Rabu, 01 Oktober 2014

Shalat Jenazah Setelah Shalat Asar Sebelum Maghrib



    Terkadang kita berhadapan dengan kondisi harus menyalati jenazah setelah Asar. Padahal, ada hadits yang melarang shalat setelah kita shalat Asar sampai terbenam matahari. Akan tetapi para ulama merinci hukum tersebut dengan menyatakan bahwa shalat yang punya sebab tertentu tidak terlarang melakukannya antara Asar dan Magrib dan antara Subuh dan terbitnya matahari.
    Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni mengatakan,

"أما الصلاة على الجنازة بعد الصبح حتى تطلع الشمس , وبعد العصر حتى تميل للغروب , فلا خلاف فيه , قال ابن المنذر : إجماع المسلمين في الصلاة على الجنازة بعد العصر والصبح .
وأما الصلاة عليها في الأوقات الثلاثة التي في حديث عقبة بن عامر فلا يجوز . 
(
ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن , وأن نقبر فيهن موتانا) . وذكره للصلاة مقرونا بالدفن دليل على إرادة صلاة الجنازة .

Adapun shalat jenazah setelah shalat Subuh sampai terbitnya matahari dan setelah Asar sampai matahari miring untuk terbenam maka tidak ada perbedaan pendapat padanya (bahwa itu boleh). Ibnu Al Mundzir mengatakan, “Kaum muslimin sepakat (ijmak) bahwa shalat janazah setelah Asar dan Subuh itu boleh.”
    Sedangkan shalat jenazah pada tiga waktu yang terlarang dalam hadits Uqbah bin ‘Amir maka tidak diperbolehkan, yaitu: “Ada tiga waktu dimana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang kita untuk shalat padanya serta melarang kita mengubur jenazah kita.” Penyebutan shalat beriringan dengan penguburan merupakan dalil bahwa yang dimaksud adalah shalat jenazah.
(Al Mughni juz 1 hal. 783, terbitan Dar Al Fikr).

    Pernyataan Ibnu Qudamah bahwa Ibnu Al-Mundzir mengatakan ijmak masih perlu ditinjau ulang, karena kami belum menemukannya dalam kitab Al-Ijmak karya Ibnu Al-Mundzir. Sedangkan dalam kitab Al-Ausath Ibnu Al Mundzir berkata,
ذِكْرُ اخْتِلَافِ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَائِزِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَبَعْدَ الصُّبْحِ اخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَائِزِ بَعْدَ الْعَصْرِ، وَبَعْدَ الصُّبْحِ
“Penyebutan masalah adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang shalat jenazah setelah Asar dan setelah Subuh. Para ulama berbeda pendapat tentang shalat jenazah setelah Asar dan setelah Subuh”.
Selanjutnya dia menyebutkan beberapa riwayat dari Ibnu Umar ra bahwa dia pernah melaksanakan shalat jenazah setelah shalat Asar sebelum Magrib dan setelah shalat Subuh sebelum terbit matahari, antara lain:

-      أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مَالِكٌ، وَابْنُ سَمْعَانَ، وَاللَّيْثُ أَنَّ نَافِعًا، أَخْبَرَهُمْ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، " أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ عَلَى الْجَنَازَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ، وَبَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذَا صَلَّاهُمَا لِوَقْتِهِمَا "
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam mengabarkan kepada kami, dia berkata, Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, dia berkata, Malik, Ibnu Sam’an dan Al Laits mengabarkan kepadaku, bahwa Nafi’ mengabarkan kepada mereka dari Abdullah bin Umar bahwa dia shalat jenazah setelah Asar dan setelah shalat Subuh jika kedua shalat itu dilaksanakan pada waktunya.”

(Al Ausath fis Sunan wal Ijma’ wal Ikhtilaf juz 5, hal. 395-396)

    Riwayat Ibnu Umar ini juga diriwayatkan oleh Malik dalam kitab Al-Muwaththa`, no. 780:
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ
يُصَلَّى عَلَى الْجَنَازَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَبَعْدَ الصُّبْحِ إِذَا صُلِّيَتَا لِوَقْتِهِمَا

“(Yahya berkata) Malik menceritakan kepadaku, dari Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar berkata, “Boleh menyalati jenazah setelah Asar dan setelah Subuh bila kedua shalat itu dilaksanakan tepat pada waktunya.”

    Sanadnya shahih sampai kepada Ibnu Umar, bahkan ini merupakan sanad tershahih yang dalam ilmu hadits dikenal dengan nama rantai emas (silsilatudz dzahab).
    Sementara Al-Imam Asy-Syafi’i memandang tidak masalah menyalati bahkan menguburkan jenazah kapanpun. Beliau berkata dalam kitab Al-Umm juz 1 hal. 318:
وَيُصَلِّي عَلَى الْجَنَائِزِ أَيَّ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ
“Boleh menyalati jenazah kapanpun dikehendaki baik malam maupun siang.”

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz juga pernah ditanya tentang masalah ini sebagaimana terungkap dalam kitab Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb yang dikumpulkan oleh Syekh Asy-Syuwai’ir jilid 14, hal. 20-21:

Tanya:
“Bolehkah shalat jenazah antara shalat Asar dan MAgrib, karena ada sebagian orang yang mengatakan hal itu tidak boleh, sebab waktu antara Asar dan Magrib termasuk waktu yang terlarang melakukan shalat. Kami berharap jawaban dan semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.”

Jawab:
Tidak diragukan bahwa diperbolehkan melaksanakan shalat jenazah setelah shalat Asar, karena shalat jenazah ini merupakan shalat yang punya sebab khusus dan tidak ada halangan untuk melaksanakan shalat-shalat yang punya sebab khusus setelah shalat Asar dan setelah shalat Subuh.
    Akan tetapi kalau matahari sudah menguning maka tidak boleh shalat sampai matahari itu sempurna terbenam berdasarkan perkataan Uqbah bin ‘Amir ra, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, dia berkata, “Ada tiga waktu dimana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang kita melaksanakan shalat dan mengubur jenazah, yaitu pada saat matahari sedang terbit sampai dia tinggi sedikit, ketika tepat di atas kepala sampai dia tergelincir, dan ketika dia menguning sampai dia terbenam.”[1]
    Pada ketiga waktu ini diharapkan untuk menunda shalat. Ketika matahari sedang terbit maka ditahan dulu shalatnya sampai agak tinggi sedikit, demikian pula kalau matahari sedang tepat di atas kepala di tengah hari sampai dia tergelincir ke arah barat (masuk waktu Zuhur –penerj), dan terakhir ketika dia menguning dan mengarah untuk terbenam. Pada waktu ini ditunda dulu shalatnya sampai dia terbenam.
    Adapun setelah shalat Asar maka tidak mengapa kita melaksanakan shalat jenazah, demikian pula setelah melaksanakan shalat Subuh sebelum matahari terbit, boleh shalat jenazah di dalamnya.
Hanya Allah-lah yang menguasai bimbingan yang benar.

Sumber kitab : Fatawa Nur ‘ala Ad Darb yang ditahqiq oleh Dr. Muhammad Sa’d As Syuwai’ir.

Anshari Taslim
Bekasi, 27 April 2011, edit ulang 1 Oktober 2014.



[1] Shahih Muslim, no. 831.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar