Dalam akidah
ahlus sunnah wal jamaah sudah dikenal bahwa setiap orang yang mati dalam
keadaan Islam dan tidak melakukan pembatal keislaman yang nyata maka dia berada
dalam kehendak Allah. Kalau Allah mau maka Dia akan mengampuni dengan
rahmat-Nya, dan kalau Dia mau maka Dia akan mengazabnya berdasarkan keadilan
dan kebijaksanaan-Nya.
Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam sendiri sudah mengingatkan agar jangan berani
menetapkan seorang itu masuk surga atau neraka karena amal zahir yang tampak
kasat mata. Boleh saja membenci seseorang karena kejahatannya atau bahagia
karena kematiannya yang membuat tenang dunia, tapi tetap tidak boleh
memastikannya sebagai ahli neraka. Tak salah pula bila kita sedih kehilangan
sang tokoh idola, panutan ummat penyebar kebaikan semesta, yang hidup di dunia
dengan sejuta jasa, tapi tak serta merta memastikannya menempati nirwana.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda,
كانَ رَجُلان في بني إسرائيلَ
مُتواخيَين، فكان أحدُهما يُذنبُ والآخرُ مجتهدٌ في العبادة، فكان لا يزالُ
المجتهدُ يرى الأخرَ على الذنب، فيقول: أقصِرْ، فوَجَدَه يوماً على ذنبٍ، فقال له:
أَقصِرْ، فقال: خلِّني وربِّي، أبُعِثتَ عليَّ رقيباً؟ فقال: واللهِ لا يَغفِرُ
اللهُ لكَ -أو لا يُدْخِلُكَ اللهُ الجنةَ- فقَبَضَ أرواحَهُما، فاجتمعَا عند ربِّ
العالمين، فقال لهذا المجتهد: أكُنتَ بي عالماً؟ أو كنتَ على ما في يدي قادِراً؟
وقال للمُذنِب: اذهَبْ فادخُلِ الجنةَ برحمتي، وقال للآخر: اذهبُوا به إلى النار
“Ada dua orang di kalangan Bani Isra`il
yang dipersaudarakan. Salah satu dari mereka pendosa dan satu lagi rajin
ibadah. Yang rajib ibadah
selalu menasehati si pendosa dan mengatakan, “Hentikanlah (dosamu itu)!” Tapi
di hari berikutnya dia mendapati lagi saudaranya ini melakukan dosa yang sama.
Diapun kembali mengingatkan, ”Hentikan!” Si pendosa malah berkata, ”Biarkan ini
urusanku dengan Tuhanku, apakah kamu diutus untuk menjadi pengawasku?” Maka
yang rajin ibadah ini pun berkata, ”Demi Allah! Dia tidak akan mengampunimu!”
atau dengan kata, ”Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Kemudian Allah
mencabut nyawa mereka berdua, lalu merekapun berkumpul di sisi Tuhan semesta
alam. Allah berfirman kepada yang rajin ibadah ini, ”Apakah kamu maha tahu akan
keadaan-Ku? Atau kamu berkuasa atas apa yang ada di tangan-Ku?”
Lalu Allah berfirman
kepada yang berdosa, ”Pergilah, kumasukkan kau ke surga dengan rahmat-Ku.”
Sementara kepada yang
satunya Dia berfirman, ”Bawa dia ke neraka.”
(HR. Abu Daud, no. 4901).
Sebaliknya,
Umar bin Khathhab mengatakan, ”Ketika peperangan Khaibar ada seorang sahabat
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam maju lalu mereka mengatakan, ”Si Fulan
telah syahid, Fulan syahid, Fulan syahid, sampai mereka menemui (jasad) orang
tadi dan mereka berkata, ”Si Fulan juga syahid.” maka berkatalah Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam, ”Sama sekali tidak! Sungguh aku melihat dia di
neraka lantaran sebuah jubah yang dia curi.” Kemudian Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda, ”Wahai Ibnu Khaththab, pergi dan umumkan kepada
manusia, ”tidak ada yang masuk surga kecuali yang beriman”. Lalu aku keluar dan
mengumumkan, ”tidak ada yang masuk surga kecuali yang beriman!”
(HR. Muslim, no. 114).
Makanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
mengingatkan,
إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا
يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
”Sesungguhnya akan ada orang yang
beramal dengan amalan yang menurut pandangan orang sebagai amalan ahli surga
padahal sebenarnya dia ahli neraka. Ada pula orang yang menurut pandangan
manusia dia beramal dengan amalan ahli neraka padahal dia adalah ahli surga.”
(Hr. Al Bukhari dalam shahihnya no.
2898 dari Sahl bin Sa’d ra).
Intinya,
jangan memastikan seorang yang mati, cukuplah menilai perbuatannya saja dan
tidak masuk dalam wewenang Allah yang maha tahu. Karena masalah apakah dia di
surga atau neraka itu adalah wewenang Allah. Tapi menilai perbuatannya bahwa
ini baik atau buruk maka itu boleh dilakukan manusia berdasarkan hujjah yang
ada.
Seorang
muslim yang mati dalam keadaan melakukan dosa besar maka masih ada harapan dia
diampuni oleh Allah karena mungkin dia pernah melakukan amalan yang menghapus
dosa-dosanya itu. Seperti hadits yang terkenal tentang seorang pelacur yang
dari kalangan Bani Israil yang masuk surga lantaran memberi minum anjing yang
kehausan (Lihar Shahih Al Bukhari, no. 3467).
Yang bunuh diripun belum tentu pasti
ke neraka, tapi itu jelas sebuah dosa besar tak terkira.
Juga
hadits riwayat Muslim dari Jabir ra yang menceritakan,
”Adalah Thufail bin
Amr Ad-Dausi mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata,
”Wahai Rasulullah, apakah anda butuh pengawalan dan perlindungan?” Daus ini
punya benteng di masa Jahiliyah. Tapi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menolaknya karena apa yang disimpankan Allah untuk kaum Anshar.
Tatkala Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah ke Madinah maka Thufail bin Amr juga ikut
hijrah bersama beliau dan ada seorang dari kaumnya yang ikut. Tapi mereka tidak
suka tinggal di Madinah karena wabah, sehingga teman Thufail ini sakit dan
menderita, akhirnya dia mengambil pisau lalu memotong ruas jarinya membuat
darah memancar dan diapun mati.
Kemudian Thufail
melihatnya dalam mimpi dalam keadaan yang bagus, tapi terlihat dia menutupi
kedua tangannya. Thufail bertanya, ”Apa yang dilakukan Tuhanmu kepadamu?” Dia
menjawab, ”Dia mengampuniku karena aku ikut hijrah kepada Nabi-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam.”
Thufail bertanya lagi,
”Lalu mengapa kulihat kamu menutupi kedua tangan?”
Dia menjawab,
”Dikatakan kepadaku, ”Kami tidak akan memperbaiki apa yang telah kamu rusak.”
Lalu Thufailpun
menceritakan mimpi itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan
beliaupun berdoa, ”Ya Allah ampunilah kedua tangannya itu.”
(Shahih Muslim, no. 116, kitab
Al-Iman, bab: Dalil bahwa yang bunuh diri tidak dikafirkan).
Bayangkan,
dia melakukan dosa paling besar setelah syirik yaitu bunuh diri, tapi dia
melakukan amal yang pahalanya bisa menghapus dosa itu yaitu hijrah ke Madinah.
Sehingga secara pribadi dia terselamatkan oleh amalnya, meski perbuatannya
tetaplah harus diingkari.
Kesimpulannya, kita mengutuk
perbuatan melacur atau bunuh diri atau dosa apapun itu, tapi jangan sampai
digelincirkan oleh setan sehingga memastikan sesuatu yang menjadi wewenang
Allah. Boleh saja bahagia dengan kematian seorang yang jahat dan durjana tapi
jangan memastikannya ke surga atau ke neraka. Wallahu a’lam.
Anshari Taslim
Bekasi, 29 April 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar