Ada beberapa hadits yang menjelaskan
turunnya Allah ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, bahkan sudah
masuk kategori hadits mutawatir. Sebagian besar hadits tersebut menggunakan
kata “nazala” yang berarti turun. Ada pula beberapa hadits yang menggunakan
kata “habatha” yang berarti sama yaitu turun pula.
Hadits yang menggunakan kata “habatha”
ini diriwayatkan bersumber dari Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abu
Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri serta dari Rifa’ah bin ‘Araabah radhiyallahu ‘anhum.
Hadits Abu Hurairah dan Abu Sa’id serta
Rifa’ah telah ditulis oleh Ustadz Abu Al-Jauza dalam blognya, sehingga kami
rasa tak perlu lagi menuliskannya. Maka, kami focus menulis dua hadits yang
belum ditulis di sana yaitu hadits Ali bin Abi Thalib dan hadits Abdullah bin
Mas’ud.
1.Hadits
Ali
Hadits Ali diriwayatkan oleh Al-Imam
Ahmad (no. 968), Ad-Darimi (no. 1524), Abu Ya’la dalam musnadnya no. 6576
berbarengan dengan hadits Abu Hurairah, Al-Bazzar (no. 477 dan 478). Yang
menyebut matan redaksi hadits ini dengan lengkap adalah Abu Ya’la dan
Al-Bazzar.
Berikut
sanad dan matan Al-Bazzar:
477- حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
بْنُ سَيْفٍ الْحَرَّانِيُّ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَزِيعٍ ، عَنِ ابْنِ
إِسْحَاقَ ، قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَسَارٍ.
478- وَحَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ ، وَالْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ ، وَأَحْمَدُ بْنُ مَنْصُورٍ
، قَالُوا : حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ ،
عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ ، قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَسَارٍ ، عَنْ
عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي
طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
، قَالَ : لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ
كُلِّ صَلاَةٍ ، وَلأَخَّرْتُ الْعِشَاءَ الآخِرَةَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ
إِذَا مَضَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ هَبَطَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا ، فَلَمْ يَزَلْ هُنَالِكَ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ ، يَقُولُ
: أَلاَ سَائِلٌ فَيُعْطَى ، أَلاَ دَاعٍ يُجَابُ ، أَلاَ مُسْتَشْفِعٍ فَيُشَفَّعُ
، أَلاَ تَائِبٌ مُسْتَغْفِرٌ فَيُغْفَرَ لَهُ.
وَاللَّفْظُ لَفْظُ سَعِيدِ بْنِ بَزِيعٍ.
“Sulaiman bin Saif Al-Harrani menceritakan kepada kami, dia
berkata, Sa’id bin Bazi’ menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ishaq yang
berkata, Abdurrahman bin Yasar menceritakan kepadaku,
Lalu aku
diceritakan pula oleh Ibrahim bin Sa’id Al-Jauhari, Fadhl bin Sahl dan Ahmad
bin Manshur, mereka semua berkata, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d menceritakan
kepada kami, dari ayahnya, dari Ibnu Ishaq, dia berkata, Abdurrahman bin Yasar
menceritakan kepadaku, dari Ubaidullah bin Abi Rafi’ dari ayahnya, dari Ali bin
Abi Thalib ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sekiranya
tidak memberatkan ummatku tentu sudah kuperintahkan mereka untuk bersiwak tiap
kali hendak shalat dan akan kuundur waktu pelaksanaan shalat Isya sampai
pertigaan malam. Karena bila telah sampai pertigaan malam pertama Allah akan
turun ke langit dunia dan Dia senantiasa di sana sampai terbit fajar. Dia
berfirman, “Adakah yang akan meminta untuk diberi, adakah berdoa untuk
dikabulkan, adakah yang minta pertolongan untuk ditolong dan adakah yang minta
ampun supaya diampuni?”
Ini
adalah redaksi Sa’id bin Bazi’.
Yang meriwayatkan dari Ibnu Ishaq di
sini adalah Sa’id bin Bazi’, Ibrahim bin Sa’d, Yunus bin Bukair (dalam riwayat
Abu Ya’la).
Sulaiman
bin Saif bin Yahya bin Dirham Al-Harrani, Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakannya,
tsiqah hafizh.[1]
Sa’id
bin Bazi’, dianggap shaduq oleh Abu Hatim.[2]
Dalam
riwayat Abu Ya’la dia dikuatkan oleh Yunus bin Bukair (tsiqah) yang juga
meriwayatkan dari Ibnu Ishaq dengan redaksi yang sama.
Di sini Ibnu Ishaq menyatakan secara tahdits
(mengaku diceritakan langsung) sehingga riwayat ini selamat dari kemungkinan tadlis.
Abdurrahman
bin Yasar pamannya Ibnu Ishaq dianggap tsiqah oleh Ibnu Ma’in.[3]
Ubaidullah
bin Abi Rafi’ adalah sekretaris Ali bin Abi Thalib, dan dia tsiqah.[4]
Abu Rafi’
adalah sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Dengan demikian riwayat Ali bin Abi
Thalib ini statusnya hasan li dzatih karena factor Ibnu Ishaq. Wallahu a’lam.
2.Hadits
Abdullah bin Mas’ud
Hadits Ibnu Mas’ud diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Abu Ya’la dalam musnadnya. Karena sanad Abu Ya’la
sama dengan sanad Imam Ahmad maka kami mencukupkan penukilan dari Imam Ahmad.
Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam
musnadnya dengan dua wajah yang bermuara kepada Abu Al-Ahwash dari Abdullah bin
Mas’ud. Yang meriwayatkan dari Abu Ahwash ada dua orang yaitu Abu Ishaq As-Sabi’I
Al-Hamdani dan Ibrahim bin Muslim Al-Hajari.
a.Riwayat
Abu Ishaq Amr bin Abdullah Al-Hamdani As-Sabi’i.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِيُّ، عَنْ أَبِي
الْأَحْوَصِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: " إِذَا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْبَاقِي، يَهْبِطُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ تُفْتَحُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ،
ثُمَّ يَبْسُطُ يَدَهُ، فَيَقُولُ: هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى سُؤْلَهُ ؟ فَلَا يَزَالُ
كَذَلِكَ، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Abdus Shamad menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muslim
menceritakan kepada kami, Abu Ishaq Al-Hamdani menceritakan kepada kami, dari
Abu Al-Ahwash, dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila
telah tiba sepertiga malam tersisa, Allah Azza wa Jalla akan turun ke langit
dunia, kemudian dibukalah pintu langit, lalu Dia mengulurkan tangan-Nya sambil
berfirman, “Adakah yang meminta sehingga akan diberikan apa yang dimintanya?”
Hal itu berlangsung sampai terbitnya fajar.”
(Musnad
Ahmad, tahqiq Al-Arna`uth, nomor 3673, jilid 6 hal. 191-192).
Tinjauan
sanad:
- Abdus Shamad bin Abdul Warits, Ibnu Hajar mengatakannya shaduq dan tsabat kalau meriwayatkan dari Syu’bah, Abu Hatim member predikat “shaduq”, Adz-Dzahabi dalam Al-Kasyif mengatakannya, hafizh hujjah.[5]
- Abdul Aziz bin Muslim Al-Qasmali, Ibnu Hajar mengatakannya tsiqah, ahli ibadah tapi kemungkinan wahm, thabaqah ke tujuh. Dianggap tsiqah oleh Abu Hatim dan Ibnu Ma’in.[6]
- Abu Ishaq Al-Hamdani, Amr bin Abdullah As-Sabi’i, dia tabi’i yang tsiqah hanya saja ada dua kritikan untuknya yaitu perubahan daya hafal di akhir umur, sehingga yang meriwayatkan dari di akhir umurnya dianggap kurang meyakinkan serta tadlis, sehingga kalau dia melakukan ‘an’anah seperti riwayat di atas maka dianggap dhaif ringan. Terjadi perdebatan panjang masalah apakah Abu Ishaq ini mengalami ikhtilath yang melemahkan haditsnya atau tidak, tapi sementara kami cenderung bahwa riwayat Abu Ishaq tetap diterima meski di akhir umurnya. Nah, Abdul Aziz bin Muslim tidak diketahui apakah dia mendengar dari Abu Ishaq di awal seperti halnya Syu’bah dan Ats-Tsauri, ataukah di akhir seperti Ibnu Uyainah. Adapun masalah tadlis maka sepertinya ‘an’anahnya diterima oleh mayoritas ulama. Wallahu a’lam.
- Abu Al-Ahwash, Auf bin Malik bin Nadhlah, tsiqah.[7]
b.Riwayat
Ibrahim Al-Hajari
Abdullah bin Ahmad mengatakan,
قَرَأْتُ عَلَى أَبِي، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ
بْنُ عَمْرٍو قَالَ: حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الْهَجَرِيُّ،
عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: " إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَفْتَحُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ
ثُلُثَ اللَّيْلِ الْبَاقِي، ثُمَّ يَهْبِطُ
إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، ثُمَّ يَبْسُطُ يَدَهُ، ثُمَّ يَقُولُ: أَلَا عَبْدٌ
يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ ؟ حَتَّى يَسْطَعَ الْفَجْرُ
“Aku membacakan di hadapan ayahku, Mu’awiyah bin Amr menceritakan
kepada kami, dia berkata, Za`idah menceritakan kepada kami, Ibrahim Al-Hajari menceritakan
kepada kami, dari Abu Al-Ahwash, dari Abdullah, dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam yang bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla membuka pintu langit di
sepertiga malam terakhir, kemudian turun ke langit dunia lalu mengulurkan
tangan-Nya sembari berfirman, “Adakah yang berdoa agar kukabulkan?” Begitu
seterusnya sampai terbit fajar.”
Sanad ini bermasalah pada diri Ibrahim
bin Muslim Al-Hajari. Dia dianggap dhaif oleh Ibnu Ma’in, An-Nasa`iy, Abu Hatim
mengatakannya layyinul hadits. Tapi Ibnu Adi mengatakan, kebanyakan haditsnya
lurus, hanya saja banyak ulama mengingkarinya karena terlalu banyak
meriwayatkan dari Abu Al-Ahwash. Kesimpulan Al-Hafizh Ibnu Hajar dia “layyinul
hadits”. Artinya kelemahannya tidak parah sehingga bisa menguatkan dan
dikuatkan.
Apabila kita kumpulkan riwayat Abu Ishaq
dengan riwayat Ibrahim Al-Hajari maka insya Allah saling menguatkan dan menjadi
hujjah. Wallahu a’lam.
Anshari
Taslim
Bekasi,
7 Desember 2017.
[1]
Taqrib At-Tahdzib 1/261, no. 2832.
[2]
Al-Jarh wa At-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim jilid 4 hal. 8.
[3] Ibid
5/301.
[4]
Taqrib At-Tahdzib 1/422, no. 4813.
[5]
Taqrib At-Tahdzib 1/403, no. 4573, Tahdzib Al-Kamal 18/102, Al-Kasyif 1/653.
[6] Taqrib
At-Tahdzib 1/407, no. 4622, Tahdzib Al-Kamal 18/204.
[7]
At-Taqrib 1/507, no. 5870.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar