Satu lagi riwayat yang dijadikan
sandaran untuk taat pada penguasa yang mengambil harta dan memukul punggung,
yaitu riwayat Ubadah bin Shamit yang disebutkan oleh Ibnu Hibban, no. 4562 dan
no. 4566, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, no. 1026, Ibnu Zanjawaih dalam
Al-Amwal, no. 24, hal. 72-73, Asy-Syasi dalam musnadnya, no. 1221, Ibnu Asakir
dalam Tarikh Dimasyq 15/374. Semua dari jalur Mudrik bin Sa’d Al-Fazari Abu Sa’id,
dari Hayyan Abu Nadhr yang mendengar dari Junadah bin Abi Umayyah yang mendengar
dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
اسْمَعْ وَأَطِعْ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ،
وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ وَإِنْ أَكَلُوا مَالَكَ، وَضَرَبُوا ظَهْرَكَ إِلَّا أَنْ يَكُونَ
معصية
“Dengar
dan menurutlah dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan semangat maupun
malas bahkan dalam keadaan kamu tidak dapat bagian, meski
mereka memakan hartamu dan memukul punggungmu. Kecuali kalau itu adalah
maksiat.”
Dalam hal ini Mudrik bin Sa’d
menambahkan redaksi (وَإِنْ أَكَلُوا مَالَكَ وَضَرَبُوا ظَهْرَكَ إِلَّا أَنْ يَكُونَ معصية) (meski mereka
memakan hartamu dan memukul punggungmu. Kecuali kalau itu adalah maksiat).
Kalimat ini tidak terdapat dalam redaksi perawi lain yang juga sama-sama
meriwayatkan dari Hayyan Abu Nadhr.
Yang meriwayatkan hadits ini dari Hayyan
Abu Nadhr ada dua orang yaitu Mudrik bin Sa’d dan Sa’id bin Abdul Aziz. Dalam
redaksi Sa’id bin Abdul Aziz tidak terdapat tambahan tersebut, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya nomor 22736 tapi Imam Ahmad tidak
menyebutkan redaksinya, hanya mengatakan mirip dengan redaksi hadits sebelumnya
yaitu hadits Al-Awza’i dari Umair bin Hani` dari Junadah dari Ubadah, bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ
وَمَكْرَهِكَ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ، وَلَا تُنَازِعِ الْأَمْرَ أَهْلَهُ، وَإِنْ رَأَيْتَ
أَنَّ لَكَ
“Kamu
harus mendengar dan patuh dalam keadaan susah maupun senang, dalam keadaan
semangat maupun malas, dan ketika kamu tidak kebagian. Jangan menentang
pemangku urusan ini meski engkau merasa itu adalah hakmu.”
Dalam redaksi ini tidak ada kalimat
memukul punggung dan mengambil harta. Sementara Mudrik bin Sa’d sendiri masuk
kategori hasanul hadits, dimana Abu Mushir mengatakannya, “Tidak ada masalah
padanya, boleh diambil haditsnya yang dikenal.” Jadi maksudnya haditsnya yang selaras
dengan riwayat orang lain, tapi bila ada tambahan yang tidak terdapat dalam
riwayat orang lain maka berlakulah hukum ziyadah yang bisa ditolak bila indicator
penolaknya memang kuat.
Dalam hal ini riwayat Sa’id bin Abdul Aziz
dan dia imam yang tsiqah tidak menyebutkan tambahan itu, sehingga riwayat Sa’idlah
yang diunggulkan daripada riwayat Mudrik.
Indikator lain adalah para rawi yang meriwayatkan
dari Junadah bin Abi Umayyah selain Hayyan Abu Nadhr pun tidak ada yang menyebutkan
tambahan ini.
Hayyan
Abu Nadhr sendiri dianggap tsiqah oleh Ibnu Ma’in dan hanya dianggap shalih
oleh Abu Hatim.[1]
Mereka yang
meriwayatkan dari Junadah selain Hayyan adalah:
1.
Umair bin Hani` sebagaimana riwayat
Imam Ahmad di atas. Umair bin Hani` sendiri adalah perawi yang dipakai dalam
shahihain dan dia dianggap tsiqah oleh Al-Ijli dan Ibnu Hibban, sehingga dia
lebih kuat dibanding Hayyan Abu Nadhr.[2]
2.
Busr bin Sa’id yang ada dalam Shahih
Al-Bukhari, no. 7055 dan Shahih Muslim, no. 1709, dan Busr bin Sa’id sendiri
disepakati ketsiqahannya dan banyak hadits.[3]
Riwayatnyalah yang jadi pegangan dalam
shahihain dalam masalah ini, berikut redaksi Al-Bukhari:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ بُكَيْرٍ
عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَهُوَ مَرِيضٌ قُلْنَا أَصْلَحَكَ اللَّهُ حَدِّثْ بِحَدِيثٍ
يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهِ سَمِعْتَهُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ
فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا
وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ
الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ
فِيهِ بُرْهَانٌ
“Ismail
menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepadaku, dari Amr, dari
Bukair, dari Busr bin Sa’id dari Junadah bin Abi Umayyah yang berkata, “Kami
masuk menemui Ubadah bin Shamit yang sedang sakit lalu kami katakan, “Semoga
Allah memperbaiki anda, tolong ceritakan hadits yang membuat anda bermanfaat di
sisi Allah yang anda dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Diapun
berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam memanggil kami lalu kami
membaiatnya. Diantara isi baiat itu adalah kami harus dengar dan taat dalam
keadaan semangat maupun malas, dalam keadaan senang maupun susah dan bilapun
kami tak diberi bagian serta agar kami tidak membantah pemangku urusan
(kepemimpinan) kecuali kalau kalian melihat adanya kekufuran yang nyata yang kalian
punya buktinya di sisi Allah.”
Dalam riwayat ini jelas tidak ada kata
tambahan yang dijadikan pokok bahasan. Selain itu, dalam riwayat mauquf yang juga
dari Junadah ke Ubadah sendiri tidak disebutkan kalimat yang dipermasalahkan,
sebagaimana terungkap dalam riwayat Abdurrazzaq dalam mushannafnya, no. 20687,
dan Asy-Syasi dalam Musnadnya nomor 1222:
حَدَّثَنَا الصَّغَانِيُّ أَبُو بَكْرٍ، نا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى الْأَشْيَبُ،
نا شَيْبَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ جُنَادَةَ بْنِ أَبِي أُمَيَّةَ،
قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ وَكَانَ مِمَّنْ فَقَّهَهُ اللَّهُ
فِي الدِّينِ فَقَالَ: «أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَا عَلَيْكَ وَمَا لَكَ، إِنَّ عَلَيْكَ
السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ
عَلَيْكَ، وَأَنْ تُقِيمَ لِسَانَكَ بِالْعَدْلِ , وَأَنْ لَا تَنَازِعَ الْأَمْرَ
أَهْلَهُ»
“Ash-Shaghani
Abu Bakar menceritakan kepada kami, Hasan bin musa Al-Asy-yab menceritakan
kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami, dari Manshur dari Mujahid, dari
Junadah bin Abi Umayyah yang berkata, Aku masuk menemui Ubadah bin Shamit dan
dia termasuk orang yang Allah beri pemahaman dalam agama. Dia berkata, “Maukah
kau kuberitahu apa yang menjadi kewajibanmu dan apa yang menjadi hakmu? Kau
harus mendengar dan taat baik dalam keadaan susah maupun senang, semangat
maupun malas dan bilapun kau tak diberi bagian, tapi kau juga harus menegakkan
lidahmu dengan adil dan tidak membantah pemegang urusan (pemerintahan).”
Redaksi Abdurrazzaq dari dari Ma’mar
dari Ayyub, dari Abu Qilabah yang berkata Ubadah berkata kepada Junadah,…..”
mirip dengan di atas dengan tambahan
وألا تنازع الامر أهله ، إلا أن تؤمر بمعصية الله براحا ، فإن أمرت بخلاف
ما في كتاب الله فاتبع كتاب الله.
“Dan
janganlah kau menentang pemangku urusan kecuali kalau kau diperintahkan
bermaksiat kepada Allah yang jelas. Kalau kau diperintah menyelisihi kitab
Allah maka ikutilah kitab Allah.”
Ini semua semakin menunjukkan
kejanggalan tambahan yang ada dalam riwayat Mudrik bin Sa’d.
Riwayat
Walid bin Ubadah
Tambahan
lagi, selain Junadah juga ada Al-Walid bin Ubadah yang meriwayatkan dari
ayahnya sendiri yaitu Ubadah bin Shamit dengan redaksi mirip tanpa menyebutkan
adanya kalimat memukul punggung dan mengambil harta.
Riwayat Walid bin Ubadah ini ada dalam
Al-Muwaththa` Imam Malik, no. 1620, Shahih Al-Bukhari, no. 7199, Shahih Muslim,
no. 1709, Ibnu Majah, Imam Ahmad di beberapa tempat dalam musnadnya dan
lain-lain, semua dari jalur Yahya bin Sa’id Al-Anshari dari Ubadah bin Walid
bin Ubadah, dari ayahnya yaitu Walid, dari kakeknya yaitu Ubadah bin Shamit ra yang
berkata,
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ
أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا لَا نَخَافُ فِي
اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“Kami
membaiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat baik
dalam keadaan semangat maupun malas dan agar kami tidak menentang pemangku
urusan (pemimpin) dan hendaknya kami senantiasa mengatakan yang benar tanpa
takut dengan celaan para pencela hanya karena Allah.”
Melihat kesemua riwayat ini tidak
menyebutkan adanya tambahan yang disebutkan oleh Mudrik bin Sa’d maka layaklah
disebut bahwa riwayat Mudrik bin Sa’d tersebut syaadz karena menyalahi kesemua
riwayat yang ada.
Bahkan andaipun riwayat itu mau dipegang
jelas sekali klausul yang ada dalam riwayat itu (إِلَّا أَنْ يَكُونَ معصية) (kecuali kalau itu adalah maksiat)
sehingga tidak wajib taat dalam hal maksiat dan itu berlaku terhadap perintah
pemimpin yang mengambil harta dan memukul punggung dalam hal maksiat.
Sehingga tafsiran yang tepat untuk
ketaatan ini adalah ketaatan terhadap perintah pemimpin dalam masalah ijtihadi yang
bisa jadi kita tidak setuju tapi dia punya dalil tersendiri untuk melegalkan
perintahnya itu. Nah dalam hal itulah kita tak boleh membantah meski tidak
setuju, sedangkan dalam hal maksiat yang telah jelas dalilnya maka wajib
ditentang sebagaimana banyak riwayat amar makruf dan nahi munkar. Wallahu a’lam.
Anshari
Taslim
Bagaimana dengan hadist ini ustadz,
BalasHapus« يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykah Al Mashobih, 15/343, Maktabah Syamilah)
Apakah hadist ini jg ada kelemahan?..apakah lemahnya parah?..bisakah mengangkat hadist yg lmah dlm artikel di atas mnjadi shahih?
http://kawalitareng.blogspot.co.id/2015/04/mendudukkan-hadits-hudzaifah-tentang.html?showComment=1449043308537#c8601594800198838105
HapusSya pnah denger kajian ustadz x..ktika suatu hadist dhaif yg dhaifnya tdk parah..kemudian ada hadist dhaif lain yg menguatkannya maka bsa terangkat menjadi hadist hasan.bisa dijelaskan apakah dua hadist yang ustadz anggap dhaif tsb apakah bisa jadi hasan?..apakah kriteria hadist dhoif yg parah dn tdak..bisa di ulas ustadz..
BalasHapus