Risalah
Bismillah
Ar-Rahman Ar-Rahim
Dari yang
mencintai kalian, Muhammad Shalih Al-Utsaimin, kepada saudara yang mulia.....
semoga Allah menjaganya.
Assalamu
alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Surat anda telah sampai kepada kami dan
kami bahagia mendengar kesehatan anda, alhamdulillah.
Dua selebaran dari Persatuan Mahasiswa Muslim di .....
(tidak disebutkan dalam buku fatwanya –penerj) telah sampai minggu lalu. Saya
telah membacanya dan kagum dengan kegiatan lembaga ini, kami mohon kepada Allah
agar menambahkan pemahaman agama serta menguatkan dakwah mereka.
Pertanyaan
antum tentang membayarkan zakat kepada mereka atas dasar jihad di jalan Allah
sehingga mereka masuk dalam firman Allah, wa fii sabilillaah (surah At-Taubah
ayat 60).
Jawabannya sebagai berikut:
Firman
Allah Ta’ala
{وَفِى سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}
“Dan di jalan Allah, dan untuk ibnu sabil. Itu adalah
ketetapan dari Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
Maksudnya adalah
mereka yang berperang di jalan Allah meninggikan kalimat Allah, maka mereka
diberikan nafkah dan perbekalan untuk berperang.
Al-Qurthubi
berkata dalam tafsirnya, “Maksudnya mereka adalah pasukan tempur dan tempat ribath,
mereka diberikan zakat untuk keperluan perang mereka baik mereka kaya ataupun
miskin.”
Dalam
kitab Al-Mughni disebutkan, “Tidak ada perbedaan pendapat bahwa mereka adalah
pasukan di jalan Allah, karena kalau disebut di jalan Allah saja maka maksudnya
adalah perang.” Lalu Ibnu Qudamah mendalili hal itu dengan beberapa dalil serta
menyebutkan pernyataan Al-Khiraqi bahwa orang yang berhaji juga termasuk di
jalan Allah,tapi satu riwayat dari Imam Ahmad memastikan mereka tidak dapat
bagian zakat. Ini juga yang menjadi pendapat Malik, Laits, Abu Hanifah,
Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i, Abu Tsaur, Ibnu Al-Mundzir.
Selanjutnya
Ibnu Qudamah mengatakan, “Inilah pendapat yang paling shahih, karena di jalan
Allah kalau disebutkan tanpa embel-embel lain berarti jihad.”
Beliau
melanjutkan, “Karena zakat itu sejatinya ditujukan kepada salah satu dari dua
orang, pertama yang membutuhkan harta tersebut yaitu kalangan fakir miskin,
riqab, gharim untuk membayar hutangnya, atau kepada orang yang dibutuhkan oleh
kaum muslimin yaitu amil, pasukan tempur, muallaf, dan orang yang berutang demi
mendamaikan kelompo bertikai. Orang yang melaksanakan hajidi kalangan fakir
tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin dan mereka juga tak memerlukannya,
bahkan dia sendiri juga tak perlu melakukanya, karena orang fakir tak wajib
berhaji. Allah membebaskannya dari kewajiban haji, sehingga akan lebih baik
menyerahkan harta zakat itu kepada yang lebih membutuhkan dari kedelapan golongan
yang disebutkan.”
Selesai dari Ibnu Qudamah.
Dari sini
jelaslah bahwa yang dimaksud fii sabilillah dalam ayat tadi hanyalah jihad di
jalan Allah, karena itu mengandung pembelaan terhadap agama Islam serta
masuknya orang-orang ke dalamnya termasuk pembelaan terhadap Islam itu sendiri.
Adapun
mengenai organisasi persatuan mahasiswa muslim tadi maka harus dilihat dulu
akidah dan tindak tanduk mereka, supaya jelas mereka berakidah ahlus sunnah wal
jamaah. Begitu pun kelakuan mereka dalam ibadah haruslah yang lurus. Mereka
haruslah orang yang lurus dalam akidah dan amal berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabat sebatas kemampuan mereka.
Kami
katakan harus diperhatikan dulu dalam masalah ini mengingat banyaknya kalangan
muslimin yang mengikuti akidah menyimpang dari akidah ahlus sunnah wal jamaah,
serta menempuh cara ibadah bid’ah yang bukan merupakan ajaran Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam.
Jika telah
jelas bahwa akidah dan amal mereka lurus, maka mereka ada dua kemungkinan
keadaan:
Keadaan Pertama:
Mereka terjun total untuk ilmu agama dan berdakwah.
Mereka inilah yang boleh menerima uang zakat. Mereka diberikan apa yang bisa
mencukupi kebutuhan mereka pribadi serta apa yang dibutuhkan oleh dakwah berupa
penyebaran agama. Itu semua dapat dijelaskan dari beberapa dasar berikut:
1.
Bahwa agama Islam berdiri di atas jihad dengan lisan dan
tangan. Selama di Mekah Rasulullah selalu berjihad dengan lisan, menyebarkan
kebaikan Islam dan mendakwahkannya sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu.
Allah Ta’ala berfirman: “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik. Bantahlah dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya
Tuhanmulah yang lebih tahu siapa saja yang tersesat dan siapa yang berpetunjuk
di jalan-Nya.”
Jika halnya kekuatan Islam itu kadang ditegakkan dengan
jihad lisan dan juga kadang dengan jihad senjata, maka keduanya adalah elemen
penting dalam penyebaran dakwah. Kalau dibolehkan memberikan harta zakat kepada
salah satunya, maka yang satunya lagi juga harusnya diperbolehkan.
2.
Allah menjadikan kegiatan belajar agama dan mgian dari
jihadendakwahkannya sebagai bagian dari jihad, sebagaimana firman-Nya: “Tidaklah
seharusnya kaum mukmin itu berangkat semua (ke medan perang). Kenapa tidak ada
pada tiap golongan mereka yang berangkat belajar agama untuk mengajari kaumnya
bila mereka kembali kepada mereka nanti.”
Ini semua adalah dalil bahwa belajar agama yang
menghasilkan da’i penyeru sama dengan jihad di jalan Allah. Maka karena itulah
dia harus masuk ke dalam firman Allah fii sabilillah di surah At-Taubah tadi.
Para ulama fikih kita juga telah menyebutkan bahwa jika
seseorang terjun total dalam menuntut ilmu maka dia boleh diberikan bagian
zakat demi mencukupi kebutuhannya meski sebenarnya dia sanggup bekerja, jika
saja bekerja akan membuatnya tak dapat menghasilkan ilmu yang diharapkan.
Berbeda halnya dengan orang yang ingin terjun total beribadah tanpa kerja lain,
maka dia tak berhak dapat apapun dari zakat kalau dia masih mampu bekerja.
3.
Kita sadar bahwa di masa sekarang jihad senjata hampir
tak dapat lagi dilakukan karena lemahnya kaum muslimin baik materi maupun maknawi,
selain karena tidak mencari sebab yang benar untuk kemenangan Islam, juga
karena masuknya mereka dalam perjanjian internasional. Maka tak ada lagi yang tersisa
selain jihad dengan dakwah berdasarkan ilmu.
Maka jika ada sekelompok orang yang terjun total di
sektor ini berarti mereka berhak mendapatkan bagian zakat sebagai mujahid.
Keadaan Kedua:
Mereka tidak total dalam dakwah, tapi punya kegiatan lain
yang tidak menghalangi mereka untuk tetap bekerja menghasilkan uang, maka
mereka tidak berhak mendapatkan zakat dari saham jihad di jalan Allah ini. Karena
mereka tidak total, sebagaimana pasukan tempur pun tidak diberikan zakat
kecuali kalau dia total berangkat (meninggalkan kegiatan lain –penerj).
Tapi
mereka masih bisa diberi atas dasar bagian muallaf kalau ada sekelompok orang
yang diharapkan keislam mereka, atau dikuatkan iman mereka yang telah masuk
Islam, atau kalau mereka terjun total dalam menuntut ilmu dan berdakwah di
jalan Allah, karena Allah telah menjadikan zakat ini ada bagian untuk muallaf.
Az-Zuhri mengatakan, “Muallaf itu adalah yang masuk Islam di kalangan Yahudi, Nashrani
meski mereka kaya.” Ini dinukil oleh Al-Qurthubi dalam tafsirnya dan dia
menyebutkan beberapa pendapat lain.
Diterjemahkan oleh Anshari Taslim
Dari kitab Majmu’ Fatawa wa Ar-Risalaat Al-Utsaimin jilid
18, hal. 385-388.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar