Senin, 30 Maret 2015

Bolehkah Menerima Dana Orang Kafir untuk Pembangunan Masjid?

Ibnu Tamiyah berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa jilid 17 hal. 499:


وَأَمَّا نَفْسُ بِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فَيَجُوزُ أَنْ يَبْنِيَهَا الْبَرُّ وَالْفَاجِرُ وَالْمُسْلِمُ وَالْكَافِرُ وَذَلِكَ يُسَمَّى بِنَاءً
“Adapun pembangunan masjid itu sendiri maka boleh dilakukan oleh orang baik maupun jahat, oleh muslim maupun KAFIR, dan itu juga dinamakan membangun.”

Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ salah satu rujukan madhzab Hanbali jilid 6 hal. 252 cetakan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah tahun 1418 H:

وَتَجُوزُ عِمَارَةُ كل مَسْجِدٍ وَكِسْوَتُهُ وَإِشْعَالُهُ بِمَالِ كل كَافِرٍ وَأَنْ يَبْنِيَهُ بيده ذَكَرَهُ في الرِّعَايَةِ وَغَيْرِهَا وهو ظَاهِرُ كَلَامِهِمْ في وَقْفِهِ عليه وَوَصِيَّتِهِ له
“Dibolehkan membangun masjid, memberinya kelambu, menyalakan lampunya dengan harta setiap orang kafir atau dia membangunnya sendiri dengan tangannya. Ini disebutkan dalam kitab Ar-Ri’ayah dan lainnya dan ini adalah makna zahir dari perkataan mereka tentang wakaf orang kafir untuk masjid atau wasiatnya untuk itu.”


Ahmad Salamah Al-Qalyubi salah seorang ulama rujukan madzhab Asy-Syafi’i dalam hasyiyahnya terhadap syarh Al-Mahalli yang merupakan rujukan madzhab Asy-Syafi’i, jilid 3 hal. 99:
(شَرْطُ الْوَاقِفِ) الَّذِي هُوَ أَحَدُ أَرْكَانِهِ الْأَرْبَعَةِ وَبَاقِيهَا الْمَوْقُوفُ عَلَيْهِ، وَالْمَوْقُوفُ وَالصِّيغَةُ وَهُوَ يَشْمَلُ الْأَعْمَى، وَالْإِمَامَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ عَلَى مُعَيَّنٍ وَلَوْ عَلَى أَوْلَادِهِ أَوْ جِهَةٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ، وَيَشْمَلُ الْكَافِرَ، وَلَوْ عَلَى مَسْجِدٍ؛ لِأَنَّ الْوَقْفَ لَيْسَ قُرْبَةً مَحْضَةً،

“(Syarat waqif), yaitu salah satu rukunnya yang empat dan sisanya adalah obyek penerima wakaf serta obyek yang diwakafkan dan ucapan serah terima. Ini mencakup orang buta, dan imam (pemimpin negeri) dari Baitul Mal untuk orang tertentu, meski kepada anaknya sendiri atau untuk pihak tertentu berdasarkan pendapat yang dipegang. JUGA MENCAKUP ORANG KAFIR, meskipun ia mewakafkan itu UNTUK MASJID, karena wakaf itu bukan qurbah (ibadah) mahdhah (murni).”




 Anshari Taslim, 30 Maret 2015 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar