Rabu, 24 September 2014

Menjual Kulit Kurban untuk Masjid

Tanya:
Ada sebagian panitia masjid di tempat kami di Al-Jaza`ir yang mengumpulkan kulit hewan kurban dan menjualnya ke pabrik pengolahan kulit lalu uang hasil penjualan itu dipakai untuk pembangunan masjid. Mereka berdalil bahwa banyak orang saat ini tidak lagi membutuhkan kulit bahkan mereka membuangnya ke tempat sampah. Apakah perbuatan panitia ini diperbolehkan?
Apakah boleh bila ada seseorang memberikan kulit kurbannya kepada mereka (para panitia) kalau mereka mendatangi rumahnya dan dia tahu bahwa mereka pasti menjualnya?


Jawab:
        Al-hamdulillah, pertama: seorang pekurban tidak boleh menjual kulit kurbannya karena itu adalah sembelihan yang sudah diperuntukkan kepada Allah di kesemua bagiannya. Apa yang sudah ditentukan untuk Allah maka tidak boleh diambil pembayaran sebagai gantinya. Makanya, tukang jagal tidak diberikan sedikitpun daging kurban itu sebagai upah.[1]
        Al-Bukhari (1717) dan Muslim (1317) meriwayatkan dan ini adalah redaksi Muslim, dari Ali ra yang berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku mengurusi (sembelihan) untanya dan aku harus menyedekahkan daging dan kulitnya bahkan jilalnya (selimut di atas punggung) dan aku tidak boleh memberikan tukang jagal dari bagian itu (sebagai upah). Ali berkata, “Kami akan memberinya dari (uang) kami sendiri.”
        Dalam kitab Zad Al-Mustaqni’ dikatakan, “Dan tidak boleh menjual kulit atau bagian apapun dari hewan itu, melainkan harus dimanfaatkan.”
        Syekh Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam syarhnya (7/514): “Tidak boleh menjual kulitnya” maksudnya setelah hewan itu disembelih, karena dia telah diperuntukkan hanya kepada Allah dengan kesemua bagiannya. Segala yang sudah diperuntukkan hanya kepada Allah maka tidak boleh mengambil uang penggantinya. Dalilnya adalah hadits Umar bin Khaththab ra bahwa dia memberikan kudanya kepada seseorang untuk dipakai berjihad di jalan Allah. Tapi si orang yang diberi kuda ini lalai hingga kuda itu hilang. Maka Umar pun mendatangi Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam minta izin untuk membelinya (menggantinya dengan uang) karena dia mengira bahwa penunggangnya tadi telah menjualnya dengan harga murah. Tapi Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jangan kamu beli, meski dia menjualnya kepadamu hanya seharga satu dirham.”
        Sebab hukum dalam hal ini adalah karena dia telah mengeluarkan kuda itu untuk Allah dan setiap yang dikeluarkan hanya untuk Allah maka dia tidak boleh lagi mengambilnya. Makanya, seorang yang sudah hijrah dari negri musyrik tidak boleh lagi kembali untuk tinggal lagi di sana, karena dia telah keluar dari sebuah negeri yang tidak disukai Allah ke negeri yang Dia sukai kalau dia meninggalkan negeri itu karena Allah Azza wa Jalla.
        Sebab, kulit hewan kurban ini adalah bagian dari hewan itu sendiri yang menyertainya dalam hidup seperti halnya daging. (Maksudnya kalau menjual dagingnya tidak boleh maka kulitnya juga tidak boleh).
        Perkataannya, ”dan bagian apapun darinya” maksudnya tidak boleh menjual apapun dari hewan kurban itu seperti hati, kaki, kepala, isi perut atau semisalnya. Illat (sebab hukum) dari semua itu adalah seperti yang telah diterangkan di atas.” Selesai dari Syekh Al-Utsaimin.
        Dengan ini jelaslah bahwa yang disyariatkan adalah memanfaatkan kulit kurban itu atau menyedekahkannya kepada yang berhak baik orang fakir maupun miskin. Akan tetapi kalau si pekurban menyedekahkan kulit itu kepada orang miskin lalu si miskin ini menjualnya maka itu tidak ada masalah bagi mereka berdua.
        Syekh Muhammad bin Mukhtar Asy-Syinqithi hafizhahullah berkata, ”Adapun jika terdapat perusahaan yang membeli kulit di tempat pengulitan dan memberikannya kepada orang miskin kemudian si miskin ini menjual kulit itu kepada perusahaan itu maka tidak ada masalah.”
Selesai dari Syarh Zaad Al Mustaqni’.

Kedua:
        Menjual kulit kurban dan bersedekah dengan uangnya adalah masalah yang diperselisihkan di kalangan ulama. Ada yang membolehkan yaitu madzhab Hanafi dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah, tapi mayoritas ulama tidak membolehkannya.
        Dalam kitab Tabyin Al-Haqa`iq (6/9) disebutkan,  “Kalau dia menjualnya dengan dirham untuk kemudian menyedekahkan uang itu maka itu boleh, karena itu termasuk qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) sama dengan bersedekah menggunakan kulit atau daging langsung.”
        Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkam Al-Maulud hal. 89, “Abu Abdullah bin Hamdan berkata dalam kitabnya Ar-Ri’ayah[2]: “Boleh menjual kulit, isi perut dan kepalanya serta menyedekahkan uang hasil penjualan tersebut. Ini dinashkan oleh Imam Ahmad....”
        Al-Khallal berkata, “Abdul Malik bin Abdul Hamid mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Abdullah (Imam Ahmad) berkata, “Sesungguhnya Ibnu Umar pernah menjual kulit sapi dan menyedekahkan uangnya.”
        Ishaq bin Manshur berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdullah, “bagaimana dengan kulit hewan kurban, apa yang harus kami perbuat terhadapnya?” Dia menjawab, “Dimanfaatkan dan disedekahkan dengan harganya.” Aku bertanya lagi, “Dijual dan disedekahkan uangnya?” Dia menjawab, “Benar, hadits Ibnu Umar.” Selesai.
Lihat kitab Al-Inshaf (4/93).
        Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitab Nail Al-Awthar (5/153), “Mereka sepakat bahwa dagingnya tidak boleh dijual, demikian pula kulit. Tapi Al-Auza’i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur membolehkan (menjual kulit) dan ini adalah satu versi dalam madzhab Syafi’i. Menurut mereka boleh diganti dengan uang hasil penjualan itu disedekahkan kepada yang berhak menerima sedekah kurban.” Selesai dari Asy-Syaukani.
        Berdasarkan ini maka tidak ada masalah memberikan kulit kurban kepada yayasan amal yang mengurusnya lalu menyedekahkan uang hasil penjualannya. Ini termasuk proyek bermanfaat karena banyak orang tidak bisa memanfaatkan kulit hewan kurban. Sehingga, menjual kulit lalu menyedekahkan uangnya dapat memberikan maslahat yang dimaksud yaitu memberi manfaat kepada orang miskin serta selamat dari apa yang dilarang yaitu mengganti kurban dengan uang oleh si pekurban.
        Tapi perlu diperhatikan bahwa hewan kurban boleh diberikan kepada orang kaya atas dasar hadiah. Kalau si pekurban meniatkan akan memberikan kulit itu sebagai hadiah kepada yayasan amal yang biasa mengumpulkannya maka tidak ada masalah dengan itu. Kemudian yayasan tersebut menjual dan menyedekahkan hasil penjualan tersebut untuk amal kebajikan.
Wallahu a’lam.


Fatwa dari situs:

diterjemahkan oleh Anshari Taslim.



[1] Tapi dia boleh diberi bagian sebagai hadiah dari yang berkurban atau mendapat jatah pembagian bila dia termasuk miskin, atau sebagaimana masyarakat lainnya. Penerj.
[2] Abdullah bin Hamdan wafat tahun 695 H. adalah salah seorang ahli fikih madzhab Hanbali, dia menulis kitab Ar-Ri’ayah fil Fiqh dalam madzhab Hanbali. Kitab tersebut ada di situs waqfeya. Penerj.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar