Selasa, 23 Juli 2019

MUSLIM YANG BERDOSA TAPI BELUM TENTU MASUK NERAKA



        Dalam akidah ahlus sunnah wal jamaah sudah dikenal bahwa setiap orang yang mati dalam keadaan Islam dan tidak melakukan pembatal keislaman yang nyata maka dia berada dalam kehendak Allah. Kalau Allah mau maka Dia akan mengampuni dengan rahmat-Nya, dan kalau Dia mau maka Dia akan mengazabnya berdasarkan keadilan dan kebijaksanaan-Nya.

        Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sendiri sudah mengingatkan agar jangan berani menetapkan seorang itu masuk surga atau neraka karena amal zahir yang tampak kasat mata. Boleh saja membenci seseorang karena kejahatannya atau bahagia karena kematiannya yang membuat tenang dunia, tapi tetap tidak boleh memastikannya sebagai ahli neraka. Tak salah pula bila kita sedih kehilangan sang tokoh idola, panutan ummat penyebar kebaikan semesta, yang hidup di dunia dengan sejuta jasa, tapi tak serta merta memastikannya menempati nirwana.
        Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كانَ رَجُلان في بني إسرائيلَ مُتواخيَين، فكان أحدُهما يُذنبُ والآخرُ مجتهدٌ في العبادة، فكان لا يزالُ المجتهدُ يرى الأخرَ على الذنب، فيقول: أقصِرْ، فوَجَدَه يوماً على ذنبٍ، فقال له: أَقصِرْ، فقال: خلِّني وربِّي، أبُعِثتَ عليَّ رقيباً؟ فقال: واللهِ لا يَغفِرُ اللهُ لكَ -أو لا يُدْخِلُكَ اللهُ الجنةَ- فقَبَضَ أرواحَهُما، فاجتمعَا عند ربِّ العالمين، فقال لهذا المجتهد: أكُنتَ بي عالماً؟ أو كنتَ على ما في يدي قادِراً؟ وقال للمُذنِب: اذهَبْ فادخُلِ الجنةَ برحمتي، وقال للآخر: اذهبُوا به إلى النار
“Ada dua orang di kalangan Bani Isra`il yang dipersaudarakan. Salah satu dari mereka pendosa dan satu lagi rajin ibadah. Yang rajib ibadah selalu menasehati si pendosa dan mengatakan, “Hentikanlah (dosamu itu)!” Tapi di hari berikutnya dia mendapati lagi saudaranya ini melakukan dosa yang sama. Diapun kembali mengingatkan, ”Hentikan!” Si pendosa malah berkata, ”Biarkan ini urusanku dengan Tuhanku, apakah kamu diutus untuk menjadi pengawasku?” Maka yang rajin ibadah ini pun berkata, ”Demi Allah! Dia tidak akan mengampunimu!” atau dengan kata, ”Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.”
Kemudian Allah mencabut nyawa mereka berdua, lalu merekapun berkumpul di sisi Tuhan semesta alam. Allah berfirman kepada yang rajin ibadah ini, ”Apakah kamu maha tahu akan keadaan-Ku? Atau kamu berkuasa atas apa yang ada di tangan-Ku?”
Lalu Allah berfirman kepada yang berdosa, ”Pergilah, kumasukkan kau ke surga dengan rahmat-Ku.”
Sementara kepada yang satunya Dia berfirman, ”Bawa dia ke neraka.”
(HR. Abu Daud, no. 4901).

        Sebaliknya, Umar bin Khathhab mengatakan, ”Ketika peperangan Khaibar ada seorang sahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam maju lalu mereka mengatakan, ”Si Fulan telah syahid, Fulan syahid, Fulan syahid, sampai mereka menemui (jasad) orang tadi dan mereka berkata, ”Si Fulan juga syahid.” maka berkatalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, ”Sama sekali tidak! Sungguh aku melihat dia di neraka lantaran sebuah jubah yang dia curi.” Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Wahai Ibnu Khaththab, pergi dan umumkan kepada manusia, ”tidak ada yang masuk surga kecuali yang beriman”. Lalu aku keluar dan mengumumkan, ”tidak ada yang masuk surga kecuali yang beriman!”
(HR. Muslim, no. 114).

        Makanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

”Sesungguhnya akan ada orang yang beramal dengan amalan yang menurut pandangan orang sebagai amalan ahli surga padahal sebenarnya dia ahli neraka. Ada pula orang yang menurut pandangan manusia dia beramal dengan amalan ahli neraka padahal dia adalah ahli surga.”
(Hr. Al Bukhari dalam shahihnya no. 2898 dari Sahl bin Sa’d ra).
        Intinya, jangan memastikan seorang yang mati, cukuplah menilai perbuatannya saja dan tidak masuk dalam wewenang Allah yang maha tahu. Karena masalah apakah dia di surga atau neraka itu adalah wewenang Allah. Tapi menilai perbuatannya bahwa ini baik atau buruk maka itu boleh dilakukan manusia berdasarkan hujjah yang ada.
       
        Seorang muslim yang mati dalam keadaan melakukan dosa besar maka masih ada harapan dia diampuni oleh Allah karena mungkin dia pernah melakukan amalan yang menghapus dosa-dosanya itu. Seperti hadits yang terkenal tentang seorang pelacur yang dari kalangan Bani Israil yang masuk surga lantaran memberi minum anjing yang kehausan (Lihar Shahih Al Bukhari, no. 3467).

Yang bunuh diripun belum tentu pasti ke neraka, tapi itu jelas sebuah dosa besar tak terkira.

        Juga hadits riwayat Muslim dari Jabir ra yang menceritakan,
”Adalah Thufail bin Amr Ad-Dausi mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, apakah anda butuh pengawalan dan perlindungan?” Daus ini punya benteng di masa Jahiliyah. Tapi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menolaknya karena apa yang disimpankan Allah untuk kaum Anshar.
Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hijrah ke Madinah maka Thufail bin Amr juga ikut hijrah bersama beliau dan ada seorang dari kaumnya yang ikut. Tapi mereka tidak suka tinggal di Madinah karena wabah, sehingga teman Thufail ini sakit dan menderita, akhirnya dia mengambil pisau lalu memotong ruas jarinya membuat darah memancar dan diapun mati.
Kemudian Thufail melihatnya dalam mimpi dalam keadaan yang bagus, tapi terlihat dia menutupi kedua tangannya. Thufail bertanya, ”Apa yang dilakukan Tuhanmu kepadamu?” Dia menjawab, ”Dia mengampuniku karena aku ikut hijrah kepada Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Thufail bertanya lagi, ”Lalu mengapa kulihat kamu menutupi kedua tangan?”
Dia menjawab, ”Dikatakan kepadaku, ”Kami tidak akan memperbaiki apa yang telah kamu rusak.”
Lalu Thufailpun menceritakan mimpi itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliaupun berdoa, ”Ya Allah ampunilah kedua tangannya itu.”
(Shahih Muslim, no. 116, kitab Al-Iman, bab: Dalil bahwa yang bunuh diri tidak dikafirkan).

        Bayangkan, dia melakukan dosa paling besar setelah syirik yaitu bunuh diri, tapi dia melakukan amal yang pahalanya bisa menghapus dosa itu yaitu hijrah ke Madinah. Sehingga secara pribadi dia terselamatkan oleh amalnya, meski perbuatannya tetaplah harus diingkari.

Kesimpulannya, kita mengutuk perbuatan melacur atau bunuh diri atau dosa apapun itu, tapi jangan sampai digelincirkan oleh setan sehingga memastikan sesuatu yang menjadi wewenang Allah. Boleh saja bahagia dengan kematian seorang yang jahat dan durjana tapi jangan memastikannya ke surga atau ke neraka. Wallahu a’lam.

Anshari Taslim
Bekasi, 29 April 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar