Tha`ifah Manshurah atau Tha`ifah
Zhahirah secara makna adalah kelompok yang ditolong atau kelompok yang
menang. Mereka adalah satu kelompok kecil dari umat Islam yang mendapat
pertolongan Allah dan merupakan manusia-manusia pilihan Allah yang selalu ada
sejak masa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sampai hari kiamat. Mereka
adalah orang-orang yang berakidah sesuai pemahaman Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabat beliau, menjauhi dosa-dosa besar dan dosa kecil semampu
mereka, berusaha mengamalkan sunnah mulai dari yang paling kecil hingga yang besar
dan jelas keberpihakannya pada Islam, anti ta’ashshub nasionalisme dan pemetaan
berdasarkan ras dan daerah. Hanya satu yang menyatukan mereka yaitu akidah
Islam dan permusuhan terhadap thaghut.
Banyak hadits yang menyebutkan adanya
sekelompok orang dari kalangan ummat ini yang senantiasa membela kebenaran dan
mereka selalu menang (zhahirah) atau ditolong (manshurah) oleh Allah.
Pertolongan atau kemenangan yang mereka dapatkan tidak melulu berbentuk
kemenangan duniawi, tapi yang penting adalah kemenangan ukhrawi yaitu istiqamah
di jalan kebenaran sampai mati.
Syekh Dr Hafizh Muhammad Al-Hakami,
dalam risalah kecilnya “Al-Ahadits Al-Waridah fii Ath-Tha`ifah Al-Manshurah,
dirasah haditsiyyah fiqhiyyah” mengumpulkan ada 22 hadits dari sumber yang berbeda
mengenai adanya tha`ifah zhahirah atau tha`ifah manshurah ini. Hadits-hadits
tersebut bersumber dari Mughirah bin Syu’bah, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Jabir
bin Samurah, Jabir bin Abdullah, Tsauban, Sa’d bin Abi Waqqash, Uqbah bin ‘Amir,
Abdullah bin ‘Amr, Zaid bin Arqam, Abu Hurairah, Umar bin Khaththab, Imran bin
Hushain, Anas bin Malik, Qurrah bin Iyas, Salamah bin Nufail Al-Kindi, Nawas
bin Sam’an, Abu Umamah, Murrah bin Ka’b, Ibnu As-Samth, Anbah Al-Khaulani, dan
riwayat mursal dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi.
Dengan demikian hadits ini termasuk
hadits mutawatir maknawi sehingga dia merupakan bagian agama yang bersifat qath’iy,
yaitu keyakinan akan adanya satu kelompok elit ummat Islam yang senantiasa
berpihak pada kebenaran sampai hari kiamat nanti. Tidak ada masa sejak Nabi shallallahu
alaihi wa sallam sampai ketentuan Allah menjelang kiamat kecuali akan diisi
oleh kelompok ini yang bisa saja bertebaran tidak hanya di satu tempat.
Para ulama salaf juga mengidentifikasi
bahwa mereka adalah ahlu hadits, sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Mubarak,
Yazid bin Harun, Ahmad bin Hanbal, Ali bin Al-Madini dan Al-Bukhari.
Kemudian para ulama belakangan memberi
penjelasan tambahan akan maksud para ulama salaf ini dengan mengatakan bahwa yang
mereka sebutkan hanyalah salah satu contoh dari tha`ifah manshurah tersebut,
dan bukan merupakan pembatasan bahwa tha`ifah manshurah ini hanya terbatas pada
ahli hadits semata.
Bahkan Al-Qadhi Iyadh menjelaskan
pernyataan Imam Ahmad, bahwa yang dimaksud adalah kelompok madzhab ahlu hadits,
yaitu kelompok ahlu sunnah wal jama’ah.[1]
Sedangkan An-Nawawi mengungkapkan
penjelasan yang lebih luas lagi tentang cakupan kelompok ini,
وَيَحْتَمِلُ أَنَّ هَذِهِ الطَّائِفَةَ مُفَرَّقَةٌ بَيْنَ
أَنْوَاعِ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُمْ شُجْعَانٌ مُقَاتِلُونَ وَمِنْهُمْ فُقَهَاءُ وَمِنْهُمْ
مُحَدِّثُونَ وَمِنْهُمْ زُهَّادٌ وَآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفَ وَنَاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَمِنْهُمْ أَهْلُ أَنْوَاعٍ أُخْرَى مِنَ الْخَيْرِ وَلَا يَلْزَمُ أَنْ يَكُونُوا
مُجْتَمَعِينَ بَلْ قَدْ يَكُونُونَ مُتَفَرِّقِينَ فِي أَقْطَارِ الْأَرْضِ
“Ada
kemungkinan bahwa kelompok ini terpencar di tengah berbagai macam tipikal kaum
mukminin. Di antara mereka ada yang merupakan para pemberani yang berperang,
ada pula para fuqaha`, ahli hadits, ahli zuhud, para aktivis amar makruf dan
nahi munkar, serta berbagai aktivis kegiatan baik lainnya. Mereka tidak mesti
berada di satu tempat, bisa jadi mereka terpecar di berbagai belahan bumi.”[2]
Di antara hadits-hadits tentang tha`ifah
manshurah ini ada beberapa yang dengan lugas menggunakan kata menggunakan kata
perang (قِتَال).
Kata qital jelas berarti perang di medan tempur dengan senjata, bukan jihad
yang masih bisa diinterpretasikan lain selain angkat senjata semisal menulis,
membantah aliran sesat dan lain-lain.
Riwayat-Riwayat
Thai’fah Manshurah yang Berperang
Berikut beberapa riwayat tentang
tha`ifah manshurah yang mengandung tegas kalimat qital (berperang) di jalan
Allah.
1.Hadits Jabir
bin Samurah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَنْ
يَبْرَحَ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا يُقَاتِلُ عَلَيْهِ عِصَابَةٌ مِنْ
الْمُسْلِمِينَ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Agama ini akan selalu tegak dimana ada
sekelompok kaum muslimin berperang membelanya sampai hari kiamat.”
(HR. Muslim,
no. 1922 dalam kitab Al-Imarah, Musnad Ahmad, no. 20985).
Isnadnya hasan karena dalam sanadnya ada Simak bin Harb dimana haditsnya hasan
bila bersendirian.
2.Hadits Jabir
bin Abdullah yang juga diriwayatkan oleh Muslim
dalam shahihnya, nomor 1923:
“Harun bin
Abdullah dan Hajjaj bin Asy-Sya’ir menceritakan kepadaku, keduanya berkata,
Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata, Ibnu Juraij berkata,
Abu Az Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah
berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Akan selalu
ada sekelompok orang dari umatku yang berperang di atas kebenaran dan menang
sampai hari kiamat.”
Juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan tambahan, “Lalu turunlah Isa putra Maryam
dan berkatalah pimpinan mereka, “Mari shalat menjadi imam kami.” Tapi Isa
berkata, “Tidak, melainkan salah satu dari kalian berhak memimpin yang lain
sebagai penghormatan Allah kepada umat ini”.”
(Musnad Ahmad,
no. 15127).
3.Hadits
Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang juga diriwayatkan oleh
Muslim dalam shahihnya nomor 1037 dalam riwayat mutabi’:
Ishaq bin
Manshur menceritakan kepadaku, Katsir bin Hisyam mengabarkan kepada kami,
Ja’far yaitu putra Burlan menceritakan kepada kami, Yazid bin Al-Ashamm
menceritakan kepada kami, dia berkata, Aku mendengar Mu’awiyah bin Abu Sufyan
menyebutkan sebuah hadits yang dia riwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa
sallam dan belum pernah aku dengar dia meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam di mimbarnya selain hadits ini. Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَلَا تَزَالُ عِصَابَةٌ
مِنْ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ
نَاوَأَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa
yang Allah inginkan kebaikan padanya maka dia akan dipahamkan dalam urusan
agama. Akan senantiasa ada sebagian kecil dari umatku ini yang berperang di
atas kebenaran dan selalu menang menghadapi siapa saja yang memerangi mereka
sampai hari kiamat.”
4.Hadits Imran
bin Hushain, Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
لاَ
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى
مَنْ نَاوَأَهُمْ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُهُمُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ
“Akan
senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang berperang di atas kebenaran
dan menang melawan orang yang memerangi mereka sampai generasi terakhir mereka
akan berperang melawan Al-Masih Ad-Dajjal.”
(Hr.Abu Daud, no. 2484, Ahmad dalam
musnadnya nomor 19920, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 8391 dia menyatakan
hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi,
serta diiyakan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 1959).
5.Hadits Uqbah
bin Amir yang berkata, Aku mendengar
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا
تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ قَاهِرِينَ
لِعَدُوِّهِمْ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَأْتِيَهُمْ السَّاعَةُ
وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ
“Akan
senantiasa ada sekelompok orang dari kalangan umatku yang berperang berdasarkan
urusan Allah yang mengalahkan musuh mereka. Orang yang menyelisihi mereka tidak
membahayakan mereka sampai datang kiamat kepada mereka dan mereka tetap dalam
keadaan seperti itu.”
(HR. Muslim, no. 1924).
6.Hadits
Salamah bin Nufail Al-Kindi yang berkata,
“Aku duduk
bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam maka ada seorang laki-laki
datang dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang telah melepas
kuda dan meletakkan senjata dan mereka katakan bahwa jihad tidak ada lagi dan alat-alat
perangpun sudah dikemas.” Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pun
menghadapkan wajahnya dan berkata,
كذبوا
الآن الآن جاء القتال ولا يزال من أمتي أمة يقاتلون على الحق ويزيغ الله لهم قلوب
أقوام ويرزقهم منهم حتى تقوم الساعة وحتى يأتي وعد الله
“Mereka salah!
Justru sekarang inilah, ya sekarang inilah saatnya perang dan akan selalu ada
sekelompok orang dari umatku yang berperang di atas kebenaran. Allah
menyesatkan hati sebagian orang untuk mereka sehingga mereka bisa memperoleh
rezeki dari orang-orang yang tersesat itu. Itu akan berlangsung terus hingga
hari kiamat atau sampai datangnya urusan Allah…..” sampai akhir hadits.
(HR. An Nasa`iy, no. 3561, Ahmad dalam
musnadnya, no. 16965 dinyatakan hasan sanadnya oleh Al-Arnauth).
Inilah hadits-hadits yang menyatakan
bahwa salah satu ciri tha`ifah manshurah yang dijanjikan Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam yang akan selalu ada sepanjang zaman adalah
berperang melawan musuh Allah.
Jumlah mereka sedikit, karena kata tha`ifah
atau ‘ishabah yang terdapat dalam hadits menunjukkan bahwa mereka hanya
sekelompok orang, bukan mayoritas umat Islam. Mengingat tidak semua orang mampu
melakukan jihad dalam bentuk perang, hanya manusia pilihan Allah yang akan
melaksanakannya.
Inilah yang menyebabkan Ibnu Taimiyah
berusaha mendiskripsikan siapa saja yang berhak masuk ke dalam tha`ifah
manshurah di masanya, ketika jalan perang harus ditempuh kaum muslimin demi
mempertahankan agama dan tanah air dari penjajahan aggressor Tatar yang zhalim.
Beliau berkata,
أَمَّا الطَّائِفَةُ بِالشَّامِ وَمِصْرَ وَنَحْوِهِمَا
فَهُمْ فِي هَذَا الْوَقْتِ الْمُقَاتِلُونَ عَنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَهُمْ مِنْ أَحَقِّ
النَّاسِ دُخُولًا فِي الطَّائِفَةِ الْمَنْصُورَةِ الَّتِي ذَكَرَهَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ فِي الْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْمُسْتَفِيضَةِ
عَنْهُ
“Adapun
sekelompok orang yang ada di Syam, Mesir dan yang lain, dimana mereka saat ini
sedang berperang untuk membela agama Islam, adalah orang-orang yang paling berhak
untuk dianggap sebagai thaifah manshurah, yang
telah di sebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam berbagai hadits
shahih yang telah beredar banyak dari beliau.”[3]
Tak hanya itu, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah ketika terjadi penyerangan Tartar, bahkan telah
mengklasifiki kaum muslimin yang ada saat itu menjadi tiga golongan:
1.
Thaifah
Manshurah yaitu mereka yang berjihad
melawan Tartar sang perusak.
2.
Tha`ifah
Mukhalifah yaitu kaum perusak itu sendiri
beserta orang-orang Islam yang mengikuti dan bersekutu dengan mereka.
3.
Tha`ifah
Mukhadzilah yaitu mereka yang hanya duduk
dan tidak mau angkat senjata, meski sikap keislaman mereka benar.
(Lihat Majmu’
Al Fatawa jilid 26, hal. 416-417).
Apa yang terjadi di masa Ibnu Taimiyah
ini terjadi lagi sekarang di Irak, Afghanistan, Palestina, Suriah dan belahan
bumi lainnya. Tha`ifah Manshurah mengambil peran mereka dalam mempertahankan
agama Allah dengan angkat senjata, dan mereka itulah yang sedang berperang di
sana. Sedangkan tha`ifah mukhalifah adalah para pemimpin munafik model Hamid
Karzai yang menjadi kaki tangan orang kafir untuk memerangi kaum
muslimin.Sementara tha`ifah mukhadzilah adalah mereka yang tidak mau angkat
senjata dengan berjuta alasan, mulai dari merasa diri masih lemah, jihadnya
tidak syar’i sampai yang memang tidak peduli.
Semoga ada kelompok keempat yaitu mereka yang berniat untuk
membantu saudara-saudaranya yang berjihad di sana namun belum mendapat
kemampuan dan kesanggupan, tapi mereka mendukung dan tidak malah menghina
perjuangan saudaranya itu dengan cap khawarij dan lain sebagainya yang hanya
menguntungkan Amerika dan sekutu-sekutunya.
Apakah Setiap
yang Angkat Senjata Demi Islam adalah Tha`ifah Manshurah?
Jawabnya tentu
saja tidak, karena syarat pasti dari kelompok ini adalah selamatnya akidah dari
penyimpangan, dan akidah mereka sesuai dengan madzhab ahlus sunnah dan
berpedoman kepada salafus shalih, dengan kemantapan ilmu fikih untuk mengetahui
mana yang tsawabit (doktrin yang tak bisa diubah) dan mana yang mutaghayyiraat
(hukum yang bisa berubah sesuai kondisi dan zaman).
Anshari Taslim
Bekasi, 2 Mei
2011, diedit ulang 3 Agustus 2015
[1]
Lihat Ikmal Al-Mu’lim oleh Al-Qadhi Iyadh jilid 6 hal. 350:
وقد قال أحمد بن حنبل فى هذه الطائفة: إن لم يكونوا أهل الحديث فلا أدرى
من هم؟ وإنما أراد أهل السنة والجماعة ومن يعتقد مذهب أهل الحديث. وقال البخارى: هم
أهل العلم.
“Ahmad bin Hanbal berkata tentang kelompok ini, “Kalau
bukan ahli hadits maka aku tak tahu lagi siapa mereka.” Yang dia maksud adalah
ahlu sunnah wal jamaah dan yang berakidah dengan madzhab ahlul hadits.
Sementara Al-Bukhari mengatakan, “Mereka adalah ahli
ilmu (para ulama).”
[2]
Syarh Shahih Muslim 13/67.
[3]
Majmu’ Al-Fatawa 28/531.
Sayangnya para ulama sekarang adalah ulama penguasa. yang menyelewengkan ilmu untuk pembenaran penguasa yang zalim
BalasHapus