Ath-Thabarani
meriwayatkan dalam Al-Mu’jam Al-Ausath jilid 4 hal. 284, nomor hadits, 4214: Abbas
bin Fadhl Al-Asfathi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yunus menceritakan
kepada kami, Rabah bin Amr Al-Qaisi, dia berkata, Ayyub menceritakan kepada
kami, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah yang berkata, “Tatkala kami
duduk-duduk di sisi Rasulullah tiba-tiba ada seorang pemuda yang keluar dari
jalan bukit. Ketika kami memperhatikannya maka kamipun berkata, “Kalau saja
pemuda ini menggunakan kekuatan dan masa mudanya untuk jihad di jalan Allah?!”
Apa yang kami ucapkan ternyata didengar oleh
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliaupun berkata,
وَمَا سَبِيلُ اللَّهِ إِلا مَنْ قُتِلَ ؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ
فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، ومن سعى على عياله ففي سبيل الله، وَمَنْ سَعَى مكاثِرًا فَفِي
سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“Memangnya jihad di jalan Allah itu hanya yang
terbunuh (dalam perang) saja? Siapa yang bekerja untuk menghidupi orang tuanya
maka dia di jalan Allah, siapa yang berkerja menghidupi keluarganya maka dia di
jalan Allah, tapi siapa yang bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak
harta) maka dia di jalan thaghut.”
Juga
dikeluarkan oleh Al-Bazzar dalam musnadnya nomor 9879 dari Yusuf bin Musa dan
keponakan Hannad secara tahdits (menceritakan langsung), dari Ahmad bin
Abdullah bin Yunus secara tahdits, selanjutnya sama dengan Ath-Thabarani
di atas, hanya saja dalam redaksinya tidak ada member nafkah untuk keluarga.
Sementara
Al-Baihaqi mengeluarkannya dalam Syu’ab Al-Iman jilid 13 hal. 19-20, no. 9892
dengan sanadnya sampai ke As-Sari bin Yahya, Ahmad bin Abdullah (bin Yunus
–penerj) menceritakan kepada kami, selanjutnya mirip dengan redaksi
Ath-Thabarani tapi dengan redaksi akhirnya: (وَمَنْ سَعَى عَلَى نَفْسِهِ
لِيُعِفَّهَا فَفِي سَبِيلِ اللهِ , وَمَنْ سَعَى عَلَى التَّكَاثُرِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
الشَّيْطَانِ) (siapa yang bekerja menghidupi dirinya sendiri agar
terhormat (tidak meminta-minta) maka dia di jalan Allah, dan siapa yang bekerja
untuk memperbanyak harta maka dia di jalan setan).
Tinjauan sanad Ath-Thabarani
- Abbas bin Fadhl Al-Asfathi dikatakan oleh Ad-Daraquthni “shaduq”, Ash-Shudafi mengatakannya, “Shaduq hasanul hadits”. (Lihat Irsyad Al-Qadhi wa Ad-Dani oleh Syekh Nayif Al-Manshuri, hal. 345-346).
- Ahmad bin Yunus, lengkapnya adalah Ahmad bin Abdullah bin Yunus sebagaimana dalam riwayat Al-Bazzar dan Al-Baihaqi. Perawi yang dipakai dalam shahihain dan semua kitab sunan yang empat. Tsiqah.
- Rabah bin Amr Al-Qaisi. Demikian yang tertulis dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, yang benar adalah Riyah bin Amr sebagaimana yang diingatkan oleh Syekh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah. Riyah bin Amr ini dianggap shaduq oleh Abu Zur’ah berdasarkan keterangan Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil 3/511-512. Sementara Abu Daud menganggapnya orang buruk dan zindiq sebagaimana disampaikan oleh Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan dan dia juga mengatakannya termasuk ahli zuhud tapi mubtadi’. Sedangkan dalam Siyar A’lam An-Nubala` dia mengatakannya, “Seorang ahli ibadah, sering merintih berdoa dan punya kedudukan tinggi.” Sepertinya dikatakan buruk atau zindiq karena metode ibadahnya yang banyak bid’ah, tapi jujur dalam hadits. Wallahu a’lam.[1]
- Ayyub adalah ibnu Kaisan As-Sikhtiyani dan Muhammad bin Sirin tak perlu lagi dibahas.
Namun
riwayat ini teranggap syaadz atau bahkan munkar bila Riyah bin Amr dianggap
dhaif karena berlawanan dengan orang lain yang meriwayatkan dari Ayyub antara
lain Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan Ma’mar yang keduanya adalah orang-orang
tsiqah, sehingga riwayat mereka lebih didahulukan.
Ikhtilaf Riwayat
Riwayat Ma’mar yang ada dalam Mushannaf
Abdurrazzaq, no. 9578, di mana dalam riwayat tersebut Ayyub menceritakan
langsung ke Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
أشرف على النبي صلى الله
عليه وسلم وأصحابه رجل من قريش ، من رأس تل ، فقالوا : ما أجلد هذا الرجل ! لو كان
جلده في سبيل الله ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : أو ليس في سبيل الله إلا من
قتل ؟ ثم قال : من خرج في الارض يطلب حلالا يكف به أهله فهو في سبيل الله ، ومن
خرج يطلب حلالا يكف به نفسه فهو في سبيل الله ، ومن خرج يطلب التكاثر فهو في سبيل
الشيطان
“Muncul di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabat beliau seorang dari kalangan Quraisy dari puncak bukit.
Mereka pun berkata, “Kuat sekali orang itu, cobalah kalau kekuatannya itu
dipergunakan di jalan Allah.”
Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Memangnya
di jalan Allah itu hanya untuk yang berperang?”
Kemudian beliau berkata lagi, “Siapa yang keluar
di muka bumi mencari yang halal mencukupi keluarganya maka dia di jalan Allah.
Siapa yang keluar mencari yang halal mencukupi dirinya sendiri dia juga di
jalan Allah. Siapa yang keluar mencari kemewahan maka dia di jalan setan.”
Riwayat Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi yang
meriwayatkannya juga secara mursal dalam Al-Birr wa Ash-Shilah riwayat Husain
Al-Marwazi:
أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ
مَيْسَرَةَ، أَنَّ أَعْرَابِيًّا طَلَعَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْجَبَهُمْ شَبَابُهُ، وَقُوَّتُهُ، وَنَشَاطُهُ،
وَنَحْوُ هَذَا، فَقَالُوا: لَوْ كَانَ شَبَابُ هَذَا، وَنَشَاطُهُ، وَقُوَّتُهُ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَسَمِعَ ذَلِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ: " أَوْ مَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ قَاتَلَ،
أَوْ قَالَ: غَزَا؟ مَنْ سَعَى عَلَى وَالِدَيْهِ لِيُعِفَّهُمَا فَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ يُعِفُّهُمْ فَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ
سَعَى عَلَى نَفْسِهِ لِيُعِفَّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ سَعَى
مُكَاثِرًا فَفِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ "
Di sini Ayyub meriwayatkan dari Ibrahim bin
Maisarah secara mursal. Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi sendiri lebih kuat dibanding
Riyah bin Amr.
Dengan
demikian riwayat yang benar adalah mursal tidak ada nama Muhammad bin Sirin dan
Abu Hurairah, itu semua adalah wahm dari Riyah bin Amr Al-Qaisi.
Riwayat Mutabi’
Ada
riwayat lain tanpa melalui jalur Ayyub dan Muhammad bin Sirin yaitu riwayat
yang dikeluarkan pula oleh Ishaq bin Rahawaih dalam musnadnya, no. 350,
أَخْبَرَنَا الْمُقْرِئُ
حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ هَارُونَ
بْنِ رَاشِدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَمَّا رَجَعَ مِنْ غَزْوَةِ
تَبُوكَ وَرَاحِلَتُهُ بَيْنَ يَدَيْه وَقَدْ أَرْجَفَتْ إِذْ مَرَّ أَعْرَابِيٌّ
بِجِمَالٍ سِمَانٍ وَهُوَ يَرْتَجِزُ ، فَقَالَ رَجُلٌ : لَوْ كَانَ نَشَاطُ هَذَا
وَقُوَّتُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنْ كَانَ نَشَاطُهُ وَقُوَّتُهُ رَدًّا عَلَى أَبَوَيْهِ
لِيُعِفَّهُمَا وَيَكُفَّهُمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَإِنْ كَانَ رَدًّا
عَلَى أَهْلِهِ وَوَلَدِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَإِنْ كَانَ تَفَاخُرًا
وَتَكَاثُرًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ.
“Al-Muqri` menceritakan kepada kami, Haywah bin
Syuraih menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Kaisan, dari Harun bin
Rasyid, dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah saw, Abu Hurairah berkata,
“Tatkala pulang dari perang tabuk dan kendaraan
beliau di depan tiba-tiba terguncang lantaran lewatnya seorang arab badui dengan
onta-onta yang gemuk. Maka ada yang berkata, “Kalau saja tenaga dan kekuatan
orang ini digunakan di jalan Allah (perang –penerj)?!”
Maka Rasulullah pun bersabda, “Kalau saja
kegiatan dan kekuatannya dia gunakan untuk mencukupi dan menjaga orang tuanya
maka dia di jalan Allah. Kalau dikembalikan pada keluarga dan anaknya maka dia
juga di jalan Allah. Tapi kalau membanggakan diri dan memperbanyak harta semata
maka di jalan thaghut.”
Sanad
ini dha’if karena Harun bin Rasyid dianggap majhul, lagi pula kata Adz-Dzahabi
dia biasa meriwayatkan dari tabi’i, bukan langsung shahabi seperti dalam
riwayat ini, sehingga ada kemungkinan dia tidak mendengar dari Abu Hurairah.[2]
Syawahid
1.Hadits Ka’b bin Ujrah
Diriwayatkan
oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, 19/129 (tahqiq As-Salafi):
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُعَاذٍ الْحَلَبِيُّ ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ كَثِيرٍ ، حَدَّثَنَا هَمَّامُ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ ، عَنِ
الْحَكَمِ بْنِ عُتَيْبَةَ ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى ، عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَة
، قَالَ : مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ ، فَرَأَى
أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جِلْدِهِ وَنَشَاطِهِ
، فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ : لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ
صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ
شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ
يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً
فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ.
“Muhammad bin Mu’adz
Al-Halabi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada
kami, Hammam menceritakan kepada kami, Ismail bin Muslim menceritakan kepada
kami, dari Al-Hakam bin Utaibah, dari Ibnu Abi Laila, dari Ka’b bin Ujrah, dia
berkata, “Ada seorang pria melewati Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka para
sahabat beliau melihat betapa pria ini masih segar dan kuat, sehingga mereka
mengatakan, “Ya Rasulullah, alangkah baiknya kalau orang ini keluar berjihad di
jalan Allah.”
Beliau bersabda, “Kalau dia keluar mencari
nafkah buat anaknya yang masih kecil maka dia juga di jalan Allah, kalau dia
bekerja mencukup kedua orang tua yang sudah renta maka dia juga di jalan Allah,
kalau dia bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri agar terjaga kehormatan maka
dia juga di jalan Allah. Tapi kalau dia bekerja untuk riya` dan membanggakan
diri maka dia di jalan setan.”
(Juga dikeluarkan oleh Ath-Thabarani dalam
ash-Shaghir, no. 940 dan Al-Awsath, no. 6835. Al-Haitsami mengatakan dalam
Al-Majma’ (4/596): “Para perawi Al-Kabir adalah perawi kitab shahih.”).
Saya katakan, ada kemungkinan Al-Haitsami mengira
bahwa Ismail bin Muslim di sini adalah Al-Bashri yang tsiqah padahal tidak
demikian.
Juga dikeluarkan oleh Aslam bin Sahl Al Wasithi
yang bergelar Bahsyal dalam Tarikh Wasith hal. 164 dari Sa’id bin Yahya, dari
Muhammad bin Katsir.
Semua
perawinya tsiqah kecuali Ismail bin Muslim. Dia adalah Ismail bin Muslim
Al-Makki, Abu Ishaq, karena dialah yang biasa meriwayatkan dari Al-Hakam bin
Utbah, dan salah satu muridnya adalah Hammam bin Yahya.
Imam Ahmad mengatakannya “munkarul hadits”,
An-Nasa`iy mengatakan, “matruk”, Ibnu Ma’in mengatakan, “laisa bi syai`” Ali
bin Al Madini pernah mendengar Yahya bin Ma’in ditanya tentang Ismail ini dan
dia menjawab, “Selalu kacau hafalan, pernah meriwayatkan satu hadits kepada
kami dengan tiga bentuk.” Ali bin Al-Madini sendiri mengatakan, “Tak pelu
ditulis haditsnya.”[3]
Dengan
demikian hadits dengan isnad ini termasuk munkar.
2.Hadits Abdullah bin Umar
Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, no. 15742 dan dalam Syu’ab Al-Iman, no
7469:
أَخْبَرَنَا أَبُو
نَصْرِ بْنُ قَتَادَةَ، أنا أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ
السَّرَّاجُ، نا مُطَيَّنٌ، نا عَلِيُّ بْنُ حَكِيمٍ، نا شَرِيكٌ، عَنِ
الْأَعْمَشِ، عَنْ مَغْرَاءَ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: مَرَّ رَجُلٌ عَلَى
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، رَجُلٌ لَهُ حَشَمٌ
خَلْقًا، فَقَالُوا: لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ وَجَاءَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ
اللهِ ؟ فَقَالَ: " لَعَلَّهُ يَكُدُّ عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ
كَبِيرَيْنِ، فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، لَعَلَّهُ يَكُدُّ عَلَى صِبْيَةٍ صِغَارٍ
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، لَعَلَّهُ يَكُدُّ عَلَى نَفْسِهِ لِيُغْنِيَهَا عَنِ
النَّاسِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ "
“Abu Nashr bin Qatadah
menceritakan kepada kami, Abu Hasan Muhammad bin Hasan As-Sarraj menceritakan
kepada kami, Muthayyin menceritakan kepada kami, Ali bin Hakim menceritakan
kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Maghra`,
dari Ibnu Umar yang berkata, “Ada seorang pria lewat di hadapan para sahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dia punya fisik yang gagah maka para
sahabat pun berkata, “Alangkah baiknya kalau dia ini di jalan Allah.”
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun
bersabda, “Bisa jadi dia menanggung dua orang tua yang renta maka dia di
jalan Allah, atau dia bekerja untuk anak-anak yang masih kecil maka dia juga di
jalan Allah, atau dia bekerja membiayai diri sendiri maka dia juga di jalan
Allah.”
Juga
dikeluarkan oleh Ibnu Al-A’rabi dalam Mu’jamnya no. 2305 dengan sanadnya sampai
ke Ali bin Hakim, dari Syarik.
Namun
riwayat ini dinilai salah oleh Abu Hatim sebagaimana disebutkan oleh putranya
dalam Al-Ilal (2/166-167),
وَسَأَلْتُ أَبِي ، وَأَبَا زُرْعَةَ ، عَنْ حَدِيثٍ ؛ رَوَاهُ عَلِيُّ
بْنُ حَكِيمٍ ، عَنْ شَرِيكٍ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، عَنْ مَغْرَاءَ أَبِي الْمُخَارِقِ
الْعَبْدِيِّ ، عَنِ ابْنَ عُمَرَ ، قَالَ : مَرَّ عَلَيْنَا رَجُلٌ ضَخْمٌ لَهُ خَلْقٌ
وَجِسْمٌ ، فَقُلْنَا لَوْ كَانَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَأُخْبِرَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم ذَلِكَ ، فَقَالَ : لَعَلَّهُ يَكُدُّ عَلَى أَبَوَيْهِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَذَكَرْتُ لَهُمَا الْحَدِيثَ.
فَقَالا : هَذَا خَطَأٌ ، الناس يقولون : عَنْ مَغْرَاءَ أَبِي الْمُخَارِقِ
، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، مُرْسَلٌ ، وَهَذَا الصَّحِيحُ.
قُلْتُ لهما : الوهم مِمَّن هو قَالا : من شَرِيك.
“Aku bertanya
kepada ayahku dan Abu Zur’ah tentang hadits yang diriwayatkan dari Ali bin
Hakim, dari Syarik, dari Al-A’masy, dari Maghra` Abu Al-Mukhariq Al-Abdi, dari
Ibnu Umar, dia berkata, “Ada seorang yang besar melewati kami, dia punya badan yang
kekar, maka kamipun mengatakan, “Alangkah baiknya kalau dia pergunakan untuk
jihad di jalan Allah.”
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dilaporkan hal itu dan beliaupun bersabda, “Bisa jadi dia sedang
menghidupi dua orang tuanya yang sudah renta, maka dia berada di jalan Allah.”
Aku tanyakan hadits ini kepada mereka
berdua dan mereka menjawab, “Itu salah. Orang-orang mengatakan, dari Maghra Abu
Al-Mukhariq, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam…..” demikian secara
mursal, dan itulah yang betul.
Aku tanyakan, “Dari mana kesalahan dalam
sanad ini?”
Mereka jawab, “Dari Syarik.”
Syarik
bin Abdullah sendiri memang dikenal kurang kuat. Al-Hafizh mengatakannya “shaduq
yukhthi` katsiran”, jujur sering salah. Ibnu Ma’in mengatakan dia
sebenarnya jujur tapi kalau sudah berbeda dengan riwayat orang lain maka orang
lain yang lebih kami pilih.
Dalam
hadits ini dia menyelisihi dua orang yang lebih kuat darinya yaitu Abu Mu’awiyah
dan Jarir dimana mereka berdua meriwayatkan dari Al-A’masy dari Maghra Abu
Al-Mukhariq dengan mursal sebagaimana yang akan disebutkan setelah ini. Riwayat
merekalah yang betul, sehingga tidak benar riwayat ini bersambung dengan
perantara Ibnu Umar.
3. Riwayat mursal dari Abu Al Mukhariq dan Hasan
Al-Bashri
Dikeluarkan
oleh Ibnu Abdi Ad-Dunya dalam kitab An-Nafaqah ‘ala Al-‘Iyaal no 19 dan 20:
Ishaq bin Ismail menceritakan kepada kami, Jarir
menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Abu Mukhariq yang berkata, Kami
pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di perang Tabuk,
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي
الْمُخَارِقِ، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَظَلَعَتْ نَاقَةٌ لَهُ فَأَقَامَ عَلَيْهَا
سَبْعًا فَمَرَّ عَلَيْهِ أَعْرَابِيٌّ شَابٌّ شَدِيدٌ قَوِيٌّ يَرْعَى غُنَيْمَةً
لَهُ فَقَالُوا: لَوْ كَانَ شَبَابُ هَذَا وَشِدَّتُهُ وَقُوَّتُهُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ
كَانَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ كَبِيرَيْنِ لَهُ لِيُغْنِيَهُمَا فَهُوَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى صِبْيَانٍ لَهُ صِغَارٍ
لِيُغْنِيَهُمْ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ
لِيُغْنِيَهَا وَيُكَافِي النَّاسَ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَإِنْ كَانَ
يَسْعَى رِيَاءً وَسُمْعَةً فَهُوَ لِلشَّيْطَانِ»
Ishaq bin Ismail menceritakan kepada kami, Jarir
menceritakan kepada kami, dari Al-A’masy, dari Abu Al-Mukhariq yang berkata,
Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di perang Tabuk
lalu onta beliau muncul dan dijaga oleh tujuh orang. Kemudian ada orang arab
badui yang melewati beliau, dia masih muda dan kuat sedang mengembala
kambingnya. Para sahabat pun berkata, “Alangkah baiknya kalau masa muda dan
kekuatannya ini dia pergunakan untuk berjihad (perang) di jalan Allah.”
Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun
bersabda, “Andai dia bekerja untuk mencukupi anak-anaknya yang masih kecil
maka dia di jalan Allah, andai dia bekerja untuk mencukupi kedua orang tuanya yang
renta maka dia juga di jalan Allah, andai dia bekerja untuk mencukupi dirinya
sendiri maka dia juga di jalan Allah. Tapi kalau dia bekerja demi pujian maka
dia di jalan setan.”
Kemudian Ibnu Abi Ad-Dunya meriayatkan pula dengan
sanad di atas:
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الْأَعْمَشِ، قَالَ:
وَحُدِّثْتُ هَذَا الْحَدِيثَ، عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ، إِلَّا أَنَّ الْحَسَنَ،
قَالَ: ضَلَّتْ نَاقَةٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ishaq menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan
kepada kami, dari Al-A’masy, dia berkata, “Aku diceritakan hadits ini dari
Hasan Al-Bashri, hanya saja Hasan mengatakan dalam riwayatnya, “Seekor unta
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah hilang.”
Dikeluarkan pula oleh Sa’id bin Manshur dalam
sunannya (no. 2660) dari Abu Mu’awiyah, dari Al-A’masy,
حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ, قَالَ : حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ, عَنْ أَبِي الْمُخَارِقِ, قَالَ :
خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ
فَطَلَقَتْ نَاقَتُهُ فَأَقَامَ عَلَيْهَا سَبْعًا, فَمَرَّ بِنَاسٍ مِنْ
أَصْحَابِهِ وَهُمْ يَتَحَدَّثُونَ, فَقَالُوا : مَا رَأَيْنَا كَالْيَوْمِ
رَجُلاً أَجْلَدَ وَلاَ أَقْوَى لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ, فَسَمِعَهَا
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى صِبْيَةٍ لَهُ صِغَارٍ
لِيُغْنِيَهُمْ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ, وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ
لِيُغْنِيَهُمَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ, وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ
لِيُغْنِيَهَا وَيُكَافِئَ النَّاسَ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ, وَإِنْ كَانَ
يَسْعَى سُمْعَةً وَرِيَاءً فَهُوَ لِلشَّيْطَانِ.
“Abu Mu’awiyah menceritakan
kepada kami, Al-A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Al-Mukhariq, dia
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar pada perang Tabuk lalu
beliau melepas unta beliau dan dijaga oleh tujuh orang. Kemudian beliau
melewati para sahabat beliau yang sedang ngobrol, “Kami tak pernah melihat
seperti hari ini, ada seorang pemuda yang masih kuat. Andai saja dia berjihad
di jalan Allah (ikut perang).”
Hal itu didengar oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam maka beliaupun bersabda, “Kalau dia keluar bekerja menghidupi
seorang bayi yang masih kecil maka dia di jalan Allah, kalau dia bekerja
mencukupi kebutuhan orang tuanya yang sudah renta maka dia di jalan Allah,
kalaupun dia bekerja untuk mencukupi dirinya sendiri maka dia di jalan Allah. Tapi
kalau dia bekerja untuk kebanggaan dan dipuji maka dia di jalan setan.”
Sanad
riwayat ini shahih mursal sampai kepada Abu Al-Mukhariq. Namanya adalah
Maghra`Al-Abdi, seorang tabi’i. Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam Ats-Tsiqat,
Al-Hafizh mengatakannya, “maqbul”. Ibnu Al-Qaththan mengatakan, “Tidak
diketahui ada haditsnya yang ditinggalkan.” Adz-Dzahabi memasukkannya dalam
Al-Mizan dan mengatakan, “Ada pembicaraan tentangnya.”[4]
Apapun
keadaan Maghra` di sini riwayat ini tetap dhaif karena mursal dan dia bukan
tabi’in yang terkenal. Demikian pula riwayat Hasan Al-Bashri termasuk mursal yang
lemah lagi pula tidak jelas siapa yang menceritakan kepada Al-A’masy dari Hasan
Al-Bashri, sehingga ada rawi yang majhul.
4.Hadits Anas bin Malik.
Ada
dua jalur ke Anas bin Malik yaitu riwayat Abdul Karim dan riwayat Abdul Aziz
bin Shuhaib.
Jalur
Abdul Karim dikeluarkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, no. 8630:
حدثنا مطلب بن شعيب ثنا عبد الله بن صالح حدثني الليث حدثني إسحاق بن
أسيد عن عبد الكريم عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال الساعي على والديه ليكفهما أو يغنيهما عن الناس
في سبيل الله ومن سعى على زوج أو ولد ليكفهم ويغنيهم عن الناس في سبيل الله والساعي
على نفسه ليغنيها ويكفها عن الناس في سبيل الله والساعي مكاثرة في سبيل الشيطان
“Muththalib bin Syuaib
menceritakan kepada kami, Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami, Ishaq
bin Asid menceritakan kepada kami, dari Abdul Karim, dari Anas bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang bekerja untuk kedua orang tuanya demi
mencukupi kebutuhan hidup mereka agar tak meminta kepada manusia maka dia di
jalan Allah. Siapa yang bekerja demi istri dan anak untuk mencukupi kebutuhan
hidup mereka dari manusia lain maka dia di jalan Allah. Siapa yang bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri agar tak menjadi beban orang lain
maka dia di jalan Allah. Sedangkan yang bekerja agar membanggakan diri maka dia
di jalan setan.”
Ath-Thabarani
memastikan bahwa Abdul Karim di sini adalah Al Jazari. Tapi Ishaq bin Asid
dhaif, Abu Hatim mengatakannya, “Syaikh, tidak dikenal, tak perlu menyibukkan
diri dengannya.” Ibnu ‘Adi menganggapnya majhul. Tapi Adz-Dzahabi dalam
Al-Mizan mengatakannya “Ja`izul hadits”, sementara Al-Hafizh dalam At-Taqrib
hanya mengatakan, “Padanya ada kelemahan”.[5]
Sementara
riwayat Abdul Aziz bin Shuhaib dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan
Al-Kubra 7/787, no. 15741:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، أنا أَبُو الطَّيِّبِ مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ اللهِ الشَّعِيرِيُّ، نا مَحْمَشُ بْنُ عِصَامٍ، نا حَفْصُ بْنُ عَبْدِ
اللهِ، حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ،
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبُوكًا فَمَرَّ بِنَا شَابٌّ نَشِيطٌ يَسُوقُ
غُنَيْمَةً لَهُ فَقُلْنَا: لَوْ كَانَ شَبَابُ هَذَا وَنَشَاطُهُ فِي سَبِيلِ اللهِ
كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْهَا فَانْتَهَى قَوْلُنَا حَتَّى بَلَغَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " مَا قُلْتُمْ؟ " قُلْنَا: كَذَا وَكَذَا
قَالَ: " أَمَا إِنَّهُ إِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا
فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى عِيَالٍ يَكْفِيهِمْ فَهُوَ
فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ "
Abu Abdullah Al-Hafizh mengabarkan kepada kami,
Abu Thayyib bin Abdullah Asy-Sya’iri mengabarkan kepada kami, Mahmasy bin ‘Isham
menceritakan kepada kami, Hafsh bin Abdullah menceritakan kepada kami, Ibrahim
bin Thahman menceritakan kepadaku, dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas bin
Malik RA bahwa dia berkata,
“Kami pernah berperang bersama Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam di Tabuk. Lalu ada seorang pemuda gagah yang melewati kami
mengembalakan kambingnya. Kami pun berkata, “Andaikan masa muda dan kekuatannya
ini dia pergunakan untuk berjihad tentu akan lebih baik.”
Maka Rasulullah berkata, “Apa yang kalian ucapkan?”
Kami jawab, begini dan begitu.
Kata beliau lagi, “Kalau saja dia berkeja
menghidupi kedua orang tuanya atau salah satunya maka dia di jalan Allah. Atau dia
menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah. Kalau pun dia menghidupi
dirinya sendiri maka dia juga di jalan Allah.”
Isnad
Al-Baihaqi ini terdapat nama Mahmasy bin ‘Isham dan Abu Thayyib Muhammad bin
Abdullah Asy-Sya’iri yang belum jelas jarh dan ta’dilnya. Abu Thayyib adalah
guru Al-Hakim yang juga dia riwayatkan dalam Al-Mustadrak. Demikian pula
Mahmasy. Syekh Muqbil bin Hadi dalam bukunya Rijal Al-Hakim fil Mustadrak hanya
mendapati nukilan dari Adz-Dzahabi dalam kitab Tarikh Al-Islam tentang kedua
orang ini tanpa jarh dan ta’dil. Sehingga mereka berdua tetap majhul haal. Wallahu
a’lam.
Meski
begitu diantara kesemua riwayat ini, maka hadits Anas lah yang paling baik
sanadnya bahkan kedua sanad di atas bisa saling menguatkan. Meski begitu, hati
ini masih belum tenang untuk menganggap shahih bahkan hasan untuk hadits ini. Wallahu
a’lam.
Hadits
ini dianggap shahih oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 2232 dan
3248, berdasarkan metode beliau yang mengumpul semua jalur, tapi kalau diteliti
lebih lanjut maka beberapa jalur yang beliau anggap bisa saling menguatkan itu
justru malah melemahkan, misalnya jalur Riyah bin Amr itu jelas keliru dan
syadz sehingga tak bisa dikuatkan atau menguatkan.
Anshari Taslim
26 Desember 2016.
[1]
Lihat Siyar A’lam An-Nubala` 8/174, Mizan Al-I’tidal 2/57, Al-Jarh wa At-Ta’dil 3/511.
[2]
Lihat Mizan Al-I’tidal 5/44, no. 8645 dan Al-Jarh wa At-Ta’dil 9/89.
[3]
Lihat Mizan Al-I’tidal (terbitan Muassasah Ar-Risalah) 1/242, no. 897.
[4]
Tahdzib Al-Kamal 28/348, Mizan Al-I’tidal 4/365 (terbitan Ar-Risalah), Taqrib
At-Tahdzib 2/136.
[5]
Tahdzib Al-Kamal 2/412-413, Mizan Al-I’tidal 1/192, At-Taqrib 1/60. No. 384.
Jadi kesimpulannya apa, Ustadz?
BalasHapusbaca lagi dengan seksama. Kesimpulan dari penulis:
Hapus"Meski begitu diantara kesemua riwayat ini, maka hadits Anas lah yang paling baik sanadnya bahkan kedua sanad di atas bisa saling menguatkan. Meski begitu, hati ini masih belum tenang untuk menganggap shahih bahkan hasan untuk hadits ini. Wallahu a’lam."
Saya sendiri belum sampai pada kesimpulan hadits ini shahih atau hasan li ghairih, tapi karena ini menyangkut fadhilah amal maka insya Allah isinya benar adanya, di mana kalau kita bekerja demi menafkahi keluarga dan orang-orang yg kita cintai insya Allah dinilai jihad di jalan Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha kita tersebut. Semoga kita dipermudah untuk mencari nafkah di jalan Allah.
Hapus