Tanya:
Apakah
berburu dengan senapan angin diperbolehkan dan hasil buruannya boleh dimakan?
Saya dengan factor peluru ikut mempengaruhi kehalalan buruan, yaitu tidak
dihalalkan menggunakan peluru tumpul.
M. Yusron, Pekalongan.
Jawab:
Berburu
diperbolehkan dalam Islam dan hewan buruan yang mati terkena tembakan seorang
muslim maupun bidikannya adalah halal dengan dua syarat:
1.
membaca
basmalah kala melepas tembakan atau lemparan,
2.
hewan
itu mati akibat luka terkena sisi tajam alat tersebut.
Ini
berdasarkan hadits Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
وَإِنْ رَمَيْتَ الصَّيْدَ فَوَجَدْتَهُ بَعْدَ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
لَيْسَ بِهِ إِلَّا أَثَرُ سَهْمِكَ فَكُلْ وَإِنْ وَقَعَ فِي الْمَاءِ فَلَا تَأْكُلْ
“Jika kamu menembak buran lalu kamu dapati setelah
satu atau dua hari yang tak ada bekas lain selain bekas panahmu maka silahkan
kamumakan, tapi kalau dia jatuh ke air maka jangan dimakan.” (Hr. Al-Bukhari, no. 5484).
Maksudnya,
kalau dia jatuh ke air ada kemungkinan dia mati karena tenggelam bukan karena
panah itu.
Masalah
senapan sendiri merupakan hal baru yang belum pernah dikenal di masa turunnya
syariat bahkan di masa para imam fikih. Tapi memang sudah dikenal suatu alat
sejak masa Rasulullah pun yang bernama bandaqah. Bandaqah klasik adalah
alat lempar seperti panah yang pelurunya adalah tanah yang menghantam secara
tumpul dan berdaya rusak tinggi, bisa menghancurkan bangunan atau mematikan
sasaran. Bandaqah seperti ini biasa digunakan berburu tapi kalau hewan buruan
langsung mati karena terkena tembakannya dan tak sempat disembelih maka itulah
yang menurut mayoritas ulama diharamkan karena masuk kategori mauquudzah
(hewan yang mati lantaran terhantam benda keras). Mauquudzah diharamkan
berdasarkan surah Al-Maidah ayat 3.
Sedangkan
senapan yang dalam bahasa arab juga disebut bandaqah atau bunduqiyyah
masa kini tidak bisa lagi disamakan dengan yang lalu, karena bukan lagi
menghancurkan melainkan menembus dan melukai, sehingga memancarkan darah dari
korban. Itulah tujuan dari perburuan dimana hewan buruan harus mengeluarkan
darahnya sebanyak mungkin sebagaimana sembelihan agar dia halal dimakan tak
menyisakan darah beku dalam tubuhnya.
Melukai
atau menembus kulit hingga memancarkan darah inilah yang menjadi kebolehan
suatu alat dipakai berburu sebagaimana dalam hadits Adi bin Hatim pula yang
bertanya kepada Rasulullah tentang penggunaan mi’raadh (sejenis lembing
bermata lebar) untuk berburu, maka beliau menjawab,
إِذَا أَصَابَ بِحَدِّهِ فَكُلْ وَإِذَا أَصَابَ بِعَرْضِهِ فَلَا تَأْكُلْ
فَإِنَّهُ وَقِيذٌ
“Apa yang menembus maka makanlah sedangkan kalau
mati akibat terkena sisi tumpul alat itu maka jangan dimakan, karena itu waqidz
(hewan yang mati karena tertimpa benda tumpul).” (HR. Al-Bukhari, no. 2054).
Juga
berdasarkan keumuman hadits dari Rafi’ bin Khudaij, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam menjelaskan alat apa yang bisa dipakai menyembelih,
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ
“Apa
yang mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah padanya maka makanlah.”
(Hr. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari itulah para ulama yang
kebetulan mendapati alat bernama senapan modern ini menghalalkan perburuan
menggunakannya. Misalnya Ash-Shan’ani yang menyatakan dalam kitab Subul
As-Salam (4/159), “Adapun senapan yang dikenal masa kini (masa Ash-Shan’ani
abad ke-17 M) menembak dengan peluru timah yang keluar karena dorongan mesiu
sehingga bisa membunuh dengan ketajamannya bukan hantamannya. Dengan begitu,
yang tampak berdasarkan dalil adalah kehalalan hewan buruan dengan senapan
itu.”[1]
Demikian pula Shiddiq Hasan Khan dalam
kitab Ar-Raudhah An-Nadiyyah (2/284) mengatakan hal yang sama, “Diantara
alat yang halal dipakai berburu adalah senapan-senapan yang ada masa kini (masa
abad ke-18 M) yang ditembakkan dengan mesiu karena peluru timahnya bisa
menembus bahkan lebih dahsyat daripada panah, tombak dan pedang.”[2]
Kini ditemukan lagi senapan dengan
tenaga angin atau gas tanpa mesiu yang juga bisa menembus kulit dan melukai
tubuh hewan buruan dan mengeluarkan darah sehingga bisa disamakan dengan
senapan bertenaga mesiu meski daya tembusnya lebih lemah.
Factor tumpul tajamnya peluru dalam
pandangan kami mempengaruhi kehalalan hewan buruan. Peluru yang dipakai
haruslan peluru tajam yang menembus kulit dan daging bukan hanya karena
kecepatan lesatan tapi juga karena ketajaman ujungnya. Kalau pelurunya tumpul
maka bisa diqiyaskan dengan batu atau peluru yang menghantam, bukan menembus.
Wallahu a’lam bis shawab.
Anshari Taslim, pernah dimuat di majalah SABILIKU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar