, 11 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar