Ada sebuah hadits dari Abu Hurairah
dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ،
إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ
عَلَيْكَ، فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ".
“Bukanlah puasa itu semata menahan makan dan minum, tapi puasa
juga harus menahan diri dari perbuatan sia-sia dan berkata kotor. Maka bila ada
seseorang yang memakimu atau usil terhadapmu hendaklah kamu mengatakan, “Aku
ini sedang puasa, aku ini sedang puasa.”
(HR.
Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, no. 1996, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, no.
3479, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 1570. Semua bermuara pada Anas bin
Iyadh, dari Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab dari pamannya, dari Abu
Hurairah).
Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah karena dia memasukkannya dalam shahihnya tanpa komentar miring, juga
Ibnu Hibban, serta Al-Hakim yang mengatakan, “Shahih berdasarkan syarat Muslim”.
Pernyataan Al-Hakim ini disetujui oleh Adz-Dzahabi.
Diantara muta`akhkhirin yang menshahihkannya
adalah As-Suyuthi dimana dia memasukkannya dalam kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir
lalu memberi tanda shahih.[1]
Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1082 dan
Shahih Al-Jami’ no. 5376 dan Syekh Muhammad Musthafa Al-A’zhami dalam catatan
kaki Shahih Ibnu Khuzaimah jilid 2 hal. 958 (cetakan ketiga) atau jilid 3 hal.
242 di cetakan pertama.
Sementara yang menganggapnya dhaif
adalah Syekh Syuaib Al-Arnauth dalam catatan kaki Shahih Ibnu Hibban (8/256),
dan Dr Mahir Fahl Yasin dalam catatan kakinya terhadap Shahih Ibnu Khuzaimah (3/420).
Tapi kedua alasan mereka berbeda.
Dr Mahir beralasan kelemahan hadits ini
adalah Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab yang ada ahli hadits yang mempermasalahkan
kredibilitasnya. Dan menurut Dr Mahir kalimat redaksi hadits ini tak seperti
layaknya ucapan nabi. Sedangkan Syekh Syuaib beralasan kelemahan terletak pada
paman Harits bin Abdurrahman yang menurut Ibnu Hibban bernama Abdullah bin
Mughirah. Abdullah bin Mughirah sendiri teranggap majhul karena hanya Ibnu
Hibban yang menganggapnya tsiqah dan tak diketahui ada yang meriwayatkan
darinya kecuali Harits bin Abdurrahman.
Jawaban Terhadap Pelemahan:
Menjawab Dr Mahir. Memang kalau kita
telusuri biografi Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubab ini maka kita dapati
hasil sebagai berikut:
Yahya
bin Ma’in menganggapnya terkenal, Abu Hatim mengatakan Ad-Darawardi
meriwayatkan darinya hadits-hadits munkar, dia tidak kuat, Abu Zur’ah
mengatakannya tidak ada masalah.[2]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar sendiri mengatakannya shaduq yahim (jujur kadang salah).
Adz-Dzahabi
dalam Al-Mizan (1/437) mengatakannya, “tsiqah” tapi dalam Al-Kasyif dia hanya
menukil perkataan Abu Hatim yang menganggapnya tidak kuat. Lalu dia juga memasukkannya
ke dalam kitab Al-Mughni fid Dhu’afa` nomor 1237, tapi dia sendiri mengatakan
tsiqah lalu kembali menukil pernyataan Abu Hatim dan menambahkan pernyataan
Ibnu Hazm yang menganggapnya dhaif.
Satu hal
yang pasti dia adalah perawi yang dipakai sebagai hujjah dalam Shahih Muslim,
dengan begitu haditsnya minimal hasan. Sehingga, tidak tepat menyalahkannya
dalam hadits ini. Adapun perkataan Dr Mahir bahwa kalimatnya tidak seperti
kalimat nubuwwah, maka saya belum tahu apa ukurannya dalam hal itu sementara
para ulama hadits mutaqaddimin tidak pernah mempersoalkannya.
Untuk Syekh Syuaib Al-Arnauth maka
beliau benar bila benar paman Harits bin Abdurrahman itu adalah Abdullah bin
Mughirah. Tapi berdasarkan keterangan Syekh Musthafa Al-A’zhami dia adalah
Iyadh bin Abdullah bin Abu Dzubab Ad-Dausi, dan dia adalah sahabat Nabi. Kalau
benar dia sahabat nabi maka hadits ini shahih atau minimal hasan karena ada
sedikit masalah pada diri Harits bin Abdurrahman. Al-A’zhami merujuk pada
pernyataan Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah. Sebenarnya Ibnu Hajar juga menyinggung
itu dalam At-Tahdzib bahwa pamannya bernama Iyadh.
Dalam Al-Ishabah Ibnu Hajar merujuk
kepada kitab Ibnu Mandah tentang biografi para sahabat yang mengemukakan
riwayat yang dijadikan bukti bahwa Iyadh bin Abdullah adalah sahabat nabi.
Sayang, kitab Ibnu Mandah itu tidak utuh sampai kepada kita, sehingga pada nama
Iyadh tidak kita temukan dalam Ma’rifatu Ash-Shahabah yang tercetak sekarang.
Tapi Abu Nu’aim Al-Ashbahani memuatnya dalam kitabnya Ma’rifatu Ash-Shahabah
4/2169, no. 5444 dan menyebutkan riwayat termaksud yaitu hadits:
أُخْبِرْنَاهُ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عُتْبَةَ، ثنا أَبُو
الزِّنْبَاعِ، ثنا أَبُو مُصْعَبٍ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، ثنا الْمُغِيرَةُ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْجُعَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ عَمِّهِ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
أَبِي ذباب أَنَّهُ قَالَ: " خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ يُصَلِّي، فَقَامَ رَجُلٌ يُصَلِّي بِصَلَاةِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ ذَكَرَ الْحَدِيثَ "
“Kami dikabarkan dari Ahmad bin Hasan bin Utbah, Abu
Zanba` menceritakan kepada kami, Abu Mush’ab Ahmad bin Abi Bakr menceritakan
kepada kami, Al-Mughirah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Al-Ju’aid
bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, dari Harits bin Abdurrahman bin Abu
Dzubab, dari pamannya Iyadh bin Abdullah bin Abi Sarh yang berkata, “Aku keluar
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau masuk masjid dan
melaksanakan shalat. Lalu datanglah seorang laki-laki mengikuti shalat Nabi…..”
kemudian dia melanjutkan haditsnya.”
Kesemua
perawi Abu Nu’aim ini tsiqah, saya telah memeriksanya satu persatu. Abu Zanba’
adalah Rauh bin Faraj Al-Qaththan, ada dalam At-Taqrib maupun Tahdzib Al-Kamal
dan dia tsiqah. Kesemua perawi di atasnya semua tsiqah, perawi kitab shahih,
meski Abu Daud menganggap Al-Mughirah bin Abdurrahman itu dhaif, tapi dia perawi
kitab shahihain dan tak ada pendukung Abu Daud dalam masalah ini karena banyak
ulama lain menganggapnya tsiqah.
Sementara
Ahmad bin Hasan bin Utbah, lengkapnya Ahmad bin Hasan bin Ishaq bin Utbah
disebut biografinya oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala` (16/113) dan
menyebutnya “Al-Muhaddits Ash-Shadiq”.
Ini
merupakan indikasi kuat bahwa yang dimaksud paman Harits bin Abdurrahman bin
Abi Dzubab ini adalah Iyadh bin Abdullah sahabat nabi. Kalau begitu maka hadits
ini shahih. Sementara Ibnu Hibban tidak menunjukkan bukti bahwa paman Harits
bin Abdurrahman itu adalah Abdullah bin Mughirah.
Mungkin ini
pula yang menjadi alasan Al-Hakim menganggapnya sesuai syarat Muslim karena
menganggap paman Harits itu adalah sahabat Nabi. Sehingga kalaupun dia tak
dikeluarkan oleh Muslim atau perawi kitab yang enam maka itu bukan masalah,
mengingat semua sahabat itu adil.
Juga belum
ada yang mencacat riwayat Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab dari pamannya,
justru yang ada malah menganggapnya shahih, seperti Al-Buhsiri dalam Mishbah
Az-Zujajah fii Zawa`id Ibni Majah ketika mengomentari hadits Ibnu Majah di
kitab Al-Asyribah, bab: “At-Tanaffus fil Inaa`” yang melalui jalur Harits dari
pamannya, “Ini isnadnya shahih, para perawinya tsiqah, paman Al-Harits adalah
Abdullah bin Abdurrahman bin Harits.”
Ini teori
lain lagi, kalau benar pamannya itu adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Harits
maka dia memang tsiqah seperti dinyatakan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib (no.
3795).
Makna Hadits Dikuatkan Hadits Lain
Makna yang terkandung
dalam hadits ini dikuatkan oleh hadits muttafq ‘alaih juga dari Abu Hurairah
yaitu riwayat Al-A’raj darinya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ،
فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ
"
“Jika salah seorang dari kalian dalam keadaan puasa maka
janganlah dia berkata kotor dan jangan usil. Kalau ada yang memaki atau
mengajaknya berantem maka hendaklah dia katakan, “Aku sedang puasa, Aku sedang
puasa.”
(Al-Bukhari, no. 1894, Muslim, no. 1151).
Maka,
bilapun benar hadits ini bermuara pada Abdullah bin Mughirah seperti pendapat
Ibnu Hibban maka dia tetap bisa naik ke derajat hasan lighairih karena ada penguat
dari hadits Al-A’raj dari Abu Hurairah di atas.
Anshari Taslim, 29 Sya’ban 1435 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar