Sedang
ramai pembicaraan tentang surah Al-Maidah ayat 51 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai wali. Mereka itu saling menjadi wali
satu sama lain. Siapa yang berwala kepada mereka di antara kalian berarti dia
masuk golongan mereka. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim.”
Kata
wali memiliki makna yang luas. Tapi semua bisa dirangkum bahwa segala yang
dijadikan untuk mengurus urusan kita itulah yang disebut wali. Maka ada istilah
wali nikah, wali murid dan lain-lain. Wali nikah berarti mengurus dan berwenang
mengurus pernikahan, wali murid berarti bertanggung jawab pada keadaan murid.
Sehingga kata wali ini mencakup semua yang mengurus urusan dan bertanggung
jawab pada urusan itu.
Salah
satu dari tafsiran wali yang dipahami oleh para sahabat dan khalifah adalah
orang yang mengurusi tugas-tugas politik dan pemerintahan meski hanya sebatas
pembantu. Itulah yang bisa diambil dari kisah Umar bin Khatthab dengan
gubernurnya Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu anhuma. Abu Musa mengangkat
seorang juru tulis (sekretaris) seorang Nashrani karena kemampuannya yang
memang mumpuni untuk hal itu. Tapi ketika itu diketahui oleh Umar yang menjadi
khalifah kala itu maka dia memarahi Abu Musa dengan menggunakan landasan surah
Al-Maidah ayat 51 di atas.
Berikut
riwayatnya, kita ambilkan dari tafsir Ibnu Abi Hatim:
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِهَابٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ سَابِقٍ،
ثنا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ عِيَاضٍ أَنَّ عُمَرَ
أَمَرَ أَبَا مُوسَى الأَشْعَرِيَّ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ مَا أَخَذَ وَمَا أَعْطَى
فِي أَدِيمٍ وَاحِدٍ وَكَانَ لَهُ كَاتِبٌ نَصْرَانِيٌّ فَرَفَعَ إِلَيْهِ ذَلِكَ فَعَجِبَ
عُمَرُ وَقَالَ: إِنَّ هَذَا الَحَفِيظٌ هَلْ أَنْتَ قَارِئٌ لَنَا كِتَابًا فِي الْمَسْجِدِ
جاء الشَّامِ فَقَالَ: إِنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ قَالَ: عُمَرُ: أَجُنُبٌ هُوَ قَالَ:
لَا، بَلْ نَصْرَانِيٌّ قَالَ: فَانْتَهَرَنِي وَضَرَبَ فَخِذِي قَالَ: أَخْرِجُوهُ،
ثُمَّ قَرَأَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ
“Katsir bin Syihab menceritakan kepada kami,
Muhammad bin Sa’id bin Sabiq menceritakan kepada kami, Amr bin Abi Qais menceritakan
kepada kami, dari Simak bin Harb, dari Iyadh bahwa Umar memerintahkan Abu Musa
Al-Asy’ari untuk melaporkan apa yang dia ambil dan dia beri dalam satu kertas
kulit. Abu Musa punya sekretaris seorang Nashrani dan laporan itu pun
disampaikan kepada Umar. Umar kagum dengan tulisan laporan itu dan mengatakan, “Ini
sungguh orang ini sangat pandai menjaga, maukah kau membacakan sebuah buku di
masjid yang baru datang dari Syam kepada kami?”
Maka berkatalah Abu Musa, “Dia tidak bisa.”
Umar bertanya, “Kenapa, apakah dia junub?”
Abu Musa menjawab, “Tidak, tapi dia Nashrani.”
Abu Musa melanjutkan ceritanya, “Maka Umarpun membentakku
serta memukul pahaku sambil berkata, “Keluarkan dia!” Lalu dia membacakan ayat:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian
menjadikan Yahudi dan Nashrani sebagai wali. Mereka itu saling menjadi wali
satu sama lain. Siapa yang berwala kepada mereka di antara kalian berarti dia
masuk golongan mereka.
(Tafsir Ibnu Abi Hatim jilid 4, hal. 1156).
Tinjauan sanad Ibnu Abi Hatim:
- Katsir bin Syihab, Al-Qazuwaini, Ibnu Abi Hatim mengatakan, “aku biasa menulis hadits darinya dan dia shaduq.” (Al-Jarh wa At-Ta’dil 7/153).
- Muhammad bin Sa’id bin Sabiq, dikatakan oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib (2/53, no. 6635), “tsiqah”.
- Amr bin Abi Qais, Al-Hafizh dalam At-Taqrib (1/496, no. 5736) menyimpulkannya, “shaduq punya beberapa keraguan”. Predikat seperti ini haditsnya masuk kategori hasan apalagi dia tidak sendirian meriwayatkan ini dari Simak bin Harb.
- Simak bin Harb, Al-Hafizh menyimpulkannya, shaduq, hanya riwayatnya dari Ikrimah saja yang mudhtharib (kacau). Di sini dia tidak meriwayatkan dari Ikrimah sehingga haditsnya teranggap hasan, apalagi dia tidak sendirian meriwayatkan atsar ini dari Iyadh tapi dikuatkan oleh Yazid bin Abi Ziyad sebagaimana dalam riwayat Ibnu Qutaibah nanti akan dipaparkan.
- Iyadh di sini adalah Iyadh bin Amr Al-Asy’ari yang diperselisihkan apakah sahabat atau hanya tabi’i. Dia memang biasa meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Hafizh mengatakannya sebagai sahabat dan punya satu hadits langsung dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Andaipun dia hanya tabi’i maka dia tetap tsiqah, apalagi Muslim menggunakan riwayatnya dalam kitab Ash-Shahih.
Takhrij:
Juga
dikeluarkan oleh Al-Khallal dalam Ahkam Ahli Al-Milal wa Ar-Riddah, dari Ahmad
bin Hanbal yang mengatakan,
328 - أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي
أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ
حَرْبٍ، عَنْ عِيَاضٍ الأَشْعَرِيِّ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ لِي كَاتِبًا نَصْرَانِيًّا.
قَالَ: مَا لَكَ؟ قَاتَلَكَ اللَّهُ! أَمَا سَمِعْتَ اللَّهَ، تَبَارَكَ
وَتَعَالَى، يَقُولُ: {يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ} [المائدة: 51] ؟ أَلا اتَّخَذْتَ حَنِيفًا؟
قَالَ: قُلْتُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، لِي كِتَابَتُهُ وَلَهُ دِينُهُ.
قَالَ: لا أُكْرِمُهُمْ إِذْ أَهَانَهُمُ اللَّهُ، وَلا أُعِزُّهُمْ إِذْ
أَذَلَّهُمْ، وَلا أُدْنِيهِمْ إِذْ أَقْصَاهُمُ اللَّهُ.
“Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata,
ayahku menceritakan kepadaku, dia berkata, Waki’ menceritakan kepada kami, dia
berkata, Isra`il menceritakan kepada kami, dari Simak bin Harb, dari Iyadh
Al-Asy’ari, dari Abu Musa yang berkata, “Aku berkata kepada Umar RA, bahwa aku
punya seorang sekretaris Nashrani.”
Maka dia berkata kepadaku, “Ada apa kamu ini?!
Semoga Allah membunuhmu! Tidakkah kau dengar firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,
{يَأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ} [المائدة: 51]
“Hai orang-orang yang beriman janganlah menjadikan
Yahudi dan Nashrani sebagai wali, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang
lain.”
Mengapa engkau tidak mengangkat seorang muslim yang
hanif.”
Aku menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, bagiku
tulisannya dan baginya agamanya.”
Dia menjawab, “Aku tidak akan memuliakan mereka
ketika Allah telah menghinakan mereka dan aku tidak akan membuat mereka kuat
setelah Allah melemahkan mereka serta tidak akan mendekatkan mereka sementara
Allah telah menjauhkan mereka.”
(Ahkam Al-Milal oleh Al-Khallal terbitan Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyyah tahun 1994 hal. 117).
Sementara
Al-Baihaqi mengeluarkan atsar Umar ini dalam As-Sunan Al-Kubra dengan sanad
dari Syu’bah dari Simak, dan dari Asbath dari Simak. Redaksi Syu’bah lebih
ringkas sementara redaksi Asbath mirip sekali dengan redaksi Amr bin Abi Qais yang
ada dalam riwayat Ibnu Abi Hatim.
Berikut redaksi Asbath:
وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ زَيْدُ بْنُ أَبِي هَاشِمٍ الْعَلَوِيُّ
, وَأَبُو الْقَاسِمِ عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ النَّجَّارِ الْمُقْرِئُ
بِالْكُوفَةِ قَالَا: أنبأ أَبُو جَعْفَرِ بنُ دُحَيْمٍ , ثنا أَحْمَدُ بْنُ حَازِمٍ
, ثنا عَمْرُو بْنُ حَمَّادٍ , عَنْ أَسْبَاطٍ , عَنْ سِمَاكٍ , عَنْ عِيَاضٍ الْأَشْعَرِيِّ
, عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَمَرَهُ
أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ مَا أَخَذَ وَمَا أَعْطَى فِي أَدِيمٍ وَاحِدٍ , وَكَانَ لِأَبِي
مُوسَى كَاتِبٌ نَصْرَانِيٌّ , يَرْفَعُ إِلَيْهِ ذَلِكَ , فَعَجِبَ عُمَرُ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ , وَقَالَ: " إِنَّ هَذَا لَحَافِظٌ " وَقَالَ: " إِنَّ
لَنَا كِتَابًا فِي الْمَسْجِدِ , وَكَانَ جَاءَ مِنَ الشَّامِ فَادْعُهُ فَلْيَقْرَأْ
" , قَالَ: أَبُو مُوسَى: إِنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ
, فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: " أَجُنُبٌ هُوَ؟ " , قَالَ: لَا
, بَلْ نَصْرَانِيٌّ قَالَ: فَانْتَهَرَنِي , وَضَرَبَ فَخِذِي , وَقَالَ: " أَخْرِجْهُ
" , وَقَرَأَ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ} [المائدة: 51] " قَالَ
أَبُو مُوسَى: وَاللهِ مَا تَوَلِّيتُهُ , إِنَّمَا كَانَ يَكْتُبُ قَالَ: أَمَا وَجَدْتَ فِي أَهْلِ الْإِسْلَامِ مَنْ يَكْتُبُ لَكَ؟ لَا تُدْنِهِمْ إِذْ أَقْصَاهُمُ
اللهُ , وَلَا تَأْمَنْهُمْ إِذْ خَوَّنَهُمُ اللهُ , وَلَا تُعِزَّهُمْ بَعْدَ إِذْ
أَذَلَّهُمُ اللهُ , فَأَخْرِجْهُ "
(Lihat As-Sunan Al-Kubra oleh Al-Baihaqi 10/216).
Selain
itu, bukan hanya Simak yang meriwayatkannya dari Iyadh Al-Asy’ari tapi juga ada
Yazid bin Abi Ziyad sebagaimana dikeluarkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab ‘Uyun
Al-Akhbar (1/102):
حدّثنا إسحاق بن راهويه قال: أخبرنا جرير عن يزيد بن أبي زياد عن عياض
بن أبي موسى أنّ عمر بن الخطّاب قال لأبي موسى: ادع لي كاتبك ليقرأ لنا صحفا جاءت من
الشام. فقال أبو موسى: إنه لا يدخل المسجد: قال عمر: أبه جنابة؟ قال: لا، ولكنّه نصراني.
قال: فرفع يده، فضرب فخذه حتى كاد يكسرها ثم قال: ما لك! قاتلك الله! أما سمعت قول
الله عز وجل:
))يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصارى أَوْلِياء(( ألا اتخذت
رجلا حنيفيا؟ فقال أبو موسى: له دينه ولي كتابته. فقال عمر: «لا أكرمهم إذ أهانهم الله
ولا أعزّهم إذ أذلّهم ولا أدنيهم إذ أقصاهم الله» .
“Ishaq bin Rahawaih menceritakan kepada kami,
Jarir mengabarkan kepada kami, dari Yazid bin Abi Ziyad, dari Iyadh bin Abi
Musa (demikian yang tertulis sepertinya salah cetak –penerj) dari Abu Musa,
bahwa Umar bin Khaththab pernah berkata kepada Abu Musa, “Panggilkan aku
sekretarismu untuk membacakan kepada kami sebuah surat yang datang dari Syam.”
Abu Musa berkata, “Dia tidak bisa masuk masjid.”
Umar bertanya, “Memangnya kenapa? Dia junub?”
Abu Musa, “Bukan, tapi dia Nashrani.”
Maka Umar pun memukul paha Abu Musa sampai hamper mematahkannya
sambil berkata, “Apa-apaan kamu ini! Semoga Allah membunuhmu! Apa kau tidak
dengar firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman janganlah menjadikan
Yahudi dan Nashrani sebagai wali……” Mengapa kau tidak mengangkat
seorang hanif (muslim)?!”
Abu Musa menjawab, “Baginya agamanya dan bagiku
tulisannya.”
Umar menjawab, “Aku tidak akan memuliakan mereka
sementara Allah menghinakan mereka, tidak akan menguatkan mereka sementara
Allah melemahkan mereka, dan tidak akan mendekatkan mereka sementara Allah
telah menjauhkan mereka.”
Para
perawinya tsiqah kecuali Yazid bin Abi Ziyad dia seorang pemuka syiah generasi
awal. Dianggap dhaif oleh para ulama hadits tapi tingkat kedhaifannya ringan
sebagaimana kata Abu Zur’ah, “Haditsnya boleh ditulis tapi tak dijadikan
hujjah.” Sementara Abu Daud mengatakan, “Aku tak mengetahui ada yang meninggalkan
haditsnya.” Bahkan Al-Ijli mengatakannya Ja`izul hadits (haditsnya boleh
dipakai sebagai penguat).
(Lihat Tahdzib Al-Kamal oleh Al-Mizzi jilid 32
hal. 135-140).
Dengan begitu, dia bisa dipakai untuk menguatkan
Simak bin Harb, sehingga atsar di atas menjadi shahih li ghairih. Wallahu a’lam.
Pelajaran dari Atsar ini
Sikap
Umar yang menolak sekretaris Nashrani dengan berlandaskan pada surah Al-Maidah
ayat 51 menunjukkan penafsirannya terhadap ayat tersebut bahwa orang Yahudi dan
Nashrani dilarang menduduki jabatan strategis mengurusi kaum muslimin. Kalau
sekretaris saja dilarang apalagi camat, bupati, gubernur bahkan Presiden.
Sehingga benarlah pendalilan para ulama yang menggunakan ayat tersebut untuk
melarang memilih gubernur kafir.
Dengan
tegas Umar mengatakan tidak akan menjadikan mereka kuat sementara Allah
melemahkan mereka. Menjadikannya pejabat apalagi pemimpin daerah kaum muslimin
bukan lagi menjadikan mereka kuat malah menjadikan mereka penguasa dan pengatur
kekuatan yang jelas bertentangan dengan semangat ayat 51 surah Al-Maidah itu.
Mungkin
kalau Ahok ada waktu itu dia akan mengatakan kepada Abu Musa jangan mau
dibodohin oleh Umar. Binasalah mulut kafir dan hinalah dia di sisi Allah.
Anshari Taslim
11 Oktober 2016.
Assalamualaikum wr wb.
BalasHapusSangat bermanfaat.
Mohon izin utk membagikan kiriman ini
wa alaikum salam warahmatullah wabarakatuh, silakan dgn senang hati
Hapus