Jumat, 27 Mei 2016

Bolehkah Membayar Zakat Kepada Korban Bencana?

Tanya:
        Daerah saya biasa terjadi bencana kebakaran yang menghanguskan rumah dan isinya, sehingga para penghuni tak tahu lagi harus tinggal dimana meski mereka sebelumnya bukan termasuk orang miskin bahkan punya pekerjaan tetap yang mencukupi kebutuhan mereka. Bahkan ada diantara mereka yang pegawai negeri. Apakah boleh mereka yang saat ini rumahnya kebakaran menerima zakat maal untuk membangun kembali rumah mereka?


Jawab:
        Orang yang rumahnya tertimpa musibah kebakaran berhak menerima zakat karena termasuk kategori gharimin, sebagaimana penjelasan Mujahid murid Ibnu Abbas dan tabi’i terkenal:
حَدَّثنا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ الأَسْوَد، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْغَارِمِينَ: رَجُلٌ ذَهَبَ السَّيْلُ بِمَالِهِ وَرَجُلٌ أَصَابَهُ حَرِيقٌ فَذَهَبَ بِمَالِهِ, وَرَجُلٌ لَهُ عِيَالٌ وَلَيْسَ لَهُ مَالٌ, فَهُوَ يَدَّانُ وَيُنْفَقُ عَلَى عِيَالِهِ.
“Ada tiga golongan yang termasuk kategori gharimin: orang yang hartanya hanyut oleh musibah banjir, orang yang tertimpa musibah kebakaran yang memusnahkan hartanya dan orang yang punya keluarga tapi tak punya harta sehingga dia berutang demi memberi nafkah untuk keluarganya tersebut.”
(Mushnnaf Ibnu Abi Syaibah jilid 7 hal. 26, sanad ini shahih, semua perawinya adalah perawi dalam shahihain).
        Fatwa Mujahid ini selaras dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Qabishah dimana ketika dia melapor kepada Rasulullah bahwa dia punya tanggungan hutang lantaran keperluan mendamaikan pihak yang bertikai maka Rasulullah pun memberikannya uang zakat lalu bersabda,
يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ رَجُلٍ، تَحَمَّلَ حَمَالَةً، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا، ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ - أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ - وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ، فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ - أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ - فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta itu tidak halal kecuali bagi tiga orang:
(1) orang yang menanggung satu tanggungan (untuk mendamaikan pihak bersengketa) maka dia halal meminta sampai dia mendapatkannya lalu dia berhenti,
(2) orang yang tertimpa bencana yang memusnahkan hartanya maka dia halal meminta sampai mendapatkan penghidupan yang cukup.
(3) orang yang tertimpa kemelaratan sampai ada tiga orang tokoh di kalangan kaumnya yang bersaksi bahwa dia memang tertimpa kemelaratan, maka halal baginya meminta sampai dia mendapatkan penghidupan yang cukup.
Selain itu wahai Qabishah maka meminta berarti mendapatkan harta haram yang dimakan oleh pelakunya sebagai barang haram.”
(HR. Muslim, no. 1044 dan ini adalah redaksinya, Ahmad, no. 20601, Abu Daud, no. 1640).
        Dengan demikian korban kebakaran, banjir, gempa dan lain-lain yang memusnahkan harta mereka berhak menerima zakat atas dasar gharim (orang yang berutang) meski dia punya cadangan harta lain yang mengeluarkannya dari kategori miskin. Sedangkan kalau hanya itu hartanya maka mereka juga masuk kategori miskin. Wallahu a’lam.


Anshari Taslim

Diperbarui 27 Mei 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar