Kamis, 26 Desember 2019

Fatwa Zakat untuk Kepentingan Dakwah



Risalah
Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim
Dari yang mencintai kalian, Muhammad Shalih Al-Utsaimin, kepada saudara yang mulia..... semoga Allah menjaganya.
Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh.


        Surat anda telah sampai kepada kami dan kami bahagia mendengar kesehatan anda, alhamdulillah.
            Dua selebaran dari Persatuan Mahasiswa Muslim di ..... (tidak disebutkan dalam buku fatwanya –penerj) telah sampai minggu lalu. Saya telah membacanya dan kagum dengan kegiatan lembaga ini, kami mohon kepada Allah agar menambahkan pemahaman agama serta menguatkan dakwah mereka.
          Pertanyaan antum tentang membayarkan zakat kepada mereka atas dasar jihad di jalan Allah sehingga mereka masuk dalam firman Allah, wa fii sabilillaah (surah At-Taubah ayat 60).
Jawabannya sebagai berikut:

          Firman Allah Ta’ala
{وَفِى سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
“Dan di jalan Allah, dan untuk ibnu sabil. Itu adalah ketetapan dari Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
          Maksudnya adalah mereka yang berperang di jalan Allah meninggikan kalimat Allah, maka mereka diberikan nafkah dan perbekalan untuk berperang.
          Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, “Maksudnya mereka adalah pasukan tempur dan tempat ribath, mereka diberikan zakat untuk keperluan perang mereka baik mereka kaya ataupun miskin.”
          Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, “Tidak ada perbedaan pendapat bahwa mereka adalah pasukan di jalan Allah, karena kalau disebut di jalan Allah saja maka maksudnya adalah perang.” Lalu Ibnu Qudamah mendalili hal itu dengan beberapa dalil serta menyebutkan pernyataan Al-Khiraqi bahwa orang yang berhaji juga termasuk di jalan Allah,tapi satu riwayat dari Imam Ahmad memastikan mereka tidak dapat bagian zakat. Ini juga yang menjadi pendapat Malik, Laits, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Abu Tsaur, Ibnu Al-Mundzir.
          Selanjutnya Ibnu Qudamah mengatakan, “Inilah pendapat yang paling shahih, karena di jalan Allah kalau disebutkan tanpa embel-embel lain berarti jihad.”
          Beliau melanjutkan, “Karena zakat itu sejatinya ditujukan kepada salah satu dari dua orang, pertama yang membutuhkan harta tersebut yaitu kalangan fakir miskin, riqab, gharim untuk membayar hutangnya, atau kepada orang yang dibutuhkan oleh kaum muslimin yaitu amil, pasukan tempur, muallaf, dan orang yang berutang demi mendamaikan kelompo bertikai. Orang yang melaksanakan hajidi kalangan fakir tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin dan mereka juga tak memerlukannya, bahkan dia sendiri juga tak perlu melakukanya, karena orang fakir tak wajib berhaji. Allah membebaskannya dari kewajiban haji, sehingga akan lebih baik menyerahkan harta zakat itu kepada yang lebih membutuhkan dari kedelapan golongan yang disebutkan.”
Selesai dari Ibnu Qudamah.
          Dari sini jelaslah bahwa yang dimaksud fii sabilillah dalam ayat tadi hanyalah jihad di jalan Allah, karena itu mengandung pembelaan terhadap agama Islam serta masuknya orang-orang ke dalamnya termasuk pembelaan terhadap Islam itu sendiri.
          Adapun mengenai organisasi persatuan mahasiswa muslim tadi maka harus dilihat dulu akidah dan tindak tanduk mereka, supaya jelas mereka berakidah ahlus sunnah wal jamaah. Begitu pun kelakuan mereka dalam ibadah haruslah yang lurus. Mereka haruslah orang yang lurus dalam akidah dan amal berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat sebatas kemampuan mereka.
          Kami katakan harus diperhatikan dulu dalam masalah ini mengingat banyaknya kalangan muslimin yang mengikuti akidah menyimpang dari akidah ahlus sunnah wal jamaah, serta menempuh cara ibadah bid’ah yang bukan merupakan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
          Jika telah jelas bahwa akidah dan amal mereka lurus, maka mereka ada dua kemungkinan keadaan:

Keadaan Pertama:

Mereka terjun total untuk ilmu agama dan berdakwah. Mereka inilah yang boleh menerima uang zakat. Mereka diberikan apa yang bisa mencukupi kebutuhan mereka pribadi serta apa yang dibutuhkan oleh dakwah berupa penyebaran agama. Itu semua dapat dijelaskan dari beberapa dasar berikut:
1.   Bahwa agama Islam berdiri di atas jihad dengan lisan dan tangan. Selama di Mekah Rasulullah selalu berjihad dengan lisan, menyebarkan kebaikan Islam dan mendakwahkannya sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu. Allah Ta’ala berfirman: “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Bantahlah dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmulah yang lebih tahu siapa saja yang tersesat dan siapa yang berpetunjuk di jalan-Nya.”
Jika halnya kekuatan Islam itu kadang ditegakkan dengan jihad lisan dan juga kadang dengan jihad senjata, maka keduanya adalah elemen penting dalam penyebaran dakwah. Kalau dibolehkan memberikan harta zakat kepada salah satunya, maka yang satunya lagi juga harusnya diperbolehkan.
2.   Allah menjadikan kegiatan belajar agama dan mgian dari jihadendakwahkannya sebagai bagian dari jihad, sebagaimana firman-Nya: “Tidaklah seharusnya kaum mukmin itu berangkat semua (ke medan perang). Kenapa tidak ada pada tiap golongan mereka yang berangkat belajar agama untuk mengajari kaumnya bila mereka kembali kepada mereka nanti.”
Ini semua adalah dalil bahwa belajar agama yang menghasilkan da’i penyeru sama dengan jihad di jalan Allah. Maka karena itulah dia harus masuk ke dalam firman Allah fii sabilillah di surah At-Taubah tadi.
Para ulama fikih kita juga telah menyebutkan bahwa jika seseorang terjun total dalam menuntut ilmu maka dia boleh diberikan bagian zakat demi mencukupi kebutuhannya meski sebenarnya dia sanggup bekerja, jika saja bekerja akan membuatnya tak dapat menghasilkan ilmu yang diharapkan. Berbeda halnya dengan orang yang ingin terjun total beribadah tanpa kerja lain, maka dia tak berhak dapat apapun dari zakat kalau dia masih mampu bekerja.
3.   Kita sadar bahwa di masa sekarang jihad senjata hampir tak dapat lagi dilakukan karena lemahnya kaum muslimin baik materi maupun maknawi, selain karena tidak mencari sebab yang benar untuk kemenangan Islam, juga karena masuknya mereka dalam perjanjian internasional. Maka tak ada lagi yang tersisa selain jihad dengan dakwah berdasarkan ilmu.
Maka jika ada sekelompok orang yang terjun total di sektor ini berarti mereka berhak mendapatkan bagian zakat sebagai mujahid.

Keadaan Kedua:

Mereka tidak total dalam dakwah, tapi punya kegiatan lain yang tidak menghalangi mereka untuk tetap bekerja menghasilkan uang, maka mereka tidak berhak mendapatkan zakat dari saham jihad di jalan Allah ini. Karena mereka tidak total, sebagaimana pasukan tempur pun tidak diberikan zakat kecuali kalau dia total berangkat (meninggalkan kegiatan lain –penerj).
          Tapi mereka masih bisa diberi atas dasar bagian muallaf kalau ada sekelompok orang yang diharapkan keislam mereka, atau dikuatkan iman mereka yang telah masuk Islam, atau kalau mereka terjun total dalam menuntut ilmu dan berdakwah di jalan Allah, karena Allah telah menjadikan zakat ini ada bagian untuk muallaf. Az-Zuhri mengatakan, “Muallaf itu adalah yang masuk Islam di kalangan Yahudi, Nashrani meski mereka kaya.” Ini dinukil oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya dan dia menyebutkan beberapa pendapat lain.

Diterjemahkan oleh Anshari Taslim
Dari kitab Majmu’ Fatawa wa Ar-Risalaat Al-Utsaimin jilid 18, hal. 385-388.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar