Jumat, 27 Juni 2014

Shahihnya Hadits Abu Hurairah tentang Larangan Berkata Kasar dan Jorok dalam Puasa



        Ada sebuah hadits dari Abu Hurairah dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ، فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ".
“Bukanlah puasa itu semata menahan makan dan minum, tapi puasa juga harus menahan diri dari perbuatan sia-sia dan berkata kotor. Maka bila ada seseorang yang memakimu atau usil terhadapmu hendaklah kamu mengatakan, “Aku ini sedang puasa, aku ini sedang puasa.”
(HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, no. 1996, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, no. 3479, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 1570. Semua bermuara pada Anas bin Iyadh, dari Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab dari pamannya, dari Abu Hurairah).
        Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah karena dia memasukkannya dalam shahihnya tanpa komentar miring, juga Ibnu Hibban, serta Al-Hakim yang mengatakan, “Shahih berdasarkan syarat Muslim”. Pernyataan Al-Hakim ini disetujui oleh Adz-Dzahabi.
        Diantara muta`akhkhirin yang menshahihkannya adalah As-Suyuthi dimana dia memasukkannya dalam kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir lalu memberi tanda shahih.[1] Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1082 dan Shahih Al-Jami’ no. 5376 dan Syekh Muhammad Musthafa Al-A’zhami dalam catatan kaki Shahih Ibnu Khuzaimah jilid 2 hal. 958 (cetakan ketiga) atau jilid 3 hal. 242 di cetakan pertama.
        Sementara yang menganggapnya dhaif adalah Syekh Syuaib Al-Arnauth dalam catatan kaki Shahih Ibnu Hibban (8/256), dan Dr Mahir Fahl Yasin dalam catatan kakinya terhadap Shahih Ibnu Khuzaimah (3/420). Tapi kedua alasan mereka berbeda.
        Dr Mahir beralasan kelemahan hadits ini adalah Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab yang ada ahli hadits yang mempermasalahkan kredibilitasnya. Dan menurut Dr Mahir kalimat redaksi hadits ini tak seperti layaknya ucapan nabi. Sedangkan Syekh Syuaib beralasan kelemahan terletak pada paman Harits bin Abdurrahman yang menurut Ibnu Hibban bernama Abdullah bin Mughirah. Abdullah bin Mughirah sendiri teranggap majhul karena hanya Ibnu Hibban yang menganggapnya tsiqah dan tak diketahui ada yang meriwayatkan darinya kecuali Harits bin Abdurrahman.
Jawaban Terhadap Pelemahan:
        Menjawab Dr Mahir. Memang kalau kita telusuri biografi Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubab ini maka kita dapati hasil sebagai berikut:
Yahya bin Ma’in menganggapnya terkenal, Abu Hatim mengatakan Ad-Darawardi meriwayatkan darinya hadits-hadits munkar, dia tidak kuat, Abu Zur’ah mengatakannya tidak ada masalah.[2]
Al-Hafizh Ibnu Hajar sendiri mengatakannya shaduq yahim (jujur kadang salah).
Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan (1/437) mengatakannya, “tsiqah” tapi dalam Al-Kasyif dia hanya menukil perkataan Abu Hatim yang menganggapnya tidak kuat. Lalu dia juga memasukkannya ke dalam kitab Al-Mughni fid Dhu’afa` nomor 1237, tapi dia sendiri mengatakan tsiqah lalu kembali menukil pernyataan Abu Hatim dan menambahkan pernyataan Ibnu Hazm yang menganggapnya dhaif.
Satu hal yang pasti dia adalah perawi yang dipakai sebagai hujjah dalam Shahih Muslim, dengan begitu haditsnya minimal hasan. Sehingga, tidak tepat menyalahkannya dalam hadits ini. Adapun perkataan Dr Mahir bahwa kalimatnya tidak seperti kalimat nubuwwah, maka saya belum tahu apa ukurannya dalam hal itu sementara para ulama hadits mutaqaddimin tidak pernah mempersoalkannya.
        Untuk Syekh Syuaib Al-Arnauth maka beliau benar bila benar paman Harits bin Abdurrahman itu adalah Abdullah bin Mughirah. Tapi berdasarkan keterangan Syekh Musthafa Al-A’zhami dia adalah Iyadh bin Abdullah bin Abu Dzubab Ad-Dausi, dan dia adalah sahabat Nabi. Kalau benar dia sahabat nabi maka hadits ini shahih atau minimal hasan karena ada sedikit masalah pada diri Harits bin Abdurrahman. Al-A’zhami merujuk pada pernyataan Ibnu Hajar dalam Al-Ishabah. Sebenarnya Ibnu Hajar juga menyinggung itu dalam At-Tahdzib bahwa pamannya bernama Iyadh.
        Dalam Al-Ishabah Ibnu Hajar merujuk kepada kitab Ibnu Mandah tentang biografi para sahabat yang mengemukakan riwayat yang dijadikan bukti bahwa Iyadh bin Abdullah adalah sahabat nabi. Sayang, kitab Ibnu Mandah itu tidak utuh sampai kepada kita, sehingga pada nama Iyadh tidak kita temukan dalam Ma’rifatu Ash-Shahabah yang tercetak sekarang. Tapi Abu Nu’aim Al-Ashbahani memuatnya dalam kitabnya Ma’rifatu Ash-Shahabah 4/2169, no. 5444 dan menyebutkan riwayat termaksud yaitu hadits:
أُخْبِرْنَاهُ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عُتْبَةَ، ثنا أَبُو الزِّنْبَاعِ، ثنا أَبُو مُصْعَبٍ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، ثنا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْجُعَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذُبَابٍ، عَنْ عَمِّهِ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي ذباب أَنَّهُ قَالَ: " خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ يُصَلِّي، فَقَامَ رَجُلٌ يُصَلِّي بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ ذَكَرَ الْحَدِيثَ "
“Kami dikabarkan dari Ahmad bin Hasan bin Utbah, Abu Zanba` menceritakan kepada kami, Abu Mush’ab Ahmad bin Abi Bakr menceritakan kepada kami, Al-Mughirah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Al-Ju’aid bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, dari Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubab, dari pamannya Iyadh bin Abdullah bin Abi Sarh yang berkata, “Aku keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau masuk masjid dan melaksanakan shalat. Lalu datanglah seorang laki-laki mengikuti shalat Nabi…..” kemudian dia melanjutkan haditsnya.”
        Kesemua perawi Abu Nu’aim ini tsiqah, saya telah memeriksanya satu persatu. Abu Zanba’ adalah Rauh bin Faraj Al-Qaththan, ada dalam At-Taqrib maupun Tahdzib Al-Kamal dan dia tsiqah. Kesemua perawi di atasnya semua tsiqah, perawi kitab shahih, meski Abu Daud menganggap Al-Mughirah bin Abdurrahman itu dhaif, tapi dia perawi kitab shahihain dan tak ada pendukung Abu Daud dalam masalah ini karena banyak ulama lain menganggapnya tsiqah.
        Sementara Ahmad bin Hasan bin Utbah, lengkapnya Ahmad bin Hasan bin Ishaq bin Utbah disebut biografinya oleh Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala` (16/113) dan menyebutnya “Al-Muhaddits Ash-Shadiq”.
        Ini merupakan indikasi kuat bahwa yang dimaksud paman Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab ini adalah Iyadh bin Abdullah sahabat nabi. Kalau begitu maka hadits ini shahih. Sementara Ibnu Hibban tidak menunjukkan bukti bahwa paman Harits bin Abdurrahman itu adalah Abdullah bin Mughirah.
        Mungkin ini pula yang menjadi alasan Al-Hakim menganggapnya sesuai syarat Muslim karena menganggap paman Harits itu adalah sahabat Nabi. Sehingga kalaupun dia tak dikeluarkan oleh Muslim atau perawi kitab yang enam maka itu bukan masalah, mengingat semua sahabat itu adil.
        Juga belum ada yang mencacat riwayat Harits bin Abdurrahman bin Abi Dzubab dari pamannya, justru yang ada malah menganggapnya shahih, seperti Al-Buhsiri dalam Mishbah Az-Zujajah fii Zawa`id Ibni Majah ketika mengomentari hadits Ibnu Majah di kitab Al-Asyribah, bab: “At-Tanaffus fil Inaa`” yang melalui jalur Harits dari pamannya, “Ini isnadnya shahih, para perawinya tsiqah, paman Al-Harits adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Harits.”
        Ini teori lain lagi, kalau benar pamannya itu adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Harits maka dia memang tsiqah seperti dinyatakan Ibnu Hajar dalam At-Taqrib (no. 3795).

Makna Hadits Dikuatkan Hadits Lain

        Makna yang terkandung dalam hadits ini dikuatkan oleh hadits muttafq ‘alaih juga dari Abu Hurairah yaitu riwayat Al-A’raj darinya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ "

“Jika salah seorang dari kalian dalam keadaan puasa maka janganlah dia berkata kotor dan jangan usil. Kalau ada yang memaki atau mengajaknya berantem maka hendaklah dia katakan, “Aku sedang puasa, Aku sedang puasa.”
(Al-Bukhari, no. 1894, Muslim,  no. 1151).
        Maka, bilapun benar hadits ini bermuara pada Abdullah bin Mughirah seperti pendapat Ibnu Hibban maka dia tetap bisa naik ke derajat hasan lighairih karena ada penguat dari hadits Al-A’raj dari Abu Hurairah di atas.


Anshari Taslim, 29 Sya’ban 1435 H.




[1] Lihat At-Tanwir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir oleh Ash-Shan’ani, no. 7560.
[2] Tahdzib Al-Kamal 5/254-255.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar