Terkadang kita berhadapan dengan kondisi
harus menyalati jenazah setelah Asar. Padahal, ada hadits yang melarang shalat
setelah kita shalat Asar sampai terbenam matahari. Akan tetapi para ulama
merinci hukum tersebut dengan menyatakan bahwa shalat yang punya sebab tertentu
tidak terlarang melakukannya antara Asar dan Magrib dan antara Subuh dan
terbitnya matahari.
Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni
mengatakan,
"أما الصلاة على
الجنازة بعد الصبح حتى تطلع الشمس , وبعد العصر حتى تميل للغروب , فلا خلاف فيه , قال
ابن المنذر : إجماع المسلمين في الصلاة على الجنازة بعد العصر والصبح .
وأما الصلاة عليها في الأوقات الثلاثة التي في حديث عقبة بن عامر فلا يجوز .
(ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن , وأن نقبر فيهن موتانا) . وذكره للصلاة مقرونا بالدفن دليل على إرادة صلاة الجنازة .
وأما الصلاة عليها في الأوقات الثلاثة التي في حديث عقبة بن عامر فلا يجوز .
(ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن , وأن نقبر فيهن موتانا) . وذكره للصلاة مقرونا بالدفن دليل على إرادة صلاة الجنازة .
Adapun shalat jenazah setelah shalat Subuh sampai terbitnya matahari
dan setelah Asar sampai matahari miring untuk terbenam maka tidak ada perbedaan
pendapat padanya (bahwa itu boleh). Ibnu Al Mundzir mengatakan, “Kaum muslimin
sepakat (ijmak) bahwa shalat janazah setelah Asar dan Subuh itu boleh.”
Sedangkan shalat jenazah
pada tiga waktu yang terlarang dalam hadits Uqbah bin ‘Amir maka tidak
diperbolehkan, yaitu: “Ada tiga waktu dimana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam melarang kita untuk shalat padanya serta melarang kita mengubur jenazah
kita.” Penyebutan shalat beriringan dengan penguburan merupakan dalil bahwa
yang dimaksud adalah shalat jenazah.
(Al Mughni juz
1 hal. 783, terbitan Dar Al Fikr).
Pernyataan Ibnu
Qudamah bahwa Ibnu Al-Mundzir mengatakan ijmak masih perlu ditinjau ulang,
karena kami belum menemukannya dalam kitab Al-Ijmak karya Ibnu Al-Mundzir.
Sedangkan dalam kitab Al-Ausath Ibnu Al Mundzir berkata,
ذِكْرُ
اخْتِلَافِ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَائِزِ بَعْدَ الْعَصْرِ
وَبَعْدَ الصُّبْحِ اخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الصَّلَاةِ عَلَى الْجَنَائِزِ
بَعْدَ الْعَصْرِ، وَبَعْدَ الصُّبْحِ
“Penyebutan masalah
adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang shalat jenazah setelah Asar
dan setelah Subuh. Para ulama berbeda pendapat tentang shalat jenazah setelah
Asar dan setelah Subuh”.
Selanjutnya dia
menyebutkan beberapa riwayat dari Ibnu Umar ra bahwa dia pernah melaksanakan
shalat jenazah setelah shalat Asar sebelum Magrib dan setelah shalat Subuh
sebelum terbit matahari, antara lain:
- أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ
وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مَالِكٌ، وَابْنُ سَمْعَانَ، وَاللَّيْثُ أَنَّ
نَافِعًا، أَخْبَرَهُمْ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، " أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّيْ
عَلَى الْجَنَازَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ، وَبَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذَا
صَلَّاهُمَا لِوَقْتِهِمَا "
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam mengabarkan kepada kami, dia
berkata, Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, dia berkata, Malik, Ibnu Sam’an dan
Al Laits mengabarkan kepadaku, bahwa Nafi’ mengabarkan kepada mereka dari
Abdullah bin Umar bahwa dia shalat jenazah setelah Asar dan setelah shalat
Subuh jika kedua shalat itu dilaksanakan pada waktunya.”
(Al Ausath fis Sunan
wal Ijma’ wal Ikhtilaf juz 5, hal. 395-396)
Riwayat Ibnu Umar ini juga diriwayatkan oleh
Malik dalam kitab Al-Muwaththa`, no. 780:
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ
يُصَلَّى عَلَى الْجَنَازَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَبَعْدَ
الصُّبْحِ إِذَا صُلِّيَتَا لِوَقْتِهِمَا
“(Yahya
berkata) Malik menceritakan kepadaku, dari Nafi’ bahwa Abdullah bin Umar
berkata, “Boleh menyalati jenazah setelah Asar dan setelah Subuh bila kedua
shalat itu dilaksanakan tepat pada waktunya.”
Sanadnya shahih sampai kepada Ibnu Umar,
bahkan ini merupakan sanad tershahih yang dalam ilmu hadits dikenal dengan nama
rantai emas (silsilatudz dzahab).
Sementara Al-Imam Asy-Syafi’i memandang
tidak masalah menyalati bahkan menguburkan jenazah kapanpun. Beliau berkata
dalam kitab Al-Umm juz 1 hal. 318:
وَيُصَلِّي عَلَى الْجَنَائِزِ أَيَّ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ
نَهَارٍ
“Boleh
menyalati jenazah kapanpun dikehendaki baik malam maupun siang.”
Syekh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz juga pernah ditanya tentang masalah ini
sebagaimana terungkap dalam kitab Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb yang dikumpulkan oleh
Syekh Asy-Syuwai’ir jilid 14, hal. 20-21:
Tanya:
“Bolehkah
shalat jenazah antara shalat Asar dan MAgrib, karena ada sebagian orang yang
mengatakan hal itu tidak boleh, sebab waktu antara Asar dan Magrib termasuk
waktu yang terlarang melakukan shalat. Kami berharap jawaban dan semoga Allah
membalas anda dengan kebaikan.”
Jawab:
Tidak diragukan bahwa diperbolehkan melaksanakan shalat jenazah setelah
shalat Asar, karena shalat jenazah ini merupakan shalat yang punya sebab khusus
dan tidak ada halangan untuk melaksanakan shalat-shalat yang punya sebab khusus
setelah shalat Asar dan setelah shalat Subuh.
Akan tetapi kalau matahari sudah menguning
maka tidak boleh shalat sampai matahari itu sempurna terbenam berdasarkan
perkataan Uqbah bin ‘Amir ra, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, dia
berkata, “Ada tiga waktu dimana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
melarang kita melaksanakan shalat dan mengubur jenazah, yaitu pada saat
matahari sedang terbit sampai dia tinggi sedikit, ketika tepat di atas kepala
sampai dia tergelincir, dan ketika dia menguning sampai dia terbenam.”[1]
Pada ketiga waktu ini diharapkan untuk
menunda shalat. Ketika matahari sedang terbit maka ditahan dulu shalatnya
sampai agak tinggi sedikit, demikian pula kalau matahari sedang tepat di atas
kepala di tengah hari sampai dia tergelincir ke arah barat (masuk waktu Zuhur
–penerj), dan terakhir ketika dia menguning dan mengarah untuk terbenam. Pada
waktu ini ditunda dulu shalatnya sampai dia terbenam.
Adapun setelah shalat Asar maka tidak
mengapa kita melaksanakan shalat jenazah, demikian pula setelah melaksanakan
shalat Subuh sebelum matahari terbit, boleh shalat jenazah di dalamnya.
Hanya
Allah-lah yang menguasai bimbingan yang benar.
Sumber kitab : Fatawa Nur ‘ala Ad Darb yang ditahqiq oleh
Dr. Muhammad Sa’d As Syuwai’ir.
Sumber Internet: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/14077
Anshari
Taslim
Bekasi,
27 April 2011, edit ulang 1 Oktober 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar