Senin, 14 Januari 2019

SHALAT DHUHA BOLEH DIKERJAKAN TERPISAH



Sebagaimana hadits Ali RA yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya:
650 - حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، وَإِسْرَائِيلُ، وَأَبِي، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ ضَمْرَةَ، قَالَ: سَأَلْنَا عَلِيًّا، عَنْ تَطَوُّعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّهَارِ، فَقَالَ: إِنَّكُمْ لَا تُطِيقُونَهُ . قَالَ: قُلْنَا: أَخْبِرْنَا بِهِ نَأْخُذْ مِنْهُ مَا أَطَقْنَا . قَالَ:
" كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْفَجْرَ أَمْهَلَ، حَتَّى إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ مِنْ هَاهُنَا - يَعْنِي مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ - مِقْدَارُهَا مِنْ صَلاةِ الْعَصْرِ مِنْ هَاهُنَا مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ، قَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يُمْهِلُ حَتَّى إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ مِنْ هَاهُنَا، - يَعْنِي مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ - مِقْدَارُهَا مِنْ صَلاةِ الظُّهْرِ مِنْ هَاهُنَا - يَعْنِي مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ - قَامَ فَصَلَّى أَرْبَعًا، وَأَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَأَرْبَعًا قَبْلَ الْعَصْرِ، يَفْصِلُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ بِالتَّسْلِيمِ عَلَى الْمَلائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ، وَالنَّبِيِّينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، وَالْمُسْلِمِينَ "
قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: تِلْكَ سِتَّ عَشْرَةَ رَكْعَةً، تَطَوُّعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّهَارِ، وَقَلَّ مَنْ يُدَاوِمُ عَلَيْهَا
Waki’ menceritakan kepada kami, Sufyan, Israil dan ayahku menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari ‘Ashim bin Dhamrah yang berkata,
Kami bertanya kepada Ali tentang tathawwu’ (shalat sunnah) Nabi shallallahu alaihi wa sallam di siang hari. Dia menjawab, “Kalian tidak akan sanggup melakukannya.” Kami katakan, “Sampaikan saja, nanti kami akan lakukan yang kami mampu saja.”
Dia berkata, “Adalah Nabi shallallaahu alaihi wasallam bila telah selesai shalat Subuh maka beliau menunggu dulu sampai ketika matahari dari sini –maksudnya dari arah timur- sejarak dgn waktu shalat Asar di sebelah sana yaitu dari barat maka beliau bangkit shalat dua rakaat. Kemudian beliau mengulur waktu lagi sampai ketika matahari di sebelah timur ini sepadan dengan waktu shalat Zuhur di arah barat beliaupun shalat empat rakaat.
Lalu beliau shalat empat rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelahnya.
Selanjutnya shalat empat rakaat sebelum Asar dengan memisahnya dengan salam untuk malaikat yang didekatkan, para nabi dan pengikut mereka di kalangan kaum mukminin dan muslimin.[1]
Itulah shalat sunnah Rasulullah di siang hari dan sedikit yang kekal melakukannya.”
Sanad hadits ini shahih, semua perawinya tsiqah kecuali ‘Ashim bin Dhamrah yang memperoleh predikat shaduq, dan dia seorang tabi’I dan memang sahabat Ali bin Abi Thalib RA.
Diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi, no. 598, Ibnu Majah, no. 1161 dan Abu Ya’la, no. 622 dan no. 318 dari jalur Syu’bah dari Abu Ishaq.
Jadi, ada empat orang yang meriwayatkannya dari Abu Ishaq, yaitu: Al-Jarah ayah Waki’, Sufyan Ats-Tsauri, Israil cucunya Abu Ishaq dan Syu’bah. Maka tak ada keraguan akan ‘an’anahnya Abu Ishaq di sini.
Dari hadits ini Rasulullah shalat dhuha di waktu matahari naik di arah timur sejarak dengan ketika waktu asar di arah barat, itu bisa diperkirakan sekitar jam 9 pagi. Ini biasa disebut dhahwah shughra.
Lalu ketika matahari di arah timur sudah sejajar dengan posisinya di shalat Zuhur beliau shalat lagi empat rakaat. Ini biasa disebut dhahwah kubra.[2] Itu diperkirakan sekitar jam setengah dua belas siang kalau di kita di Indonesia ini. Wallahu a’lam.

Anshari Taslim
Bekasi, 31 Januari 2017.


[1] Al-Mubarakfuri menukil dari kitab Mirqaat Al-Mafatih pernyataan Imam Al-Baghawi bahwa salam di sini adalah tasyahhud awal tanpa salam. Jadi beliau mengerjakannya empat rakaat sekaligus satu salam dengan dua tasyahhud seperti shalat Zuhur. Lihat Tuhfatul Ahwadzi 3/173.
[2] Tuhfat Al-Ahwadzi 3/172.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar