Sebagian kalangan sering kali mengecam
rakyat bila terjadi ketidakberesan pemimpin mereka. Seakan pemimpin itu robot yang
diturunkan dari langit sebagai hukuman bagi kesalahan rakyat. Memang benar
bahwa turunnya pemimpin zalim merupakan salah satu hukuman bagi dekadensi moral
rakyatnya sendiri. Tapi dalam satu hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam kedua
pihak baik rakyat maupun pemimpin tetap dipersalahkan secara proporsional
sesuai dengan peran mereka masing-masing.
Misalnya dalam hadits Abdullah bin Umar,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ
بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا،
إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ
الَّذِينَ مَضَوْا. وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا
بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ.
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ
مِنْ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ، إِلَّا سَلَّطَ
اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ.
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا
مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ، إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
“Wahai
sekalian muhajirin, ada lima perkara yang bila kalian tertimpa hal itu, tapi
aku berlindung kepada Allah jangan sampai kalian menemuinya:
1.
Tidaklah merebak perbuatan keji (zina
dan pengantarnya) pada suatu kaum sampai mereka berani melakukannya
terang-terangan kecuali akan merebak pula Tha’un pada mereka serta berbagai penyakit
yang belum pernah menimpa ummat terdahulu sebelum mereka.
2.
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan
timbangan kecuali mereka akan ditimpa dengan paceklik, sulitnya kehidupan dan kezaliman
penguasa terhadap mereka.
3.
Selama mereka tidak mau membayar zakat
harta mereka maka hujanpun akan ditahan dari mereka, kalau bukan karena
hewan-hewan (yang minta hujan) niscaya mereka tidak akan diberi hujan.
4.
Tidaklah mereka melanggar perjanjian
Allah dan Rasul-Nya kecuali mereka akan dikuasai musuh di luar mereka yang akan
mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka.
5.
Selama para pemimpin mereka tidak
berhukum dengan kitab Allah dan tidak memilih apa yang diturunkan Allah niscaya
Allah akan jadikan mereka berperang satu sama lain.
(HR. Ibnu
Majah, no. 4019, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Ath-Thabarani dalam Ausath dan
Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah. Dihasankan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah
Ash-Shahihah, no. 106, sedangkan Syuaib Al-Arnauth mengatakannya hasan
lighairih).
Dalam hadits di atas di point kedua
Rasulullah menjelaskan kesalahan rakyat yang suka curang dalam bisnis mereka
sehingga dihukum dengan dikuasakannya penguasa zalim terhadap mereka. Sedangkan
dalam point kelima jelas para pemimpin yang tidak mau berhukum dengan hukum
Allah adalah biang terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
Sehingga, tidaklah tepat kalau sebagian
orang saat ini hanya selalu menunjuk hidung rakyat sebagai biang dari semua
kekacauan seakan ingin melepaskan pemerintah dari tanggung jawab.
Kalau kita mau realistis maka peran
pemerintah dalam merusak jauh lebih besar daripada rakyat, karena kekuasaan ada
di tangan mereka. Merekalah eksekutor, sehingga kalau mereka baik maka rakyat
juga mudah dikendalikan, tapi kalau merekanya yang buruk maka buruklah yang akan
diterima rakyat. Sehingga wajar kalau seorang Fudhail bin Iyadh mengatakan
kalau punya doa yang mustajab maka akan dia panjatkan untuk pemimpin agar semua
bisa mendapat kebaikan. Tapi tentunya tetap memperhatikan dengan spirit dari
doa itu sendiri yang melihat dari obyek, karena Rasulullah sendiri tidak
mendoakan semua orang jahat untuk jadi baik, ada juga yang dilaknat. Makanya,
Sa’id bin Musayyab setelah melihat tak ada harapan pada Bani Marwan maka diapun
selalu mendoakan keburukan pada mereka.
Ada satu riwayat dari Umar bin Khaththab
RA yang menjelaskan penyebab kerusakan Islam. Al-Firyabi meriwayatkan dalam
kitab Shifatun Nifaq, no. 30 (cetakan Dar Ash-Shahabah tahun 1988):
حَدَّثَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى الْبَلْخِيُّ،
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ مَالِكِ بْنِ مِغْوَلٍ، عَنْ أَبِي حُصَيْنٍ، عَنْ زِيَادِ
بْنِ حُدَيْرٍ، قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: يَهْدِمُ الْإِسْلَامَ ثَلَاثَةٌ:
زَلَّةُ عَالِمٍ، وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْقُرْآنِ، وَأَئِمَّةٌ مُضِلُّونَ
“Zakariya
bin Yahya Al-Balkhi menceritakan kepadaku, Waki’ menceritakan kepada kami, dari
Malik bin Mighwal, dari Abu Hushain, dari Ziyad bin Hudair yang berkata, Umar
bin Khaththab berkata, “Yang menghancurkan islam itu ada tiga,
ketergelinciran seorang alim, orang munafik yang berdebat dengan Al-Qur`an, dan
para pemimpin yang menyesatkan.”
Juga dikeluarkan oleh Ibnu Al-Mubarak
dalam kitab az-Zuhd, no. 1475 (tahqi Al-A’zhami) dari Malik bin Mighwal sama
seperti riwayat Al-Firyabi hanya saja dengan awalan (يهدم الزمان) sebagai ganti
kata “yahdimul islam”.
Tinjauan sanad:
1.
Zakariya bin Yahya Al-Balkhi, adalah
gurunya Al-Bukhari dan dia berhujjah dengannya dalam shahihnya, memang biasa
meriwayatkan dari Waki’. Seorang tokoh ahlu sunnah yang mendebat ahli bid’ah,
seorang hafizh yang juga menulis kitab Al-Iman. (Lihat Tahdzib Al-Kamal 9/378).
2.
Waki’ bin Al-Jarrah, tak perlu lagi
dijelaskan, imam yang tsiqah.
3.
Malik bin Mighwal, Imam hadits yang terkenal
ke-tsiqah-annya. (Lihat Tahdzib Al-Kamal 27/160).
4.
Abu Hushain di sini adalah Utsman bin ‘Ashim,
tabi’I perawi yang dipakai dalam kutub sittah, tsiqah. (Lihat Tahdzib Al-Kamal
19/401).
5.
Ziyad bin Hudair, tabi’in tsiqah
sebagaimana kata Abu Hatim dan Ibnu Hibban. (Tahdzib Al-Kamal 9/449, Al-Jar wat
Ta’dil 3/529).
Juga
dikeluarkan oleh Ad-Darimi dalam sunannya:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُيَيْنَةَ، أَنبَأَنَا عَلِيٌّ هُوَ ابْنُ
مُسْهِرٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ زِيَادِ بْنِ حُدَيْرٍ، قَالَ:
قَالَ لِي عُمَرُ: «هَلْ تَعْرِفُ مَا يَهْدِمُ الْإِسْلَامَ؟» قَالَ: قُلْتُ: لَا،
قَالَ: «يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ، وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ وَحُكْمُ
الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ»
“Muhammad
bin Uyainah mengabarkan kepada kami, Ali yaitu Ibnu Mushir memberitakan kepada
kami, dari Abu Ishaq, dari Asy-Sya’bi, dari Ziyad bin Hudair, Umar berkata
kepadaku, “Tahukah kamu apa yang menghancurkan Islam?” Kujawab, “Tidak.” Dia
berkata, “Dia akan dihancurkan oleh ketergelinciran seorang alim, debat munafik
dengan Al-Qur`an dan pemerintahan pemimpin yang menyesatkan.”
Sanad ini shahih, Abu Ishaq di sini
adalah Sulaiman bin Abi Sulaiman Asy-Syaibani, tsiqah (lihat Taqrib At-Tahdzib,
no. 2828, dan Tahdzib Al-Kamal 11/444).
Maka, yang dikecam oleh para ulama salaf
bukan hanya rakyat, tapi juga para pemimpin yang menyesatkan. Bagaimana tidak
menyesatkan kalau memaksa orang meninggalkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya
dalam hal sengketa, jinayah dan qisash?!
Anshari
Taslim
30 April
2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar